Ongkos Penyakit Birokrasi Perizinan Jadi Beban Usaha
A
A
A
JAKARTA - Pengungkapan dugaan suap perizinan yang melibatkan Bupati Bekasi dan sejumlah pegawai di Kabupaten Bekasi harus ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk memperbaiki proses perizinan usaha di Indonesia.
“Pengungkapan kasus suap di Bekasi ini menambah daftar kasus suap yang bersumber dari penyalahgunaan kewenangan dalam memberikan izin usaha. Selama ini kasus suap perizinan tak hanya terkait dengan usaha pengembangan kawasan tapi juga perizinan di sektor tambang dan insfrastruktur,” ungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK), M Nur Sholikin pada wartawan Sabtu (10/11/2018).
Menurut dia, berbagai kasus suap tersebut sebenarnya menunjukkan adanya persoalan dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah terkait perizinan yang sering menjadi kendala dalam memulai usaha di Indonesia.
“Kasus suap Meikarta dan suap perizinan lainnya menunjukkan ada masalah administrative governance dalam birokrasi kita. Ongkos yang ditimbulkan akibat penyakit birokrasi perizinan menjadi beban besar bagi masyarakat dalam memulai usaha," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, hal ini dapat menimbulkan peluang penyimpangan pemberian izin yang tidak akuntabel dan merugikan masyarakat,” terangnya.
Menurutnya apa yang terjadi di lapangan ini bertolak belakang dengan tujuan perizinan usaha untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat. Penyalahgunaan kewenangan pemberian izin ini juga tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kemudahan berusaha di Indonesia melalui Penerbitan Perpres 91/2017.
Oleh karena itu, menurut Sholikin, pemerintah saat ini perlu lebih serius lagi untuk memperbaiki birokrasi perizinan mengurangi transaksi izin antara swasta dengan birokrat.
“Tak cukup hanya menyusun pedoman melalui regulasi, tapi pemerintah harus serius turun tangan membenahi birokrasi perizinan. Pungli kelas kakap juga harus ditertibkan,” ucapnya.
“Pengungkapan kasus suap di Bekasi ini menambah daftar kasus suap yang bersumber dari penyalahgunaan kewenangan dalam memberikan izin usaha. Selama ini kasus suap perizinan tak hanya terkait dengan usaha pengembangan kawasan tapi juga perizinan di sektor tambang dan insfrastruktur,” ungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK), M Nur Sholikin pada wartawan Sabtu (10/11/2018).
Menurut dia, berbagai kasus suap tersebut sebenarnya menunjukkan adanya persoalan dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah terkait perizinan yang sering menjadi kendala dalam memulai usaha di Indonesia.
“Kasus suap Meikarta dan suap perizinan lainnya menunjukkan ada masalah administrative governance dalam birokrasi kita. Ongkos yang ditimbulkan akibat penyakit birokrasi perizinan menjadi beban besar bagi masyarakat dalam memulai usaha," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, hal ini dapat menimbulkan peluang penyimpangan pemberian izin yang tidak akuntabel dan merugikan masyarakat,” terangnya.
Menurutnya apa yang terjadi di lapangan ini bertolak belakang dengan tujuan perizinan usaha untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat. Penyalahgunaan kewenangan pemberian izin ini juga tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kemudahan berusaha di Indonesia melalui Penerbitan Perpres 91/2017.
Oleh karena itu, menurut Sholikin, pemerintah saat ini perlu lebih serius lagi untuk memperbaiki birokrasi perizinan mengurangi transaksi izin antara swasta dengan birokrat.
“Tak cukup hanya menyusun pedoman melalui regulasi, tapi pemerintah harus serius turun tangan membenahi birokrasi perizinan. Pungli kelas kakap juga harus ditertibkan,” ucapnya.
(whb)