Tagana Diminta Paling Cepat Tiba Lokasi Bencana
A
A
A
JAKARTA - Sepanjang tahun 2018, di berbagai wilayah di Indonesia setidaknya terdapat 1.235 kejadian bencana. Korban meninggal mencapai 3.360 jiwa, 489 jiwa luka-luka, 2.770.814 mengungsi dan 231.798 unit rumah rusak berat, sedang maupun kecil.
Gempa yang mengguncang Pulau Lombok dan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengakibatkan 567 orang meninggal dunia, 1.478 jiwa luka berat dan kurang lebih 358.029 orang mengungsi.
Bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Provinsi Sulawesi Tengah mengakibatkan 2.087 orang meninggal dunia, 4.438 jiwa luka berat dan 180.594 orang mengungsi. Kejadian ini semakin meyakinkan paradigma pentingnya penanggulangan bencana berbasis masyarakat, serta menempatkan masyarakat sebagai subyek penanggulangan bencana. Mereka-lah unsur pertama dan utama dalam penanggulangan bencana sebelum bantuan datang dari luar.
Untuk menanggulangi bencana, Kementerian Sosial (Kemensos) sudah jauh sebelumnya, tepatnya pada 24 Maret 2004 menginisiasi berdirinya relawan kemanusiaan Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang telah memberikan kiprah nyata dalam penanggulangan bencana selama ini.
Tagana adalah relawan sosial terlatih yang berasal dari masyarakat dan memiliki kepedulian serta aktif dalam penanggulangan bencana terutama tanggap darurat, perlindungan sosial dan layanan dukungan psikososial.
Jumlah Tagana sebanyak 37.817 orang dan tersebar di seluruh Indonesia, merupakan potensi yang sangat berharga. Namun jumlah ini belum sepadan dengan kerawanan dan luas Indonesia.
Oleh karena itu, Kemensos berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas Tagana sebagai front liner dalam penanggulangan bencana. Seperti diketahui wilayah Indonesia termasuk wilayah ring of fire bencana. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa sistem deteksi dini (early warning system) harus dibangun di semua wilayah yg beresiko bencana, termasuk sistem respon yang tepat untuk pengurangan risiko bencana. Menteri Sosial Agus Gumiwang memastikan upaya deteksi dini berbasis komunitas merupakan prioritas alternatif penanggulangan bencana, yang diperankan Tagana dan KSB.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Harry Hikmat mengingatkan komitmen Tagana sebagai relawan sejati yang tetap harus terjaga dan sebagai relawan sosial perlu memiliki komitmen, kemampuan dan militansi dalam penanggulangan bencana.
"Tagana selalu hadir di tengah-tengah masyarakat. Di antara relawan lain, Tagana lah harus paling cepat berada di lokasi bencana, karena Tagana berasal dari lingkungan komunitas setempat. Satu jam sudah berada di lokasi bencana," kata Harry saat menghadiri Bakti Sosial ke-IV Tahun 2018 Tagana se-Provinsi Kalimantan Barat, Rabu (7/11/2018) dalam siaran persnya.
Tidak hanya tangguh dalam penanganan bencana alam, Harry juga mengimbau masyarakat untuk selalu rukun dan tentram. "Sehingga kita mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin," katanya.
Dia juga mengingatkan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) wajib bahu membahu dengan tagana. Untuk menambah kekuatan korps Tagana.
"Lakukan sesuatu yang sanggup saudara lakukan," ujar Harry memotivasi para pendamping PKH yang turut hadir dalam acara bakti sosial.
Sementara itu jumlahTagana di Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 894 orang. Jumlah total Tagana di Indonesia 37.817 orang. Selain Tagana, juga ada sekitar 65.000 Sahabat Tagana.
Sementara itu dalam sambutannya Wakil Gubernur Provinsi Kalbar, Ria Norsan menegaskan pemerintah kota dan kabupaten harus mengalokasikan dana pembinaan/insentif Tagana di lokasinya masing-masing.
"Jangan dilihat besarannya tetapi berikhlaslah sebagai ladang amal kita. Mari bersatu untuk menanggulangi bencana di Kalimantan Barat," tuturnya.
Dalam acara juga dilakukan penyerahan bantuan kepada Forum Keserasian Sosial senilai Rp150 Juta dan bantuan Kearifan Lokal senilai Rp50 Juta dari Dirjen Linjamsos kepada Wakil Gubernur Prov. Kalbar untuk diserahkan pada para penerima bantuan.
Acara diakhiri dengan atraksi cepat Pemasangan Tenda Serbaguna, peninjauan Dapur Umum, Pengobatan Gratis serta foto bersama.
Gempa yang mengguncang Pulau Lombok dan Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengakibatkan 567 orang meninggal dunia, 1.478 jiwa luka berat dan kurang lebih 358.029 orang mengungsi.
Bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Provinsi Sulawesi Tengah mengakibatkan 2.087 orang meninggal dunia, 4.438 jiwa luka berat dan 180.594 orang mengungsi. Kejadian ini semakin meyakinkan paradigma pentingnya penanggulangan bencana berbasis masyarakat, serta menempatkan masyarakat sebagai subyek penanggulangan bencana. Mereka-lah unsur pertama dan utama dalam penanggulangan bencana sebelum bantuan datang dari luar.
Untuk menanggulangi bencana, Kementerian Sosial (Kemensos) sudah jauh sebelumnya, tepatnya pada 24 Maret 2004 menginisiasi berdirinya relawan kemanusiaan Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang telah memberikan kiprah nyata dalam penanggulangan bencana selama ini.
Tagana adalah relawan sosial terlatih yang berasal dari masyarakat dan memiliki kepedulian serta aktif dalam penanggulangan bencana terutama tanggap darurat, perlindungan sosial dan layanan dukungan psikososial.
Jumlah Tagana sebanyak 37.817 orang dan tersebar di seluruh Indonesia, merupakan potensi yang sangat berharga. Namun jumlah ini belum sepadan dengan kerawanan dan luas Indonesia.
Oleh karena itu, Kemensos berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas Tagana sebagai front liner dalam penanggulangan bencana. Seperti diketahui wilayah Indonesia termasuk wilayah ring of fire bencana. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa sistem deteksi dini (early warning system) harus dibangun di semua wilayah yg beresiko bencana, termasuk sistem respon yang tepat untuk pengurangan risiko bencana. Menteri Sosial Agus Gumiwang memastikan upaya deteksi dini berbasis komunitas merupakan prioritas alternatif penanggulangan bencana, yang diperankan Tagana dan KSB.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Harry Hikmat mengingatkan komitmen Tagana sebagai relawan sejati yang tetap harus terjaga dan sebagai relawan sosial perlu memiliki komitmen, kemampuan dan militansi dalam penanggulangan bencana.
"Tagana selalu hadir di tengah-tengah masyarakat. Di antara relawan lain, Tagana lah harus paling cepat berada di lokasi bencana, karena Tagana berasal dari lingkungan komunitas setempat. Satu jam sudah berada di lokasi bencana," kata Harry saat menghadiri Bakti Sosial ke-IV Tahun 2018 Tagana se-Provinsi Kalimantan Barat, Rabu (7/11/2018) dalam siaran persnya.
Tidak hanya tangguh dalam penanganan bencana alam, Harry juga mengimbau masyarakat untuk selalu rukun dan tentram. "Sehingga kita mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin," katanya.
Dia juga mengingatkan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) wajib bahu membahu dengan tagana. Untuk menambah kekuatan korps Tagana.
"Lakukan sesuatu yang sanggup saudara lakukan," ujar Harry memotivasi para pendamping PKH yang turut hadir dalam acara bakti sosial.
Sementara itu jumlahTagana di Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 894 orang. Jumlah total Tagana di Indonesia 37.817 orang. Selain Tagana, juga ada sekitar 65.000 Sahabat Tagana.
Sementara itu dalam sambutannya Wakil Gubernur Provinsi Kalbar, Ria Norsan menegaskan pemerintah kota dan kabupaten harus mengalokasikan dana pembinaan/insentif Tagana di lokasinya masing-masing.
"Jangan dilihat besarannya tetapi berikhlaslah sebagai ladang amal kita. Mari bersatu untuk menanggulangi bencana di Kalimantan Barat," tuturnya.
Dalam acara juga dilakukan penyerahan bantuan kepada Forum Keserasian Sosial senilai Rp150 Juta dan bantuan Kearifan Lokal senilai Rp50 Juta dari Dirjen Linjamsos kepada Wakil Gubernur Prov. Kalbar untuk diserahkan pada para penerima bantuan.
Acara diakhiri dengan atraksi cepat Pemasangan Tenda Serbaguna, peninjauan Dapur Umum, Pengobatan Gratis serta foto bersama.
(dam)