Upaya Pemerintah Atasi Stunting

Senin, 29 Oktober 2018 - 06:16 WIB
Upaya Pemerintah Atasi Stunting
Upaya Pemerintah Atasi Stunting
A A A
JAKARTA - Pemerintah tidak tinggal diam melihat kondisi penyebab stunting. Sejumlah terobosan telah dilakukan. Bahkan 22 kementerian berkontribusi dalam upaya penanganan stunting ini. Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Meida Octarina mengatakan pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dan pencegahan stunting. Diantaranya membuat payung hukum agar instansi pusat dan daerah dapat melakukan upaya penurunan dan pencegahan stunting.

“Salah satunya kita mengeluarkan perpres No 42/2013. Dimana ada kurang lebih 13 kementerian sesuai tupoksinya harus melakukan pencegahan,” tuturnya.
Alasan dibuatnya payung hukum ini adalah penyebab stunting lebih besar karena non kesehatan. Bahkan penyebab stunting 70% disebabkan masalah non-kesehatan. Salah satu contohnya karena ketersediaan air bersih dan sanitasi yang kurang.
“Makanya kita keluarkan aturan untuk percepatan air bersih dan sanitasi. Lalu meminimalisir pernikahan dini. Kemudian kalau anaknya lahir langsung punya akta kelahiran. Ini sering tidak diperhatikan, padahal penting untuk mendapatkan pelayanan,” paparnya.

Contoh lain yakni memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan yaitu memberikan pencegah anemia dengan tablet penambah dasar. “Kita juga memberikan makanan tambahan bagi ibu hamil. Jangan sampai ibu hamil anemia. Kemudian bagaimana pemberian obat cacing, pemberian makanan bayi. Jadi banyak yang harus dilakukan,” paparnya.

Dia mengatakan program intervensi gizi seharusnya dilakukan oleh seluruh desa. Akan tetapi pemerintah memang memilih lokasi-lokasi prioritas. Pada tahun ini ditunjuk 1000 desa di 100 daerah prioritas.

“Semua kementerian lokusnya harus di desa yang sama. Pemilihan angka lokasi prioritas atas dasar tingginya angka stunting, angka kemiskinan, ketersediaan sanitasi dan air bersih, dan akta kelahiran belum ada. Itu yang jadi dasar pemilihan 100 daerah,” ujarnya.

Terkait hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi terus melakukan kampanye mengenai pentingnya pencegahan stunting. Niken Widiastuti, Diren IKP Kemkominfo Kominfo menyatakan stunting menyangkut masa depan anak bangsa. “Kita, pemerintah dan masyarakat, berjibaku terus melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronik ini,”ungkapnya.

Sebagai koordinator kampanye nasional , pihaknya melakukan sejumlah kampanye melalui berbagai media yakni media, TV, Radio, media cetak, online, medsos sampai pertunjukan rakyat dan forum. “Saat ini cakupan wilayah pada daerah prioritas sekitar 100 kab/kota, kami sudah sampai 74%. Kita terus bekerja keras mensosialisasikan pencegahan stunting ini,” ungkapnya.

Hal senada dipaparkan Menkes Nila F Moeloek di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, beberapa waktu lalu. Untuk mengatasi stunting diperlukan sinergi dengan berbagai pihak. Dia menegaskan bahwa persoalan stunting ini tidak bisa dilihat secara linier tetapi holistik. Sesuai dengan tupoksinya, Kemenkes juga melakukan upaya pencegahan dengan melakukan peningkatan gizi ibu dan juga anak.

Menkes menjelaskan ada dua jenis intervensi gizi yang dilakukan Kemenkes, yakni intervensi spesifik dan intervensi sensitif.

Intervensi spesifik di antaranya pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri, calon pengantin dan ibu hamil, promosi dan kampanye tablet tambah darah, mengadakan kelas ibu hamil, pemberian kelambu berinsektisida, dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria.

Selain itu suplementasi vitamin A, promosi ASI eksklusif, promosi makanan pendamping ASI (MP-ASI), suplemen gizi mikro (Taburia), suplemen gizi makro (PMT), dan promosi makanan berfortifikasi termasuk garam ber-iodium dan besi.

Juga promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku, tata laksana gizi kurang atau buruk, pemberian obat cacing, zinc untuk manajemen diare, kelas ibu balita, serta melakukan stimulasi, deteksi, dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK).

Ada pun intervensi gizi sensitif, lanjut dia, Kemenkes melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, penyediaan air bersih dan sanitasi, pendidikan gizi masyarakat, imunisasi dasar lengkap, pengendalian penyakit Malaria, TB dan HIV/AIDS, memberikan edukasi kesehatan seksual, serta reproduksi dan gizi pada remaja.

Selain itu, Kemenkes memberikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan jaminan persalinan (Jampersal), mengampanyekan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK), program Nusantara Sehat bersama dengan Ahli Gizi dan tenaga promosi kesehatan serta tenaga Kesling. Terakhir, mengakrediasi Puskesmas dan rumah sakit.

“Intervensi dilakukan oleh Kemenkes terhadap stunting sampai ada perubahan perilaku. Itulah sebabnya, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dilakukan baik di posyandu, termasuk melibatkan PKK demi menggerakkan ekonomi di daerah,” ujarnya.

Menurut Nila, intervensi spesifik ini merupakan tugas bersama, tidak hanya Kemenkes. Dia menyontohkan untuk akses air bersih, sanitasi, dan lingkungan rumah yang bersih, Kementerian Desa (Kemendes) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPU-Pera) bisa ikut berkontribusi.

Tentu saja, Nila berterima kasih atas kontribusi Kemendes lewat dana desa yang telah membangun akses air bersih, sanitasi, MCK (mandi, cuci, kakus), dan fasilitas lainnya. Karena, akan percuma jika Kemenkes terus memberikan obat cacing tanpa adanya akses air bersih.

“Kepada Kemendes saya berterima kasih, di sinilah yang disebut Germas, gerakan masyarakat hidup sehat tidak mungkin diselesaikan oleh Kemenkes saja,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Nila, pencegahan stunting di daerah-daerah lewat Germas juga aktif dilakukan lewat posyandu dengan melibatkan tim penggerak PKK agar ekonomi mereka juga ikut bergerak. Jadi, Kemenkes aktif melakukan pendekatan keluarga dalam program Indonesia sehat ini agar mengubah paradigma hidup sehat.

Faktor kekurangan gizi Ungkap Nila juga disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga stunting terjadi. Faktor pernikahan dini juga bisa mempengaruhi angka stunting, karena ibu yang kekurangan gizi juga melahirkan anak yang kekurangan gizi juga.

“Pak KSP (Kepala Staf Kepresidenan) dan Menag (Menteri Agama) juga mencegah pernikahan dini agar kita tidak mendapatkan (anak) stunting. Stunting juga sangat berkorelasi dengan penyakit tidak menular (katastropik), sanitasi saja masih belum 100%, masih ada kemungkinan kita cacingan, kurang gizi, melahirkan anak stunting. Masih banyak yang harus kita perbaiki,” ujarnya.

Kementerian yang juga berkomitmen mendukung penyelesaian masalah stunting adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sri Hartoyo mengatakan, pihaknya sudah menyusun program untuk mengatasi dan menekan tingginya angka stunting di Indonesia. Adapun program yang disiapkan adalah dengan penyediaan infrastuktur air bersih dan infrastruktur sanitasi.

Lebih lanjut Sri menambahkan, untuk membangun sanitasi dan air minum pihaknya menyediakan anggaran sebesar Rp50 miliar. Nantinya, infrastruktur air bersih dan sanitasi akan dibangun di 10 kabupaten prioritas penanganan stunting, yakni Rokan Hulu, Lampung Tengah, Cianjur, Pemalang, Brebes, Lombok Tengah, Ketapang, Gorontalo, Maluku Tengah, dan Lanny Jaya.

“Rinciannya Rp30 miliar untuk program penanganan air limbah pedesaan, dan Rp20 miliar untuk Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (Pamsimas),” jelasnya.

Sri menyatakan, untuk pembangunan sanitasi pihaknya akan membangun tangki septik individual dan tangki septik komunal. Pembangunan keduanya, dimaksudkan untuk memfasilitasi masyarakat di pedalaman untuk buang air besar agar tidak lagi dilakukan secara sembarangan.

Sementara untuk program Pamsimas (penyediaan air minum), pihaknya akan melakukan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) baru. Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan perluasan SPAM eksisting dengan modul sambungan rumah, dan optimalisasi SPAM eksisting dengan modul sambungan rumah.

“Untuk program air limbah perdesaan, alokasi kegiatan per desa sekitar Rp300 juta. Sedang alokasi kegiatan Pamsimas per desa sekitar Rp250 juta,” jelas dia.

Pelibatan berbagai kementerian yang berkontribusi dalam upaya penanganan stunting ini sangat tepat. Dan tentunya kita bisa bernafas lega. Dimana pada empat tahun pemerintahan Jokowi-JK berhasil menurunkan angka stunting dari 37,2% pada 2013 menjadi 30,8% pada 2018 untuk balita, dan 29,9% untuk batita. Dengan komiten yang bersungguh-sunguh dijalankan, tidak ada kata kata tidak mungkin, persoalan stunting dapat teratasi secara menyeluruh dan tuntas.
(akn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5006 seconds (0.1#10.140)