Tuntutan 15 Tahun Bui Syafruddin Temenggung Dinilai Berlebihan

Rabu, 05 September 2018 - 11:09 WIB
Tuntutan 15 Tahun Bui...
Tuntutan 15 Tahun Bui Syafruddin Temenggung Dinilai Berlebihan
A A A
JAKARTA - Tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan bagi mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung dinilai sangat berlebihan.

Hakim sebaiknya tidak melihat perkara itu sebagai kesalahan pribadi Syafruddin. Apalagi tuduhan terhadap Syafruddin juga belum jelas apakah masuk wilayah pidana atau perdata.

Demikian disampaikan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir, menjawab pertanyaan wartawan atas tuntutan 15 tahun terhadap Syafrudin Temenggung, di Jakarta, Selasa (4/9/2018).

"Kalau ditanya soal penilaian atas tuntutan 15 tahun (penjara), ya itu sangat berlebihan. Sebab keputusan terakhir Syafruddin sebagai kepala BPPN mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI terhadap debitur Sjamsul Nursalim merupakan rangkaian dari keputusan-keputusan yang telah diambil pejabat atau kepala BPPN sebelumnya," kata Mudzakir.

Mengkritisi soal konstruksi dalam tuntutan jaksa, menurut Mudzakir, persoalan pokoknya harus diluruskan. SKL tersebut tidaklah berdiri sendiri, bukan merupakan keputusan Syafruddin seorang, melainkan merupakan rangkaian keputusan yang diambil oleh pejabat-pejabat sebelumnya di Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

"Jadi, jika ingin menyelesaikan soal SKL BLBI ini ya, kembali pada masalah keperdataan Sjamsul Nursalim. Jika pemerintah tak mau dirugikan, cabut saja SKL, lalu yang bersangkutan diwajibkan membayar utangnya pada negara. Dan tanggung jawab Kementerian Keuangan lah untuk menagih setelah BPPN dibubarkan," tambahnya.

(Baca juga: Masalah Penyelesaian BLBI Jangan Dicampur Aduk)

Pada bagian lain dia menilai, tuduhan korupsi dan berupa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi juga tidak tepat dialamatkan kepada Syafruddin. Sebab polemik atau perdebatan pokok perkaranya saja belum tuntas.

"Apakah benar itu ada pidana, ini kan masalah perdata, harusnya diselesaikan dulu perdatanya, jika ada unsur pidana baru dibawa ke pidana," tandasnya.

Wewenang Penghapusbukuan Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin, jaksa menuntut Syafruddin dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Pada unsur melawan hukum, jaksa menilai Syafruddin melanggar UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sementara Syafruddin mendasarkan tindakannya pada Peraturan Pemerintah (PP) 17/1999 tentang BPPN yang memberikan wewenang penghapusbukuan.

Unsur memperkaya diri sendiri, jaksa hanya berlandaskan pada penolakan Syafruddin untuk menjelaskan harta kekayaannya, dengan alasan ia telah mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) dan UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak melarang untuk membuka informasi itu.

Penolakan Syafruddin itu serta-merta diartikan jaksa bahwa Syafruddin terbukti khawatir hartanya diketahui tidak sebanding dengan penghasilannya sebagai mantan PNS. Sementara itu perhitungan kerugian negara didasarkan cuma pada satu sumber yakni BPK.

Penasihat hukum Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan jaksa gagal mengungkap kesalahan Syafruddin. Hal prinsipil yang tidak diungkap jaksa adalah kapan tindak pidana itu terjadi, sementara seluruh saksi yang dihadirkan di persidangan menyatakan kerugian negara terjadi sejak 2007, ketika aset Dipasena dijual oleh Kemenkeu dengan harga hanya Rp220 miliar.

Yusril menegaskan, Syafruddin telah menyerahkan seluruh tanggung jawab selaku kepala BPPN kepada Menteri Keuangan sejak 2004. Termasuk penyerahan hak tagih Rp4,8 triliun kepada petambak. "Setelah menyerahkan itu, berarti tanggung jawab SAT selesai," tegasnya.
(maf)
Berita Terkait
Satgas BLBI Menangi...
Satgas BLBI Menangi Perkara Saham yang Dijaminkan Kaharudin Ongko
6 Obligor Penuhi Panggilan...
6 Obligor Penuhi Panggilan Satgas BLBI
Kepastian Hukum Bisa...
Kepastian Hukum Bisa Dorong Keberhasilan Pengembalian Duit BLBI
Panggil Kaharudin Ongko,...
Panggil Kaharudin Ongko, Satgas BLBI Tagih Utang Rp8,2 Triliun
Satgas BLBI Sudah Sita...
Satgas BLBI Sudah Sita Rp19 Triliun Aset Debitur dan Obligor
Humanika Desak Kasus...
Humanika Desak Kasus BLBI Segera Dituntaskan
Berita Terkini
9 Daerah Gelar Pilkada...
9 Daerah Gelar Pilkada Ulang, Wamendagri Ajak Para Pihak Terima Hasil Penghitungan Suara
18 menit yang lalu
Bertemu Presiden Mesir,...
Bertemu Presiden Mesir, Prabowo Bahas Geopolitik hingga Isu Strategis
1 jam yang lalu
Polemik Gus Fuad Plered,...
Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI: Stop Penghinaan Berbau Sara, Jangan Saling Benci
2 jam yang lalu
Mahasiswa Indonesia...
Mahasiswa Indonesia Antusias Sambut Presiden Prabowo di Kairo, Titip Sejumlah Harapan
3 jam yang lalu
Hymne Kopassus Ternyata...
Hymne Kopassus Ternyata Ciptaan Titiek Puspa, Liriknya Membakar Semangat Prajurit
3 jam yang lalu
Inisiasi Beasiswa Anak...
Inisiasi Beasiswa Anak Palestina di Unhan, Prabowo: Mereka Harus Selamat, Sehat, Terdidik
4 jam yang lalu
Infografis
Pendapatan Arab Saudi...
Pendapatan Arab Saudi dari Pelaksanaan Haji Rp248,2 Triliun Per Tahun
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved