Aktivis GKIA Nilai Susu Kental Manis Legal tapi Mematikan
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Countermarketing Susu Formula Irma Hidayana mengatakan susu kental manis (SKM) merupakan produk legal namun memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Secara legal, SKM adalah produk yang dilindungi oleh hukum.
Namun diihat dari aspek kesehatan, konsumsi SKM berkelanjutan, terutama oleh anak-anak dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes dan penyakit tidak menular lainnya.
"SKM ini produk legal, namun mematikan. Tidak seperti minum racun yang lalu langsung mati. Tapi dampaknya (SKM) bertahun-tahun kemudian, kita bisa lihat sekarang anak-anak muda masih usia 20-25 tapi sudah diabetes," ujar Irma di Jakarta, kemarin.
Dibenarkan Irma, SKM adalah produk yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun ia melihat, terjadi pergeseran target market SKM pada era 90-an.
"Sebelum tahun 90, iklan-iklan SKM di media masa menunjukan SKM campuran minuman. Setelah 90, promosi SKM mulai mengarah pada konsumsi anak," terang Irma.
Irma yang juga dikenal sebagai pegiat Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) mengungkapkan budaya konsumtif masyarakat serta kurangnya kesadaran akan literasi menjadi celah bagi produk-produk serupa SKM untuk meraup keuntungan. Tak dipungkiri, penyesatan informasi ini terjadi di berbagai lini, terutama sales, distributor dan para penjual online.
Dalam kesempatan yang sama, Pengacara Publik LBH Jakarta Pratiwi Febry memandang, polemik susu kental manis sebagai akibat dari ketidakselarasan hukum di tingkat regulator. Akibatnya kata dia, terjadi ketidakpastian hukum di masyarakat.
"Tidak ada regulasi yang tegas. Yang namanya kebijakan seharusnya tidak boleh ada interpretasi yang terlalu luas, karena disinilah celah bagi produsen, seperti yang terjadi pada polemik SKM ini," ujar Pratiwi.
Lebih lanjut dia mencontohkan, aturan harus mencantumkan komposisi produk pada label. "Benar pada setiap kemasan SKM ada penjelasan tentang kompososi. Tapi informasi tersebut tidak mudah dimengerti oleh masyarakat," ucapnya.
"Ketika saya baca produk skm 4 kkl per sajian ini maksudnya gimana cara menghitung takaran itu? Lalu bagaimana dengan bapak ibu atau masyarakat yang membaca menghitung saja sulit bagaimana mereka dapat menganalisis informasi dari produsen oleh produknya ini," tambahnya.
Keberanian BPOM mengeluarkan SE tentang Label dan Iklan pada Produk Susu kental dan Analognya. (Kategori Pangan 01.3) disampaikan Pratiwi sebagai sebuah kemajuan pemerintah yang patut di apresiasi.
Namun demikian, perhatian terhadap persoalan ini tidak berhenti hanya sebatas keluarnya SE. "Menindak lanjuti ini, langkah LBH selanjutnya adalah melihat konsolidasi dalam masyarakat. Dilihat dari SE BPOM aturan masih bertentangan dengan aturan BPOM nya sendiri," ungkapnya.
"Untuk sementara waktu memang bisa membantu tetapi tidak cukup harus ada penyelaras dari UU hak SKM itu sendiri serta adanya pengawasan dari Kemenkes terkait produk-produk tersebut, saya rasa kita juga perlu melakukan class action, gugatan bersama kelompok korban terhadap pemerintah atau produsen," tegas Pratiwi.
Namun diihat dari aspek kesehatan, konsumsi SKM berkelanjutan, terutama oleh anak-anak dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes dan penyakit tidak menular lainnya.
"SKM ini produk legal, namun mematikan. Tidak seperti minum racun yang lalu langsung mati. Tapi dampaknya (SKM) bertahun-tahun kemudian, kita bisa lihat sekarang anak-anak muda masih usia 20-25 tapi sudah diabetes," ujar Irma di Jakarta, kemarin.
Dibenarkan Irma, SKM adalah produk yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun ia melihat, terjadi pergeseran target market SKM pada era 90-an.
"Sebelum tahun 90, iklan-iklan SKM di media masa menunjukan SKM campuran minuman. Setelah 90, promosi SKM mulai mengarah pada konsumsi anak," terang Irma.
Irma yang juga dikenal sebagai pegiat Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) mengungkapkan budaya konsumtif masyarakat serta kurangnya kesadaran akan literasi menjadi celah bagi produk-produk serupa SKM untuk meraup keuntungan. Tak dipungkiri, penyesatan informasi ini terjadi di berbagai lini, terutama sales, distributor dan para penjual online.
Dalam kesempatan yang sama, Pengacara Publik LBH Jakarta Pratiwi Febry memandang, polemik susu kental manis sebagai akibat dari ketidakselarasan hukum di tingkat regulator. Akibatnya kata dia, terjadi ketidakpastian hukum di masyarakat.
"Tidak ada regulasi yang tegas. Yang namanya kebijakan seharusnya tidak boleh ada interpretasi yang terlalu luas, karena disinilah celah bagi produsen, seperti yang terjadi pada polemik SKM ini," ujar Pratiwi.
Lebih lanjut dia mencontohkan, aturan harus mencantumkan komposisi produk pada label. "Benar pada setiap kemasan SKM ada penjelasan tentang kompososi. Tapi informasi tersebut tidak mudah dimengerti oleh masyarakat," ucapnya.
"Ketika saya baca produk skm 4 kkl per sajian ini maksudnya gimana cara menghitung takaran itu? Lalu bagaimana dengan bapak ibu atau masyarakat yang membaca menghitung saja sulit bagaimana mereka dapat menganalisis informasi dari produsen oleh produknya ini," tambahnya.
Keberanian BPOM mengeluarkan SE tentang Label dan Iklan pada Produk Susu kental dan Analognya. (Kategori Pangan 01.3) disampaikan Pratiwi sebagai sebuah kemajuan pemerintah yang patut di apresiasi.
Namun demikian, perhatian terhadap persoalan ini tidak berhenti hanya sebatas keluarnya SE. "Menindak lanjuti ini, langkah LBH selanjutnya adalah melihat konsolidasi dalam masyarakat. Dilihat dari SE BPOM aturan masih bertentangan dengan aturan BPOM nya sendiri," ungkapnya.
"Untuk sementara waktu memang bisa membantu tetapi tidak cukup harus ada penyelaras dari UU hak SKM itu sendiri serta adanya pengawasan dari Kemenkes terkait produk-produk tersebut, saya rasa kita juga perlu melakukan class action, gugatan bersama kelompok korban terhadap pemerintah atau produsen," tegas Pratiwi.
(maf)