Jepang Tertarik Penanganan Terorisme di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Jepang tertarik dengan cara penanganan terorisme di Indonesia, yang salah satunya menggunakan cara-cara lunak (soft power approach).
Ketertarikan itu ditunjukkan Jepang dengan mengirimkan delegasinya ke Yayasan Lingkar Perdamaian di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa 31 Juli 2018.
Mereka terharu bisa melihat langsung puluhan mantan teroris yang justru saat ini menggangungkan perdamaian.
“Mereka sangat antusias bahkan terharu melihat fakta di Tenggulun ini. Saya katakan setiap orang punya hati dan sepanjang kita mampu menyentuhnya, mereka pasti mau kembali,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, MH usai mendampingi kunjungan delegasi Jepang, dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (8/3/2018).
Suhardi mengungkapkan, delegasi Jepang mengaku tidak pernah membayangkan cara-cara lunak seperti ini sebelumnya dalam menangani terorisme. Dari segi kuantitas, sambung dia, gangguan terorisme di Jepang kecil sekali.
Dia mencontohkan beberapa waktu lalu Jepang menghukum mati 13 teroris karena teror gas sarin di stasiun kereta api. Menurut dia, bentuk terorisme seperti itu yang banyak terjadi di Jepang.
Menurut Suhardi, Jepang benar-benar ingin belajar banyak dalam penanganan terorisme, khususnya soft power approach dari Indonesia. Bahkan delegasi Jepang tidak berhenti di Tenggulun saja, tim mereka juga akan berkunjung ke tempat lain untuk melihat langsung upaya-upaya lunak yang dilakukan BNPT dalam merangkul mantan teroris.
Dia menjelaskan, ketertarikan Jepang berawal dari kunjungannya ke negara tersebut waktu lalu. Saat itu, mereka menyatakan ingin mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya terkait penanganan mantan teroris dengan soft power approach dan ingin mengenal bentuk terorisme di Indonesia serta cara mengatasinya.
“Kami jelaskan bahwa inilah yang dikerjakan BNPT membuat balance antara hard power approach dan soft power approach. Soft power approach inilah yang kita kembangkan. Mereka ingin melihat yang sudah didengar dan melihat langsung serta ingin komunikasi langsung dengan pelakunya Ali Fauzi, teman-temannya, dan keluarganya. Intinya mereka ingin lihat secara riil yang telah kami kerjakan. Jadi tidak hanya tataran konsep saja, tapi juga implementasinya,” tuturnya.
Tidak hanya delegasi Jepang, sebelumnya ada beberapa perwakilan negara lain yang ingin belajar soft power approach ke Indonesia.
Sebelumnya Menlu Belanda juga datang ke Tenggulan dan Badan Anti Teror Belanda mengunjungi Pondok Pesantren Al Hidayah pimpinan mantan teroris Khairul Ghazali di Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Wakil Presiden Badan Antiteror Jerman juga di Sei Mencirim. Bahkan delegasi Amerika Serikat juga pernah hadir dan melihat langsung upaya kontra radikalisasi dan deradikalisasi yang dilakukan BNPT. Rencananya masih ada beberapa negara lain yang ingin datang lagi untuk melihat langsung cara penanganan terorisme di Indonesia.
“Setiap saya di undang ke forum internasional, selalu ada negara yang meminta untuk datang, termasuk saat saya memberikan paparan penanganan terorisme di Indonesia dalam sidang PBB di New York. Saat itu, Sekjen PBB Antonio Guterres juga menyatakan ingin melihat contoh ini sebagai masukan untuk menciptakan perdamaian di dunia,” ungkap Suhardi.
Ketertarikan itu ditunjukkan Jepang dengan mengirimkan delegasinya ke Yayasan Lingkar Perdamaian di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa 31 Juli 2018.
Mereka terharu bisa melihat langsung puluhan mantan teroris yang justru saat ini menggangungkan perdamaian.
“Mereka sangat antusias bahkan terharu melihat fakta di Tenggulun ini. Saya katakan setiap orang punya hati dan sepanjang kita mampu menyentuhnya, mereka pasti mau kembali,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, MH usai mendampingi kunjungan delegasi Jepang, dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (8/3/2018).
Suhardi mengungkapkan, delegasi Jepang mengaku tidak pernah membayangkan cara-cara lunak seperti ini sebelumnya dalam menangani terorisme. Dari segi kuantitas, sambung dia, gangguan terorisme di Jepang kecil sekali.
Dia mencontohkan beberapa waktu lalu Jepang menghukum mati 13 teroris karena teror gas sarin di stasiun kereta api. Menurut dia, bentuk terorisme seperti itu yang banyak terjadi di Jepang.
Menurut Suhardi, Jepang benar-benar ingin belajar banyak dalam penanganan terorisme, khususnya soft power approach dari Indonesia. Bahkan delegasi Jepang tidak berhenti di Tenggulun saja, tim mereka juga akan berkunjung ke tempat lain untuk melihat langsung upaya-upaya lunak yang dilakukan BNPT dalam merangkul mantan teroris.
Dia menjelaskan, ketertarikan Jepang berawal dari kunjungannya ke negara tersebut waktu lalu. Saat itu, mereka menyatakan ingin mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya terkait penanganan mantan teroris dengan soft power approach dan ingin mengenal bentuk terorisme di Indonesia serta cara mengatasinya.
“Kami jelaskan bahwa inilah yang dikerjakan BNPT membuat balance antara hard power approach dan soft power approach. Soft power approach inilah yang kita kembangkan. Mereka ingin melihat yang sudah didengar dan melihat langsung serta ingin komunikasi langsung dengan pelakunya Ali Fauzi, teman-temannya, dan keluarganya. Intinya mereka ingin lihat secara riil yang telah kami kerjakan. Jadi tidak hanya tataran konsep saja, tapi juga implementasinya,” tuturnya.
Tidak hanya delegasi Jepang, sebelumnya ada beberapa perwakilan negara lain yang ingin belajar soft power approach ke Indonesia.
Sebelumnya Menlu Belanda juga datang ke Tenggulan dan Badan Anti Teror Belanda mengunjungi Pondok Pesantren Al Hidayah pimpinan mantan teroris Khairul Ghazali di Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Wakil Presiden Badan Antiteror Jerman juga di Sei Mencirim. Bahkan delegasi Amerika Serikat juga pernah hadir dan melihat langsung upaya kontra radikalisasi dan deradikalisasi yang dilakukan BNPT. Rencananya masih ada beberapa negara lain yang ingin datang lagi untuk melihat langsung cara penanganan terorisme di Indonesia.
“Setiap saya di undang ke forum internasional, selalu ada negara yang meminta untuk datang, termasuk saat saya memberikan paparan penanganan terorisme di Indonesia dalam sidang PBB di New York. Saat itu, Sekjen PBB Antonio Guterres juga menyatakan ingin melihat contoh ini sebagai masukan untuk menciptakan perdamaian di dunia,” ungkap Suhardi.
(dam)