KPK Tengah Mengkaji Pidana Korporasi Kasus Suap PLTU Riau 1

Kamis, 02 Agustus 2018 - 22:26 WIB
KPK Tengah Mengkaji...
KPK Tengah Mengkaji Pidana Korporasi Kasus Suap PLTU Riau 1
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengkaji penerapan pidana korporasi dalam kasus dugaan suap ‎kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.‎

Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, penanganan kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 atau PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 megawatt di Provinsi Riau tak hanya sekadar dugaan keterlibatan orang per orang.

Kata Laode, KPK memang menemukan adanya dugaan kesepakatan kontrak kerja sama tersebut untuk kepentingan perusahaan. Karenanya KPK saat ini sedang mengkaji upaya penerapan pidana terhadap korporasi.

"‎Ya kita lihat mana yang paling dominan dalam kasus itu. Kalau ternyata orang dan korporasi
yang paling dominan, maka akan dikenakan dua-duanya baik orang maupun korporasinya," tegas Syarif, di Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Proyek pembangunan PLTU Riau-1 digarap konsorsium BlackGold Natural Resources Limited melalui mekanisme penunjukan langsung oleh PT PLN (persero).

Kon‎sorsium BlackGold Natural Resources Limited terdiri atas BlackGold Natural Resources Limited sebagai leader dengan anggota PT Pembangkitan Jawa Bali (anak perusahaan PT PLN, persero), PT PLN Batubara (anak perusahaan PT PLN, persero), dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC).

Sebelum kontrak dilakukan, BlackGold Natural Resources Limited lebih dulu menerima Letter of
Intent (LOI) dari PT PLN (persero) pada Januari 2018. Untuk pasokan batubara PLTU Riau-1,
BlackGold Natural Resources Limited melalui anak perusahaannya yakni PT Samantakan Batubara mengalokasikan 3,5 juta ton batubara.

Dalam kasus dugaan suap ini KPK sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya yakni tersangka pemberi suap Rp4,8 miliar pemilik saham BlackGold Natural Resources Limited
Johannes Budisutrisno Kotjo dan tersangka penerima suap Wakil Ketua Komisi VII DPR dari
Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.‎

Syarif melanjutkan, konteks penerapan pidana korporasi akan dilihat bagaimana mekanisme
pengambilan kebijakan dan keputusan direksi. Untuk penerapan pidana korporasi terkait kasus
korupsi sudah tertuang dalam Pasal 20 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Mekanisme penerapannya sudah dijabarkan secara rinci dan detil dalamm Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Meski begitu Syarif belum mau berandai-andai korporasi mana yang bisa menjadi tersangka dalam kasus ini.

"Kalau memang ini (dugaan pemberian suap) adalah kebijakan perusahaan maka perusahaan akan diselidiki," ujarnya.

‎Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini mengakui dalam kasus ini penyidik sudah memeriksa beberapa saksi penting.

Di antaranya Direktur Utama PT PLN (persero) Sofyan Basir dan mantan Sekretaris
Jenderal DPP Partai Golkar yang kini menjadi Menteri Sosial Idrus Marham.

Syarif menggariskan, pemeriksaan Sofyan dan Idrus dilakukan karena penyidik menganggap
keduanya mengetahui kasus dugaan suap ini. Selain itu, ada beberapa hal yang didalami
termasuk dugaan peran dan dugaan keterlibatan keduanya.

"Peran (Sofyan dan Idrus) kan nggak bisa saya jelaskan, kan materi penyidikan. Ya pertemuan-
pertemuan itu juga saya nggak bisa jelasin," ucapnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sejumlah bukti yang sudah disita penyidik saat
penggeledahan beberapa waktu lalu telah memperkuat dugaan terjadinya transaksi suap dan
pertemuan sehubungan dengan kasus ini.

Baik bukti berupa transaksi keuangan, dokumen, alat komunikasi berupa telepon seluler maupun Closed Circuit Television (CCTV). Untuk bukti CCTV sudah disita dari rumah Sofyan Basir dan kantor PT PLN (persero).

"Dari bukti-bukti yang ditemukan tersebut, pasti KPK terus mendalami siapa saja pihak-pihak
yang terkait dalam kasus ini selain tersangka yang sudah kami umumkan pada publik. Proses ini akan terus berjalan untuk menemukan bukti-bukti dan bila ada petunjuk lain, maka akan
dikembangkan (untuk penetapan tersangka lain)," tegas Febri di Gedung KPK.

Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menuturkan, secara khusus untuk Idrus Marham memang ada beberapa pertemuan yang dihadiri dan dilakukan Idrus dengan beberapa pihak termasuk dengan Sofyan Basir, Johannes Budisutrisno Kotjo, dan Eni Maulani Saragih.‎

Sebagian pertemuan dan pembicaraan terkait proyek PLTU Riau-1 sudah didalami dalam dua kali pemeriksaan Idrus. "Kami mendalami hal itu. KPK juga terus memastikan itu semuanya bisa terklarifikasi terjadi," ucapnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1409 seconds (0.1#10.140)