Permintaan Perlindungan Hukum Boyamin ke Polri Dikritisi
A
A
A
JAKARTA - Tim kuasa hukum Tomy Winata menyatakan tidak benar, jika di antara Hartono Karjadi dengan Tomy Winata tidak ada hubungan hukum.
"Karena kedudukan Tomy Winata sebagai pemegang piutang menggantikan kedudukan Bank CCB, jelas memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi," kata Desrizal, anggota tim kuasa hukum Tomy Winata kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Hartono dalam hal ini adalah pihak yang menggadaikan saham untuk jaminan pelunasan hutang PT Geria Wijaya Prestige (PT GWP) kepada para kreditur yang salah satunya saat ini adalah Tomy Winata, namun oleh Hartono saham yang masih keadaan digadaikan tersebut dialihkan oleh Hartono Karjadi.
"Jika sebelum peralihan piutang yang memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi, sebagai pihak yang memberikan gadai saham adalah Bank CCB, maka setelah piutang dialihkan yang memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi adalah Tomy Winata," jelas Desrizal.
Pernyataan Desrizal tersebut menanggapi statement Boyamin Saiman, di beberapa media massa tentang Laporan Polisi atas nama kliennya Tomy Winata di Polda Bali. Dalam kasus hukum di Bali, Boyamin Saiman adalah Penasihat Hukum dari Hartono Karjadi.
Desrizal menegaskan tidak benar objek pengalihan (cessie) atau piutang masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi No. LP/984/IX/2016 tertanggal 21 September 2016 (LP Bareskrim).
"Yang menjadi objek dari LP Bareskrim adalah dugaan penggelapan sertifikat jaminan hutang PT GWP yang dilakukan oleh Tohir Sutanto (eks Direktur Bank Multicor, sekarang Bank CCB) dan Priska M Cahya (pegawai Bank Danamon), bukan penggelapan piutang (cessie)," paparnya
Dia juga menyampaikan tidak benar jika semua piutang atas nama PT GWP telah dijual oleh BPPN kepada PT MAS, karena berdasarkan putusan Pengadilan atas gugatan yang diajukan oleh Bank Agris (sebelumnya bernama Bank Finconesia) pada 2011 dan gugatan yang diajukan oleh Gaston Invesment Limited (piutang sebelumnya berasal dari Bank Arta Niaga Kencana) pada 2013, diputuskan oleh pengadilan bahwa PT GWP dihukum untuk membayar hutang kepada Bank dan Gaston.
"Pengakuan bahwa semua piutang telah dibeli Fireworks sama dengan mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tegasnya.
Selain itu, Desrizal menambahkan Tim Pemberesan BPPN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden menyampaikan bahwa piutang yang dialihkan oleh BPPN kepada PT MAS atau Fireworks hanyalah piutang atas nama Bank Rama, Bank Dharmala dan Bank PDFCI.
Dia melanjutkan tidak ada yang aneh terkait dengan Laporan Polisi yang diajukan oleh Tomy Winata, karena tindak pidana yang dilaporkan oleh Tomy Winata bukan delik aduan tetapi delik biasa yang tidak mensyaratkan pihak yang berkepentingan langsung (korban) yang harus menjadi pelapornya.
"Hal terpenting dari pelaporan tersebut adalah tentang kebenaran dari peristiwa yang dilaporkan, yang dalam hal ini berdasarkan bukti-bukti yang ada jelas telah terjadi tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Harjanto Karjadi yang merugikan Tomy Winata."
Desrizal menerangkan sejak proses pelaporan sampai dengan ditetapkannya Harjanto Karjadi sebagai tersangka telah dilakukan penyidik dengan mengikuti prosedur yang ditentukan.
"Yaitu didahului dengan proses penyelidikan yang untuk itu Tomy Winata telah memberikan keterangan di Polda Bali," ungkapnya.
Dibeberkan Desrizal, berdasarkan hasil gelar perkara, proses penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan, untuk itu Tomy Winata kembali dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan di Polda Bali.
"Setelah diproses hampir 5 bulan dan berdasarkan keterangan beberapa orang saksi, ahli-ahli hukum dan bukti-bukti-bukti tulisan barulah Hartono Karjadi ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga permohonan perlindungan hukum tersebut tidak patut untuk dikabulkan," terangnya.
Menurut dia, sebagai seorang advokat dirinya mengkritisi tindakan yang dilakukan oleh Boyamin. Pada LP Polda Bali, sebagai advokat yang bernaung di bawah Boyamin Saiman Law Firm, Boyamin menjadi Penasihat Hukum Hartono Karjadi, adalah pemegang saham di PT GWP yang merupakan debitur dari Fireworks dan Tomy Winata serta yang lainnya (membela debitur).
"Sementara itu pada LP Bareskrim, dalam kedudukannya mewakili MAKI, Boyamin berposisi membela kreditur Fireworks," tuturnya.
Sebelumnya, Boyamin selaku Penasehat Hukum Hartono Karjadi menyatakan Tomy Winata dengan Hartono Karjadi tidak memiliki hubungan hukum.
Lalu, objek pengalihan (cessie) masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi No. LP/984/IX/2016 tertanggal 21 September 2016 dengan dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud pasal 372 KUHP.
Disampaikan pula oleh Boyamin, seluruh piutang berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8 Tahun 1995 telah dijual melalui Program Penjualan Aset Kredit PPAK IV pada tahun 2004 oleh BPPN kepada PT. Milenium Atlantic Securities (MAS).
"Klaim kerugian sebesar USD 20 juta sesuatu yang aneh, karena pembelian piutang terjadi pada 12 Februari 2018 sementara pengalihan saham terjadi 14 November 2011 dimana saat itu pelapor belum mempunyai kewenangan," kata Boyamin.
"Karena kedudukan Tomy Winata sebagai pemegang piutang menggantikan kedudukan Bank CCB, jelas memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi," kata Desrizal, anggota tim kuasa hukum Tomy Winata kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Hartono dalam hal ini adalah pihak yang menggadaikan saham untuk jaminan pelunasan hutang PT Geria Wijaya Prestige (PT GWP) kepada para kreditur yang salah satunya saat ini adalah Tomy Winata, namun oleh Hartono saham yang masih keadaan digadaikan tersebut dialihkan oleh Hartono Karjadi.
"Jika sebelum peralihan piutang yang memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi, sebagai pihak yang memberikan gadai saham adalah Bank CCB, maka setelah piutang dialihkan yang memiliki hubungan hukum dengan Hartono Karjadi adalah Tomy Winata," jelas Desrizal.
Pernyataan Desrizal tersebut menanggapi statement Boyamin Saiman, di beberapa media massa tentang Laporan Polisi atas nama kliennya Tomy Winata di Polda Bali. Dalam kasus hukum di Bali, Boyamin Saiman adalah Penasihat Hukum dari Hartono Karjadi.
Desrizal menegaskan tidak benar objek pengalihan (cessie) atau piutang masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi No. LP/984/IX/2016 tertanggal 21 September 2016 (LP Bareskrim).
"Yang menjadi objek dari LP Bareskrim adalah dugaan penggelapan sertifikat jaminan hutang PT GWP yang dilakukan oleh Tohir Sutanto (eks Direktur Bank Multicor, sekarang Bank CCB) dan Priska M Cahya (pegawai Bank Danamon), bukan penggelapan piutang (cessie)," paparnya
Dia juga menyampaikan tidak benar jika semua piutang atas nama PT GWP telah dijual oleh BPPN kepada PT MAS, karena berdasarkan putusan Pengadilan atas gugatan yang diajukan oleh Bank Agris (sebelumnya bernama Bank Finconesia) pada 2011 dan gugatan yang diajukan oleh Gaston Invesment Limited (piutang sebelumnya berasal dari Bank Arta Niaga Kencana) pada 2013, diputuskan oleh pengadilan bahwa PT GWP dihukum untuk membayar hutang kepada Bank dan Gaston.
"Pengakuan bahwa semua piutang telah dibeli Fireworks sama dengan mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tegasnya.
Selain itu, Desrizal menambahkan Tim Pemberesan BPPN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden menyampaikan bahwa piutang yang dialihkan oleh BPPN kepada PT MAS atau Fireworks hanyalah piutang atas nama Bank Rama, Bank Dharmala dan Bank PDFCI.
Dia melanjutkan tidak ada yang aneh terkait dengan Laporan Polisi yang diajukan oleh Tomy Winata, karena tindak pidana yang dilaporkan oleh Tomy Winata bukan delik aduan tetapi delik biasa yang tidak mensyaratkan pihak yang berkepentingan langsung (korban) yang harus menjadi pelapornya.
"Hal terpenting dari pelaporan tersebut adalah tentang kebenaran dari peristiwa yang dilaporkan, yang dalam hal ini berdasarkan bukti-bukti yang ada jelas telah terjadi tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Harjanto Karjadi yang merugikan Tomy Winata."
Desrizal menerangkan sejak proses pelaporan sampai dengan ditetapkannya Harjanto Karjadi sebagai tersangka telah dilakukan penyidik dengan mengikuti prosedur yang ditentukan.
"Yaitu didahului dengan proses penyelidikan yang untuk itu Tomy Winata telah memberikan keterangan di Polda Bali," ungkapnya.
Dibeberkan Desrizal, berdasarkan hasil gelar perkara, proses penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan, untuk itu Tomy Winata kembali dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan di Polda Bali.
"Setelah diproses hampir 5 bulan dan berdasarkan keterangan beberapa orang saksi, ahli-ahli hukum dan bukti-bukti-bukti tulisan barulah Hartono Karjadi ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga permohonan perlindungan hukum tersebut tidak patut untuk dikabulkan," terangnya.
Menurut dia, sebagai seorang advokat dirinya mengkritisi tindakan yang dilakukan oleh Boyamin. Pada LP Polda Bali, sebagai advokat yang bernaung di bawah Boyamin Saiman Law Firm, Boyamin menjadi Penasihat Hukum Hartono Karjadi, adalah pemegang saham di PT GWP yang merupakan debitur dari Fireworks dan Tomy Winata serta yang lainnya (membela debitur).
"Sementara itu pada LP Bareskrim, dalam kedudukannya mewakili MAKI, Boyamin berposisi membela kreditur Fireworks," tuturnya.
Sebelumnya, Boyamin selaku Penasehat Hukum Hartono Karjadi menyatakan Tomy Winata dengan Hartono Karjadi tidak memiliki hubungan hukum.
Lalu, objek pengalihan (cessie) masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi No. LP/984/IX/2016 tertanggal 21 September 2016 dengan dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud pasal 372 KUHP.
Disampaikan pula oleh Boyamin, seluruh piutang berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8 Tahun 1995 telah dijual melalui Program Penjualan Aset Kredit PPAK IV pada tahun 2004 oleh BPPN kepada PT. Milenium Atlantic Securities (MAS).
"Klaim kerugian sebesar USD 20 juta sesuatu yang aneh, karena pembelian piutang terjadi pada 12 Februari 2018 sementara pengalihan saham terjadi 14 November 2011 dimana saat itu pelapor belum mempunyai kewenangan," kata Boyamin.
(maf)