Menakar Kedigdayaan Inovasi Perusahaan

Senin, 30 Juli 2018 - 14:08 WIB
Menakar Kedigdayaan Inovasi Perusahaan
Menakar Kedigdayaan Inovasi Perusahaan
A A A
Dr Wahyu T Setyobudi
Ketua RC-CCH, PPM School of Management

SUPERHERO melesat membelah langit, menyeruak di antara galaksi, membesar setinggi Jembatan Golden Bridge hingga mengecil sampai dengan ukuran nano adalah hal biasa.

Di layar kaca masa kini pembatas karya hanyalah imajinasi. Apa yang terbayang oleh imajinasi bisa diwujudkan oleh kanvas-kanvas elektronik tersebut. Zaman saya kecil dulu, Superman terbang melalui kabel dan jubahnya berkibar disembur kipas angin berukuran besar. Karena teknologi masih sederhana, banyak skenario yang diubah demi feasibility layaknya arsitek yang dipaksa mengubah desain gedung karena kendala teknis pembangunan.

Salah satu produser film super hero terbesar di dunia adalah Marvel Studio. Dalam kurun waktu 10 tahun perusahaan ini telah merilis tak kurang dari 20 film dengan total nilai Rp158 triliun. Jumlah yang fantastis.

Setelah mengalami masa paceklik pada sekitar 1999-an, ketika mereka terpaksa melego salah satu karakter andalan, Spiderman, perusahaan ini menjelma menjadi perusahaan kreatif raksasa yang bisa dikatakan terbaik saat ini. Bukan hanya memproduksi superhero yang telah melegenda kepopulerannya, Marvel justru mampu mengangkat karakter yang kinerja komiknya medioker menjadi idola masa kini.

Inovasi karakters eperti tak habis-habisnya diproduk si Marvel. Seperti inilah gambaran dari perusahaan yang digdaya inovasi. Ide-ide segar yang bernilai tumbuh terus-menerus, berkelanjutan.

Di era yang penuh kejutan seperti belakangan ini, inovasi menjadi kunci keberlangsungan hidup perusahaan. Kita mengamati perusahaan-perusahaan raksasa rontok di gulung ombak zaman. Kecepatan perkembangan teknologi digital yang melesat eksponensial telah meninggalkan korban perusahaan yang tidak mampu menanggapinya dengan inovasi.

Banyak ahli menghubungkan nya dengan teori klasik Darwin tentang survival of the fittest, hanya perusahaan yang mampu bertransformasi akan bertahan. Inovasi dalam perusahaan harus dibangun secara sistemik. Perlu usaha khusus yang maksimal untuk menjamin keberlangsungan inovasi yang dimunculkan.

Seperti sebuah grup musik yang mampu menggetarkan jagat musik dengan satu single yang meledak, tetapi setelah itu layu tak dikenal lagi. Perusahaan dapat muncul dengan beberapa inovasi andalan, tetapi itu tidak menjamin keberlanjutannya. Kita tidak menginginkan hal ini.

Inovasi berkelanjutan yang kita mau, yakni inovasi yang muncul tidak bergantung kepada seseorang, tidak bergantung pada suatu unit tertentu, tetapi muncul karena sistem yang dibangun secara rapi dan terstruktur. Untuk membangun keberlanjutan tersebut, paling tidak ada tiga hal penting yang harus mejadi per hatian para eksekutif.

Pertama, landasan inovasi. Seperti sebuah biji yang jatuh di tanah subur, inovasi memerlukan media yang sesuai. Media tersebut adalah manusia dan budaya. Dua faktor yang bersahabat erat. Dalam aspek manusia, karyawan di organisasi dituntut untuk memiliki mindset inovasi.

Mindset ini memercayai bahwa tidak ada yang tidak bisa diperbaiki diorganisasi. Semua kesulitan, inefisiensi, dan konstrain adalah tantangan yang harus dikalahkan. Dengan demikian pikiran manusia tidak terpenjara dengan batasan-batasan, tetapi bebas untuk selalu mencari proses dan produk terbaik.

Untuk mendapatkan manusia-manusia inovatif ini perusahaan perlu memiliki policy khusus, misalkan memasukkan kemampuan inovasi dalam kompetensi wajib ketika rekrutmen. Ketika perusahaan dipenuhi dengan manusia inovatif yang saling berhubungan dan membangun norma-norma,di sanalah terbentuk budaya inovasi.

Faktor berikutnya yang harus diperhatikan adalah bahan bakar dari inovasi. Struktur organisasi dalam perusahaan misalnya harus dibuat cukup ramping sehingga ide-ide yang muncul tidak layu sebelum berkembang.

Birokrasi secara umum adalah predator alamiah dari ide. Structure follow strategy, demikian aturan sederhana manajemen, sehingga bila Anda memprioritaskan munculnya inovasi, struktur organisasi harus disesuaikan.

Sumber daya lainnya yang diperlukan adalah manajemen pengetahuan. Tidak dapat dimungkiri, harta terbesar perusahaan bukanlah aset-aset keras, tetapi akumulasi pengetahuan dari karyawannya. Sayangnya bagai mutiara terendam lumpur, hanya sedikit perusahaan yang mampu melihat betapa bernilainya aset pengetahuan itu.

Pengelolaan atas pengetahuan tacit dan explicit yang dimiliki serta interaksi antar pengetahuan ini dapat menghasilkan ide-ide segar yang dahsyat dampaknya. Pengelolaan inovasi menjadi dimensi ketiga yang perlu dibangun oleh perusahaan.

Setiap inovasi muncul melalui siklus ide, pengembangan, prototyping, tes, dan komersialisasi. Setiap tahap tersebut sebaiknya diukur sehingga dapat diamati progresnya. Selain itu pengukuran dapat menghasilkan pandangan mendalam mengenai hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki serta strategi apa yang paling jitu untuk menghasilkan inovasi yang berkelanjutan.

Sepanjang pengamatan saya, baru sedikit sekali perusahaan di Indonesia yang memiliki sistem inovasi yang digdaya, mampu menghasilkan inovasi berkelanjutan. Sebagian besar masih bersifat inovasi sporadis yang muncul lebih bersifat kebetulan. Oleh karenanya perlu usaha yang lebih keras dari para eksekutif untuk memacu mesin inovasi agar mampu memompa darah baru bagi perusahaan sebagai modal berkompetisi di era turbulensi dan disruptif ini.

Yang terakhir, percepatan inovasi tampaknya tidak dapat dilakukan sendiri. Kolaborasi menjadi salah satu titik ungkit bagi perusahaan untuk melesatkan inovasi. Kolaborasi dengan supplier, dengan pelanggan, dengan pemerintah, asosiasi, bahkan dengan pesaing. Berdaya dengan kolaborasi, unggul dengan inovasi.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8394 seconds (0.1#10.140)