Boyamin Minta Perlindungan Kapolri Terkait Kasusnya
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha Hartono Karjadi melalui kuasa hukumnya Boyamin Saiman Lawfirm mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian atas laporan polisi yang dilayangkan pengusaha Tomy Winata.
Hartono Karjadi dipolisikan Tomy Winata ke Polda Bali melalui kuasa Desrizal Caniago dengan nomor laporan LP/74/II/2018/SKPT, tanggal 27 Februari 2018 di Polda Bali.
Tomy Winata menuding Hartono Karjadi memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan/atau penggelapan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan/atau 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4, dan Pasal 5 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penasihat hukum Hartono Karjadi, Boyamin Saiman menilai ada sejumlah kejanggalan atas laporan yang dilayangkan Tomy Winata terhadap kliennya mulai dari aspek formal maupun material.
Padahal menurut Boyamin, pada 12 Februari 2018 Tomy Winata telah menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) antara PT China Construction Bank (CCB) Indonesia, Tbk, selaku penjual dengan Tomy Winata selaku pembeli.
"Cessie atau piutang yang dialihkan itu menurut pihak pelapor (Tomy Winata) adalah utang-piutang atas nama debitur PT GWP berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 Tahun 1995 yang dibuat di hadapan notaris Hendra Karjadi di Jakarta," tuturnya, Jumat (27/7/2018).
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu menjelaskan Tomy Winata sebagai pelapor tidak mempunya hubungan hukum dengan Hartono Karjadi selaku pemilik PT GWP.
Pada sisi lain, dia mengatakan objek pengalihan (cessie) pada saat ini masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/984/IX/2016/Bareskrim tertanggal 21 September 2016 atas nama pelapor Edy Nusantara selaku kuasa Fireworks Ventures Limited tentang dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP yang diduga telah dilakukan tersangka Priska M Cahya dan Tohir Sutanto.
Terkait laporan Edy Nusantara (Fireworks), penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri pada 15 Maret 2018 telah melakukan penggeledahan di Kantor Pusat Bank China Construction Bank Indonesia (CCB), Gedung Equity Tower, kawasan SCBD, Jakarta. Penyidik memastikan bahwa tiga sertifikat SHGB PT GWP berada di bank tersebut.
"Jadi seluruh piutang atas nama debitur PT GWP berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 Tahun 1995 itu telah dijual melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI pada 2004 oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) yang kemudian oleh PT MAS dialihkan kepada Fireworks Ventures Limited," katanya.
Sementara itu, perjanjian yang diklaim Tomy Winata terjadi pengalihan piutang atau hak tagih (cessie) tanggal 12 Februari 2018 ternyata hak kebendaannya berupa sertifikat PT GWP berada di Bank CCB, yang notabene masih menjadi objek sengketa pidana dan telah ada dua tersangka dalam perkara tersebut.
Boyamin juga mengungkapkan tanpa memeriksa saksi-saksi dan terlapor, penyidik Direktorart Reserse Kriminal Khusus Polda Bali telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.SIDIK/20/IV/2018/DIT RESKRIMSUS, tanggal 30 April 2018.
"Penerbitan Sprindik tersebut diduga tidak diikuti dengan adanya SPDP yang ditembuskan kepada terlapor sebagaimana disyaratkan dalam Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujarnya.
Terkait klaim Tomy Winata soal adanya kerugian sebesar US$20 juta karena adanya perbuatan pengalihan saham yang terjadi pada 14 November 2011, Boyamin menilai, hal ini merupakan sesuatu yang aneh.
Sesuai pengakuan pelapor di mana yang bersangkutan baru membeli piutang tersebut pada 12 Februari 2018, sehingga atas perbuatan hukum pengalihan saham yang terjadi pada 14 November 2011, pelapor belum mempunyai kewenangan apapun pada saat itu.
"Karena itu, kami memohon perlindungan hukum dari Bapak Kapolri, sehingga proses penegakan hukum yang dikawal kepolisian tetap menjunjung harkat dan martabat institusi Polri," kata Boyamin.
Dia juga mendesak Kapolri segera memerintahkan Bareskrim untuk mengambil alih penanganan perkara di Polda Bali tersebut agar bisa berjalan objektif.
Surat permohonan perlindungan hukum itu menurut Boyamin sudah ditembuskan ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Komisi III DPR, Pimpinan KPK, Ombudsman RI, Menteri Sekretaris Negara, Menko Polhukam, Kabareskrim Polri, Irwasum Polri, Ketua Kompolnas, dan Kapolda Bali.
"Sudah kami kirimkan ke semuanya permohonan perlindungan hukum itu," ujarnya.
Hartono Karjadi dipolisikan Tomy Winata ke Polda Bali melalui kuasa Desrizal Caniago dengan nomor laporan LP/74/II/2018/SKPT, tanggal 27 Februari 2018 di Polda Bali.
Tomy Winata menuding Hartono Karjadi memberikan keterangan palsu dalam akta otentik dan/atau penggelapan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan/atau 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4, dan Pasal 5 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penasihat hukum Hartono Karjadi, Boyamin Saiman menilai ada sejumlah kejanggalan atas laporan yang dilayangkan Tomy Winata terhadap kliennya mulai dari aspek formal maupun material.
Padahal menurut Boyamin, pada 12 Februari 2018 Tomy Winata telah menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) antara PT China Construction Bank (CCB) Indonesia, Tbk, selaku penjual dengan Tomy Winata selaku pembeli.
"Cessie atau piutang yang dialihkan itu menurut pihak pelapor (Tomy Winata) adalah utang-piutang atas nama debitur PT GWP berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 Tahun 1995 yang dibuat di hadapan notaris Hendra Karjadi di Jakarta," tuturnya, Jumat (27/7/2018).
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu menjelaskan Tomy Winata sebagai pelapor tidak mempunya hubungan hukum dengan Hartono Karjadi selaku pemilik PT GWP.
Pada sisi lain, dia mengatakan objek pengalihan (cessie) pada saat ini masih dalam sengketa berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/984/IX/2016/Bareskrim tertanggal 21 September 2016 atas nama pelapor Edy Nusantara selaku kuasa Fireworks Ventures Limited tentang dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP yang diduga telah dilakukan tersangka Priska M Cahya dan Tohir Sutanto.
Terkait laporan Edy Nusantara (Fireworks), penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri pada 15 Maret 2018 telah melakukan penggeledahan di Kantor Pusat Bank China Construction Bank Indonesia (CCB), Gedung Equity Tower, kawasan SCBD, Jakarta. Penyidik memastikan bahwa tiga sertifikat SHGB PT GWP berada di bank tersebut.
"Jadi seluruh piutang atas nama debitur PT GWP berdasarkan Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 Tahun 1995 itu telah dijual melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI pada 2004 oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada PT Millenium Atlantic Securities (MAS) yang kemudian oleh PT MAS dialihkan kepada Fireworks Ventures Limited," katanya.
Sementara itu, perjanjian yang diklaim Tomy Winata terjadi pengalihan piutang atau hak tagih (cessie) tanggal 12 Februari 2018 ternyata hak kebendaannya berupa sertifikat PT GWP berada di Bank CCB, yang notabene masih menjadi objek sengketa pidana dan telah ada dua tersangka dalam perkara tersebut.
Boyamin juga mengungkapkan tanpa memeriksa saksi-saksi dan terlapor, penyidik Direktorart Reserse Kriminal Khusus Polda Bali telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.SIDIK/20/IV/2018/DIT RESKRIMSUS, tanggal 30 April 2018.
"Penerbitan Sprindik tersebut diduga tidak diikuti dengan adanya SPDP yang ditembuskan kepada terlapor sebagaimana disyaratkan dalam Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujarnya.
Terkait klaim Tomy Winata soal adanya kerugian sebesar US$20 juta karena adanya perbuatan pengalihan saham yang terjadi pada 14 November 2011, Boyamin menilai, hal ini merupakan sesuatu yang aneh.
Sesuai pengakuan pelapor di mana yang bersangkutan baru membeli piutang tersebut pada 12 Februari 2018, sehingga atas perbuatan hukum pengalihan saham yang terjadi pada 14 November 2011, pelapor belum mempunyai kewenangan apapun pada saat itu.
"Karena itu, kami memohon perlindungan hukum dari Bapak Kapolri, sehingga proses penegakan hukum yang dikawal kepolisian tetap menjunjung harkat dan martabat institusi Polri," kata Boyamin.
Dia juga mendesak Kapolri segera memerintahkan Bareskrim untuk mengambil alih penanganan perkara di Polda Bali tersebut agar bisa berjalan objektif.
Surat permohonan perlindungan hukum itu menurut Boyamin sudah ditembuskan ke Presiden RI, Ketua DPR RI, Komisi III DPR, Pimpinan KPK, Ombudsman RI, Menteri Sekretaris Negara, Menko Polhukam, Kabareskrim Polri, Irwasum Polri, Ketua Kompolnas, dan Kapolda Bali.
"Sudah kami kirimkan ke semuanya permohonan perlindungan hukum itu," ujarnya.
(maf)