Loyalis Anas Urbaningrum Nilai AHY Tak Bisa Mandiri Berpolitik
A
A
A
JAKARTA - Nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mulai digadang masuk bursa calon wakil presiden (Cawapres) di Pilpres 2019. Anggapan itu menguatkan setelah pertemuan yang digelar Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), beberapa waktu lalu.
Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma'mun Murod Al-Barbasy menilai, kemunculan nama AHY di kancah politik nasional tidak terlepas dari campur tangan sang ayah, SBY.
Ma'mun menilai, AHY adalah sosok yang patut diperhitungkan. Namun demikian selama ada SBY di belakangnya, AHY tidak akan menjadi sosok yang mandiri dalam politik.
"Dia akan bergantung terus pada Pak SBY," ujar Ma'mun Murad saat ditemui di Cikini, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Ma'mun yang juga aktivis Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) ini menilai, kemunculan AHY di kancah politik nasional sebagai bagian dari dinasti politik di Indonesia. Meski lahir di lingkaran elite politik, Ma'mun berpandangan dinasti politik harus dibangun secara rasional dan sehat.
Dalam konteks itu, loyalis Anas Urbaningrum ini menilai AHY lahir dalam iklim politik yang tidak sehat. Iklim politik yang tidak sehat yang dimaksud Ma'mun adalah sikap SBY yang tidak ingin kehilangan pengaruh di Partai Demokrat pasca lengsernya Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum beberapa waktu lalu.
"Idealnya SBY itu sudah selesai ketika dia menjabat sebagai presiden sebanyak dua kali. Tapi kan dia tidak melihat figur mana di Demokrat yang mungkin menggantikan setelah Anas digantikan," kata Ma'mun.
"Dia merasa kalau kemudian dimunculkan pemimpin secara demokratis, keluarga SBY maka kemudian akan lewat. AHY enggak mungkin bisa menjabat. Maka kemudian dipagari betul. Hampir pasti di kongres Demokrat yang akan datang AHY yang jadi ketua umum," imbuh Ma'mun.
Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma'mun Murod Al-Barbasy menilai, kemunculan nama AHY di kancah politik nasional tidak terlepas dari campur tangan sang ayah, SBY.
Ma'mun menilai, AHY adalah sosok yang patut diperhitungkan. Namun demikian selama ada SBY di belakangnya, AHY tidak akan menjadi sosok yang mandiri dalam politik.
"Dia akan bergantung terus pada Pak SBY," ujar Ma'mun Murad saat ditemui di Cikini, Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Ma'mun yang juga aktivis Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) ini menilai, kemunculan AHY di kancah politik nasional sebagai bagian dari dinasti politik di Indonesia. Meski lahir di lingkaran elite politik, Ma'mun berpandangan dinasti politik harus dibangun secara rasional dan sehat.
Dalam konteks itu, loyalis Anas Urbaningrum ini menilai AHY lahir dalam iklim politik yang tidak sehat. Iklim politik yang tidak sehat yang dimaksud Ma'mun adalah sikap SBY yang tidak ingin kehilangan pengaruh di Partai Demokrat pasca lengsernya Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum beberapa waktu lalu.
"Idealnya SBY itu sudah selesai ketika dia menjabat sebagai presiden sebanyak dua kali. Tapi kan dia tidak melihat figur mana di Demokrat yang mungkin menggantikan setelah Anas digantikan," kata Ma'mun.
"Dia merasa kalau kemudian dimunculkan pemimpin secara demokratis, keluarga SBY maka kemudian akan lewat. AHY enggak mungkin bisa menjabat. Maka kemudian dipagari betul. Hampir pasti di kongres Demokrat yang akan datang AHY yang jadi ketua umum," imbuh Ma'mun.
(kri)