Parpol Ngotot Calegkan Mantan Napi Korupsi, KPU Diminta Bertindak Tegas
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyesalkan sekaligus ironis adanya parpol yang mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal calon legislatif ke KPU.
"Padahal PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sudah tegas mengatur bahwa dalam pengajuan bacaleg, parpol tidak boleh menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi," tutur Titi saat dihubungi Sindonews, Jumat (20/7/2018).
Menurut Titi, aturan yang melarang napi korupsi ikut mendaftar juga telah disyaratkan kepada parpol dengan mengisi formulir B3 yang merupakan Pakta Integritas komitmen parpol untuk menaati Ketentuan tersebut.
Sehingga, kata Titi, jika masih ada parpol yang Sudah menandatangani formulir B3 sebagai syarat pengajuan caleg, namun tetap mengusung mantan terpidana korupsi maka, bisa dikatakan bahwa parpol tersebut telah memanipulasi aturan main dengan nekat menandatangani sesuatu yang sama sekali tidak mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya.
Titi berharap, fenomena munculnya parpol yang tetap mengusung mantan napi korupsi benar-benar menjadi evaluasi bagi pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada pemilu 2019. Selain itu KPU seharusnya bertindak tegas dan konsisten untuk melaksanakan dan menegakkan aturan main yang ada di dalam PKPU 20 tahun 2018.
"Tidak ada alasan bagi KPU untuk gentar mencoret caleg-caleg yang tidak sesuai dengan isi PKPU nomor 20 Tahun 2018," ujarnya.
Titi menilai, Parpol yang tetap memaksakan untuk mengusung mantan napi korupsi di pemilu 2019 bisa ditangkap publik sebagai perwujudan rendahnya komitmen parpol dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Parpol mestinya bisa ambil bagian terdepan dalam mewujudkan tata kelola negara yang bersih dan bebas korupsi dengan cara mengusung caleg-caleg yang merupakan kader terbaik partai dan bebas dari rekam jejak buruk, untuk menjadi anggota parlemen mewakili parpol," tandasnya.
"Padahal PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sudah tegas mengatur bahwa dalam pengajuan bacaleg, parpol tidak boleh menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi," tutur Titi saat dihubungi Sindonews, Jumat (20/7/2018).
Menurut Titi, aturan yang melarang napi korupsi ikut mendaftar juga telah disyaratkan kepada parpol dengan mengisi formulir B3 yang merupakan Pakta Integritas komitmen parpol untuk menaati Ketentuan tersebut.
Sehingga, kata Titi, jika masih ada parpol yang Sudah menandatangani formulir B3 sebagai syarat pengajuan caleg, namun tetap mengusung mantan terpidana korupsi maka, bisa dikatakan bahwa parpol tersebut telah memanipulasi aturan main dengan nekat menandatangani sesuatu yang sama sekali tidak mencerminkan kebenaran yang sesungguhnya.
Titi berharap, fenomena munculnya parpol yang tetap mengusung mantan napi korupsi benar-benar menjadi evaluasi bagi pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada pemilu 2019. Selain itu KPU seharusnya bertindak tegas dan konsisten untuk melaksanakan dan menegakkan aturan main yang ada di dalam PKPU 20 tahun 2018.
"Tidak ada alasan bagi KPU untuk gentar mencoret caleg-caleg yang tidak sesuai dengan isi PKPU nomor 20 Tahun 2018," ujarnya.
Titi menilai, Parpol yang tetap memaksakan untuk mengusung mantan napi korupsi di pemilu 2019 bisa ditangkap publik sebagai perwujudan rendahnya komitmen parpol dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Parpol mestinya bisa ambil bagian terdepan dalam mewujudkan tata kelola negara yang bersih dan bebas korupsi dengan cara mengusung caleg-caleg yang merupakan kader terbaik partai dan bebas dari rekam jejak buruk, untuk menjadi anggota parlemen mewakili parpol," tandasnya.
(vhs)