Indonesia Kuasai Freeport, Menteri LHK Yakin Lingkungan Terjaga
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui PT Inalum (Persero) resmi memiliki 51% saham PT Freeport Indonesia. Proses pengambilalihan mayoritas saham Freeport merupakan amanat Presiden Joko Widodo, dengan melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Melalui penguasaan saham mayoritas PTFI oleh Inalum, pemerintah mengharapkan kualitas pengelolaan lingkungan PTFI dapat terus ditingkatkan," tegas Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, Kamis 12 Juli 2018 sambil menambahkan pihaknya akan terus mengawal dan menjaga dari aspek lingkungan.
Menteri Siti mengatakan hal itu dalam acara penandatanganan pokok-pokok Kesepakatan Divestasi Saham atau Heads of Agreement (HoA) antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Freeport McMoran (FCX), PT Freeport Indonesia (PTFI), Rio Tinto Indonesian Holdings Limited, dan Rio Tinto Nominees Limited, di Jakarta.
Aspek lingkungan memang menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam menyelesaikan divestasi saham. Menteri Siti sejak awal telah menurunkan tim khusus mengawal kesepakatan bidang lingkungan dengan Freeport. Kepatuhan lingkungan menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi pihak perusahaan.
"Selain mengendalikan limbang tailing secara ramah lingkungan, PTFI agar dapat mencari terobosan untuk pemanfaatan limbah tailing sebagai bahan baku industri, sehingga tidak hanya bermanfaat bagi PTFI, tetapi juga bermanfaat bagi industri lainnya," tegas Menteri Siti.
Meski sempat berjalan alot, namun berbagai upaya Pemerintah melalui KLHK dan Freeport akhirnya telah menemukan titik kesepakatan bersama. "Kami meyakini bahwa PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar di dunia, akan mampu menjaga keberlanjutan penanganan lingkungan terdampak area tambang," tegas Menteri Siti.
HoA yang ditandatangani ini merupakan langkah maju dan setrategis mewujudkan kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah RI dan PTFI/FCX pada tanggal 27 Agustus 2017.
Adapun poin-poin penting dalam kesepakatan tersebut antara lain landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah Indonesia dengan para pihak bukan berupa Kontrak Karya, dan divestasi saham PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan Nasional Indonesia.
Wajib Bangun Smelter
Selain itu PTFI diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, Penerimaan Negara secara aggregate lebih besar dibanding melalui penerimaan melalui KK seperti selama ini, dan Perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041 akan diberikan setelah PTFI memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam IUPK OP.
Untuk mendukung divestasi saham, telah dilakukan penandatanganan perjanjian dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika pada tanggal 12 Januari 2018, dimana kedua Pemda secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PTFI sebesar 10 persen.
"Semoga dengan penandatanganan kesepakatan para pihak hari ini, dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dan yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia," tutup Menteri Siti.
"Melalui penguasaan saham mayoritas PTFI oleh Inalum, pemerintah mengharapkan kualitas pengelolaan lingkungan PTFI dapat terus ditingkatkan," tegas Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, Kamis 12 Juli 2018 sambil menambahkan pihaknya akan terus mengawal dan menjaga dari aspek lingkungan.
Menteri Siti mengatakan hal itu dalam acara penandatanganan pokok-pokok Kesepakatan Divestasi Saham atau Heads of Agreement (HoA) antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Freeport McMoran (FCX), PT Freeport Indonesia (PTFI), Rio Tinto Indonesian Holdings Limited, dan Rio Tinto Nominees Limited, di Jakarta.
Aspek lingkungan memang menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam menyelesaikan divestasi saham. Menteri Siti sejak awal telah menurunkan tim khusus mengawal kesepakatan bidang lingkungan dengan Freeport. Kepatuhan lingkungan menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi pihak perusahaan.
"Selain mengendalikan limbang tailing secara ramah lingkungan, PTFI agar dapat mencari terobosan untuk pemanfaatan limbah tailing sebagai bahan baku industri, sehingga tidak hanya bermanfaat bagi PTFI, tetapi juga bermanfaat bagi industri lainnya," tegas Menteri Siti.
Meski sempat berjalan alot, namun berbagai upaya Pemerintah melalui KLHK dan Freeport akhirnya telah menemukan titik kesepakatan bersama. "Kami meyakini bahwa PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar di dunia, akan mampu menjaga keberlanjutan penanganan lingkungan terdampak area tambang," tegas Menteri Siti.
HoA yang ditandatangani ini merupakan langkah maju dan setrategis mewujudkan kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah RI dan PTFI/FCX pada tanggal 27 Agustus 2017.
Adapun poin-poin penting dalam kesepakatan tersebut antara lain landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah Indonesia dengan para pihak bukan berupa Kontrak Karya, dan divestasi saham PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan Nasional Indonesia.
Wajib Bangun Smelter
Selain itu PTFI diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, Penerimaan Negara secara aggregate lebih besar dibanding melalui penerimaan melalui KK seperti selama ini, dan Perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041 akan diberikan setelah PTFI memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam IUPK OP.
Untuk mendukung divestasi saham, telah dilakukan penandatanganan perjanjian dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika pada tanggal 12 Januari 2018, dimana kedua Pemda secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PTFI sebesar 10 persen.
"Semoga dengan penandatanganan kesepakatan para pihak hari ini, dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dan yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia," tutup Menteri Siti.
(maf)