Kebijakan Soal THR dan Gaji ke-13 Diminta Tak Dipersoalkan
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah memberikan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil (PNS) dan pensiunan diminta tidak dipersoalkan. Sebab, Pemerintah daerah yang menyusun APBD sesuai pedoman dipastikan memiliki anggaran untuk membayar tunjangan hari raya aparatur sipil negara.
Karena, anggaran itu dialokasi dalam penyusunan APBD setiap tahun. "Saya meyakini sahabat-sahabat saya yang kini menjadi kepala daerah akan tetap mengikuti pedoman penyusunan APBD. Sahabat-sahabat saya yang masih memegang amanah sebagai kepala daerah, Insya Allah, memahami hal itu dan sanggup menyalurkan kebahagiaan kepada teman-teman ASN," kata Ketua DPP Hubungan Antar Daerah dan Otonomi Daerah Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo, Jumat (8/6/2018).
Dia menuturkan, dalam pedoman peyusunan APBD diamanatkan belanja gaji pegawai hingga 14 kali dalam setahun. Sehingga, dalam APBD ada alokasi untuk gaji setahun ditambah dua bulan. "Selama 18 tahun jadi bupati dan gubernur, saya mengikuti pedoman itu dan sampai sekarang belum ada perubahan. Jadi, sebenarnya soal THR ini sama sekali bukan hal baru," tuturnya.
Jika ada perbedaan, itu pun hanya pada istilah, yakni sebelumnya disebut gaji ke-14 dan sekarang disebut tunjangan hari raya (THR). Selain itu, kini ada tambahan selain gaji pokok yakni tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan keluarga, dan tunjangan kinerja.
"Tidak mengurangi belanja langsung karena hanya menggeser anggaran kas," ujar mantan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) itu.
Dirinya pun memberikan contoh di Sulawesi Selatan yang pernah dipimpinnya. Untuk membayar gaji ke-14 dialokasi Rp94 miliar, sementara kebutuhan untuk membayar THR dibutuhkan hingga Rp115 miliar.
Sedangkan untuk menutupi selisih Rp 11 miliar, maka dapat memanfaatkan acress yang diberikan ruang hingga 2,5 persen dan menggeser anggaran kas belanja pegawai. "Jadi, tidak ada pengaruh pada mata anggaran lainnya," ujarnya.
Maka itu, mempersoalkan kebijakan pemerintah itu dianggap seperti menunjukkan ketidaksenangan bila ada yang bahagia. "Salah satu tujuan dari pembayaran THR ini membahagiakan pekerja. ASN ini juga kan pekerja untuk negara. Kurang pas kalau negara mengamanatkan perusahaan swasta dan BUMN membayar THR, sementara para pekerja untuk negara, para ASN, malah tidak mendapat THR," katanya.
Dia pun melanjutkan, di bulan baik seperti Ramadhan ini seharusnya semakin banyak berbagi kebahagiaan dan kebaikan. Karena itu, dia mengajak semua pihak menahan diri dari berkomentar negatif terhadap pembayaran THR para ASN.
"Sayang puasa kalau jadinya malah iri dengan kebahagiaan orang lain. Seharusnya, kita ikut bahagia kalau ada saudara-saudara kita yang bahagia. Siapa tahu dengan mendapat THR, saudara-saudara kita para ASN semakin semangat sedekah, infaq, dan membayar zakat," imbuhnya.
Karena, anggaran itu dialokasi dalam penyusunan APBD setiap tahun. "Saya meyakini sahabat-sahabat saya yang kini menjadi kepala daerah akan tetap mengikuti pedoman penyusunan APBD. Sahabat-sahabat saya yang masih memegang amanah sebagai kepala daerah, Insya Allah, memahami hal itu dan sanggup menyalurkan kebahagiaan kepada teman-teman ASN," kata Ketua DPP Hubungan Antar Daerah dan Otonomi Daerah Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo, Jumat (8/6/2018).
Dia menuturkan, dalam pedoman peyusunan APBD diamanatkan belanja gaji pegawai hingga 14 kali dalam setahun. Sehingga, dalam APBD ada alokasi untuk gaji setahun ditambah dua bulan. "Selama 18 tahun jadi bupati dan gubernur, saya mengikuti pedoman itu dan sampai sekarang belum ada perubahan. Jadi, sebenarnya soal THR ini sama sekali bukan hal baru," tuturnya.
Jika ada perbedaan, itu pun hanya pada istilah, yakni sebelumnya disebut gaji ke-14 dan sekarang disebut tunjangan hari raya (THR). Selain itu, kini ada tambahan selain gaji pokok yakni tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan keluarga, dan tunjangan kinerja.
"Tidak mengurangi belanja langsung karena hanya menggeser anggaran kas," ujar mantan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) itu.
Dirinya pun memberikan contoh di Sulawesi Selatan yang pernah dipimpinnya. Untuk membayar gaji ke-14 dialokasi Rp94 miliar, sementara kebutuhan untuk membayar THR dibutuhkan hingga Rp115 miliar.
Sedangkan untuk menutupi selisih Rp 11 miliar, maka dapat memanfaatkan acress yang diberikan ruang hingga 2,5 persen dan menggeser anggaran kas belanja pegawai. "Jadi, tidak ada pengaruh pada mata anggaran lainnya," ujarnya.
Maka itu, mempersoalkan kebijakan pemerintah itu dianggap seperti menunjukkan ketidaksenangan bila ada yang bahagia. "Salah satu tujuan dari pembayaran THR ini membahagiakan pekerja. ASN ini juga kan pekerja untuk negara. Kurang pas kalau negara mengamanatkan perusahaan swasta dan BUMN membayar THR, sementara para pekerja untuk negara, para ASN, malah tidak mendapat THR," katanya.
Dia pun melanjutkan, di bulan baik seperti Ramadhan ini seharusnya semakin banyak berbagi kebahagiaan dan kebaikan. Karena itu, dia mengajak semua pihak menahan diri dari berkomentar negatif terhadap pembayaran THR para ASN.
"Sayang puasa kalau jadinya malah iri dengan kebahagiaan orang lain. Seharusnya, kita ikut bahagia kalau ada saudara-saudara kita yang bahagia. Siapa tahu dengan mendapat THR, saudara-saudara kita para ASN semakin semangat sedekah, infaq, dan membayar zakat," imbuhnya.
(pur)