Pantau Telepon dan Medsos Mahasiswa, Kemenristek Dinilai Reaksioner

Kamis, 07 Juni 2018 - 20:04 WIB
Pantau Telepon dan Medsos Mahasiswa, Kemenristek Dinilai Reaksioner
Pantau Telepon dan Medsos Mahasiswa, Kemenristek Dinilai Reaksioner
A A A
JAKARTA - Niat Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti) mendata nomor telepon seluler dan akun media sosial mahasiswa dan dosen terus menuai kritikan. Kali ini kritikan dari Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih.

Fikri menilai niat Kemenristek-dikti itu langkah reaksioner yang tidak perlu dilakukan. “Ada 7,5 juta mahasiswa, 300 ribu dosen dan 200 ribu tenaga kependidikan di seluruh Indonesia sehingga ada sekitar 8 juta yang mesti diawasi. Tentu berat sekali untuk mengawasi itu semua," kata Fikri dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Kamis (7/6/2018).

Padahal, lanjut dia, Kemenristekdikti masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait pendidikan tinggi di negeri ini. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berpendapat bahwa menanggulangi terorisme yang berkembang tidak dapat diselesaikan dengan langkah reaksioner tetapi harus dilakukan dengan pikiran panjang dan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.

“Terorisme, isme, itu kan paham. Terbentuk dari proses yang panjang sehingga kita juga perlu memahami penyelesaiannya juga merupakan proses yang panjang,” katanya.

Dirinya sepakat bahwa perlu dilakukan langkah yang sistematis dan menyentuh konsep pendidikan untuk menangkal terorisme. Sebab, pendidikan merupakan proses yang membentuk pengetahuan dan paham dalam diri seseorang.

Dirinya juga menekankan, perlunya grand design pendidikan yang memadai. “Kita selama ini tidak punya grand design, ganti pemerintahan, ganti kurikulum,” tuturnya.

Selain itu, dia juga menilai operasi yang dilakukan oleh para teroris selama ini bersifat silent sehingga perlu pemerintah hendaknya juga perlu mengantisipasinya dengan langkah silent, bukan dengan ekspos besar-besaran. “Jangan-jangan memang diekspos besar-besaran hanya untuk menunjukkan bahwa pemerintah bekerja,” ungkapnya.

Legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah IX ini merasa ekspos yang berlebihan, termasuk soal rilis daftar tujuh kampus negeri yang diduga terpapar radikalisme versi BNPT memberikan dampak negatif bagi pendidikan. “Selama ini kita sedang mendorong kampus-kampus tersebut menjadi World Class University (WCU). Rilis tersebut tentu memberikan citra negatif terhadap kampus dan dunia pendidikan kita. Ini kontraproduktif dan merugikan,” pungkasnya.

Adapun ketujuh kampus tersebut adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Brawijaya (Unibraw).
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9413 seconds (0.1#10.140)