Menag Limpahkan Kewenangan ke MUI
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya melimpahkan kewenangan mengenai rekomendasi dai atau mubalig kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Nantinya MUI bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di bawah koordinasinya akan memberikan panduan bagi masyarakat untuk memilih mubalig yang kompeten. Langkah tersebut diambil berdasarkan hasil rapat dengan Komisi VIII DPR dan banyaknya masukan dari berbagai kalangan kepada Kemenag.
“Jadi sekarang sepenuhnya sudah menjadi kewenangan MUI, tentu bersama ormas-ormas Islam untuk disikapi secara arif dan bijaksana seperti yang menjadi keputusan rapat kerja hari ini (kemarin),” tutur Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin seusai rapat dengan Komisi VIII DPR kemarin.
Apakah nantinya pendataan rekomendasi dai tersebut akan diteruskan atau tidak, hal ini sudah tidak lagi menjadi kewenangan Kemenag. “Sepenuhnya ke depan seperti apa itu berpulang ke ormas-ormas Islam di bawah naungan MUI untuk menyikapi itu. Jadi Kemenag sifatnya menyerahkan dan meneruskan daftar itu kepada MUI,” paparnya.
Karena itu, menurut Menag, masyarakat yang ingin mendapatkan daftar terbaru atau mengajukan usulan atas rekomendasi daftar dai berikutnya bisa mengajukan lewat ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah berkoordinasi dengan MUI.
“Kita sepenuhnya percaya penuh bahwa MUI itu tempatnya para ulama untuk menyikapi masalah itu,” katanya. Dalam rapat dengan DPR kemarin, Menag menjelaskan alasan pihaknya mengeluarkan daftar 200 penceramah yang belakangan menjadi polemik di masyarakat.
Menurutnya, Kemenag kerap kali mendapatkan permintaan rekomendasi dari sejumlah instansi seperti masjid yang ada di bawah lembaga maupun kementerian, termasuk permintaan dari sejumlah individu, atas daftar penceramah yang layak memberikan ceramah.
Namun belakangan sejak menjelang Ramadhan, permintaan tersebut semakin banyak sehingga untuk mempermudah masyarakat, pihaknya akhirnya mengeluarkan daftar 200 nama penceramah yang sifatnya sementara. Selanjutnya Kemenag meminta pandangan sejumlah ormas Islam dan tokoh agama hingga akhirnya muncul 200 nama penceramah yang direkomendasikan.
"Kemudian kami sampaikan dalam bentuk rilis yang sifatnya sementara dan ini tahap pertama. Jadi akan terus dilakukan updating seiring masukan dari sejumlah ormas Islam dan pihak-pihak lain,” sebutnya.
Ketika rilis tersebut dikeluarkan dan ternyata menimbulkan polemik, pihaknya langsung meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
“Kami menerima berbagai masukan dan kami sampaikan kepada MUI untuk mendalami,” ucapnya. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII kemarin, sejumlah anggota Komisi VIII memprotes keras keluarnya rekomendasi tersebut yang dinilai justru meresahkan masyarakat.
“Saya dapil Banten, isinya ulama semua. Kenapa ada rilis ini? Lebih baik dihentikan saja. Yang menyematkan sebutan ulama itu kan masyarakat,” kata anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto.
Protes juga disampaikan anggota Fraksi NasDem Chairul Muna. “Saya juga bingung nggak masuk rilis, padahal saya juga ulama di kampung halaman saya,” katanya. Komisi VII akhirnya menyetujui masalah rekomendasi mubalig ini diserahkan kepada ormas-ormas Islam bersama MUI.
“Kami minta Menag untuk menyerahkan daftar nama mubalig ini ke MUI dan ormas-ormas Islam untuk disikapi sesuai dengan kebutuhan secara arif dan bijaksana,” tutur Ketua Komisi VIII M Ali Taher. (Abdul Rochim)
Nantinya MUI bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di bawah koordinasinya akan memberikan panduan bagi masyarakat untuk memilih mubalig yang kompeten. Langkah tersebut diambil berdasarkan hasil rapat dengan Komisi VIII DPR dan banyaknya masukan dari berbagai kalangan kepada Kemenag.
“Jadi sekarang sepenuhnya sudah menjadi kewenangan MUI, tentu bersama ormas-ormas Islam untuk disikapi secara arif dan bijaksana seperti yang menjadi keputusan rapat kerja hari ini (kemarin),” tutur Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin seusai rapat dengan Komisi VIII DPR kemarin.
Apakah nantinya pendataan rekomendasi dai tersebut akan diteruskan atau tidak, hal ini sudah tidak lagi menjadi kewenangan Kemenag. “Sepenuhnya ke depan seperti apa itu berpulang ke ormas-ormas Islam di bawah naungan MUI untuk menyikapi itu. Jadi Kemenag sifatnya menyerahkan dan meneruskan daftar itu kepada MUI,” paparnya.
Karena itu, menurut Menag, masyarakat yang ingin mendapatkan daftar terbaru atau mengajukan usulan atas rekomendasi daftar dai berikutnya bisa mengajukan lewat ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah berkoordinasi dengan MUI.
“Kita sepenuhnya percaya penuh bahwa MUI itu tempatnya para ulama untuk menyikapi masalah itu,” katanya. Dalam rapat dengan DPR kemarin, Menag menjelaskan alasan pihaknya mengeluarkan daftar 200 penceramah yang belakangan menjadi polemik di masyarakat.
Menurutnya, Kemenag kerap kali mendapatkan permintaan rekomendasi dari sejumlah instansi seperti masjid yang ada di bawah lembaga maupun kementerian, termasuk permintaan dari sejumlah individu, atas daftar penceramah yang layak memberikan ceramah.
Namun belakangan sejak menjelang Ramadhan, permintaan tersebut semakin banyak sehingga untuk mempermudah masyarakat, pihaknya akhirnya mengeluarkan daftar 200 nama penceramah yang sifatnya sementara. Selanjutnya Kemenag meminta pandangan sejumlah ormas Islam dan tokoh agama hingga akhirnya muncul 200 nama penceramah yang direkomendasikan.
"Kemudian kami sampaikan dalam bentuk rilis yang sifatnya sementara dan ini tahap pertama. Jadi akan terus dilakukan updating seiring masukan dari sejumlah ormas Islam dan pihak-pihak lain,” sebutnya.
Ketika rilis tersebut dikeluarkan dan ternyata menimbulkan polemik, pihaknya langsung meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
“Kami menerima berbagai masukan dan kami sampaikan kepada MUI untuk mendalami,” ucapnya. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII kemarin, sejumlah anggota Komisi VIII memprotes keras keluarnya rekomendasi tersebut yang dinilai justru meresahkan masyarakat.
“Saya dapil Banten, isinya ulama semua. Kenapa ada rilis ini? Lebih baik dihentikan saja. Yang menyematkan sebutan ulama itu kan masyarakat,” kata anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto.
Protes juga disampaikan anggota Fraksi NasDem Chairul Muna. “Saya juga bingung nggak masuk rilis, padahal saya juga ulama di kampung halaman saya,” katanya. Komisi VII akhirnya menyetujui masalah rekomendasi mubalig ini diserahkan kepada ormas-ormas Islam bersama MUI.
“Kami minta Menag untuk menyerahkan daftar nama mubalig ini ke MUI dan ormas-ormas Islam untuk disikapi sesuai dengan kebutuhan secara arif dan bijaksana,” tutur Ketua Komisi VIII M Ali Taher. (Abdul Rochim)
(nfl)