Perlu Taktik Khusus Cegah Munculnya Aksi Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui aparat keamanan dinilai harus memiliki strategi khusus dalam mencegah terjadinya aksi terorisme.
Peneliti Kajian Strategis Intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib mengingatkan pemerintah untuk lebih memperhatikan sisi taktikal dalam mencegah terjadinya serangan terorisme.
Hal itu diungkapkan Ridwan menyikapi aksi terorisme yang terjadi di berbagai tempat di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
"Kita setiap hari memikirkan besok masuk kerja jam 9 pulang jam 4, tapi mereka setiap hari hanya memikirkan besok serangannya apa, tujuannya ke siapa dan bagaimana. Itu yang menjadi perhatian penting bagi kita," tutur Habib dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bertajuk Dinamika Ancaman Terorisme: Ideologi,Jejaring dan Strategi yang berlangsung di Gedung Pakarti Center, Jakarta (21/5/2018).
Selain dari sisi taktikal, kata dia, antisipasi aksi terorisme dari sisi sosial juga penting. Masyarakat seharusnya tidak menjauhi atau mengucilkan orang-orang yang dicurigai sebagai teroris.
"Ajak mereka berbicara, ajak mereka ikut kegiatan pengajian atau pun kegiatan di lingkungan rumah. Agar mereka tersadar kalau kehadiran mereka dibutuhkan di sana dan mungkin akan tersadar nantinya," tuturnya.
Sementara itu, peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Fitriani menyoroti kehidupan anak-anak dari orang yang terlibat kasus terorisme.
Menurut dia, berdasarkan hasil penelitian, ada kecenderungan ada sikap masyarakat yang mengucilkan anak-anak dari orang yang diduga terlibat terorisme.
"Untuk masuk sekolah negeri saja kadang-kadang harus ada data-data yang lengkap. Sementara enggak semua punya akta, dan enggak semua orang tua mereka punya surat nikah, itu susah," tandas Fitri.
Pada akhirnya, sambung dia, anak-anak itu diterima oleh orang dari kelompok yang sudah radikal. Mereka merasa memiliki tanggung jawab.
Peneliti Kajian Strategis Intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib mengingatkan pemerintah untuk lebih memperhatikan sisi taktikal dalam mencegah terjadinya serangan terorisme.
Hal itu diungkapkan Ridwan menyikapi aksi terorisme yang terjadi di berbagai tempat di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
"Kita setiap hari memikirkan besok masuk kerja jam 9 pulang jam 4, tapi mereka setiap hari hanya memikirkan besok serangannya apa, tujuannya ke siapa dan bagaimana. Itu yang menjadi perhatian penting bagi kita," tutur Habib dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bertajuk Dinamika Ancaman Terorisme: Ideologi,Jejaring dan Strategi yang berlangsung di Gedung Pakarti Center, Jakarta (21/5/2018).
Selain dari sisi taktikal, kata dia, antisipasi aksi terorisme dari sisi sosial juga penting. Masyarakat seharusnya tidak menjauhi atau mengucilkan orang-orang yang dicurigai sebagai teroris.
"Ajak mereka berbicara, ajak mereka ikut kegiatan pengajian atau pun kegiatan di lingkungan rumah. Agar mereka tersadar kalau kehadiran mereka dibutuhkan di sana dan mungkin akan tersadar nantinya," tuturnya.
Sementara itu, peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Fitriani menyoroti kehidupan anak-anak dari orang yang terlibat kasus terorisme.
Menurut dia, berdasarkan hasil penelitian, ada kecenderungan ada sikap masyarakat yang mengucilkan anak-anak dari orang yang diduga terlibat terorisme.
"Untuk masuk sekolah negeri saja kadang-kadang harus ada data-data yang lengkap. Sementara enggak semua punya akta, dan enggak semua orang tua mereka punya surat nikah, itu susah," tandas Fitri.
Pada akhirnya, sambung dia, anak-anak itu diterima oleh orang dari kelompok yang sudah radikal. Mereka merasa memiliki tanggung jawab.
(dam)