Pengurus MUI: Nabi Tak Pernah Libatkan Perempuan dan Anak dalam Perang
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Moqsith Ghazali menilai kejahatan terorisme berbeda dengan kejahatan lainnya.
Perbedaannya, para pelaku merasa tidak pernah merasa bersalah dalam melakukan perbuatannya.
"Mereka menganggap ini jihad, tindakan dan perilaku didasarkan pada argumen agama," ujar Moqsith dalam diskusi bertajuk Setelah Mako Brimob, Bom Surabaya, di Rumah Pergerakan Gus Dur, Menteng, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dalam kasus Dita Supriyanto, pelaku teror bom di Surabaya, Moqshith menilai sang pelaku salah dalam memahami ajaran Nabi Muhammad SAW.
Menurut dia, jika yang dimaksudkan Dita, Indonesia sebagai darul harbi atau wilayah perang maka pemahaman tersebut salah. Hampir seluruh pemimpin intitusi negara beragama Islam. Di samping itu banyak lembaga-lembaga yang dibentuk juga mengakomodasi kepentingan Islam.
Dengan demikian, kata dia, tidak tepat menjadikan Indonesia sebagai darul harbi yang harus diperangi. Umat Islam juga tidak terusir di negerinya sendiri, Indonesia.
Menurut dia, wilayah darul harbi yang tepat seperti Palestina, di mana Amerika Serikat membuka peperangan itu dengan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Selain tidak paham menempatkan pemahaman islam, Moqsith juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah melibatkan perempuan dan anak dalam perang.
"Nabi tidak melibatkan perempuan dan anak dalam perang, tidak ada syariatnya. Istri nabi tidak dilibatkan dalam perang. Makanya kalau melibatkan istri, itu tidak syar'i," ucapnya.
Dalam sebuah riwayat, kata Moqsith, Nabi Muhammad pernah melarang sahabat bernama Usamah bin Zaid ikut berperang. Sebab, saat itu Usamah baru berusia 13 Tahun. Muhammad mengizinkan Usamah berperang, sampai ditunjuk memimpin sebuah perang setelah berusia 19 tahun.
"Itu sudah melewati fase anak-anak, fase anak 18 tahun kalau di negara kita. Jadi Nabi tidak melanggar perang," katanya.
Perbedaannya, para pelaku merasa tidak pernah merasa bersalah dalam melakukan perbuatannya.
"Mereka menganggap ini jihad, tindakan dan perilaku didasarkan pada argumen agama," ujar Moqsith dalam diskusi bertajuk Setelah Mako Brimob, Bom Surabaya, di Rumah Pergerakan Gus Dur, Menteng, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dalam kasus Dita Supriyanto, pelaku teror bom di Surabaya, Moqshith menilai sang pelaku salah dalam memahami ajaran Nabi Muhammad SAW.
Menurut dia, jika yang dimaksudkan Dita, Indonesia sebagai darul harbi atau wilayah perang maka pemahaman tersebut salah. Hampir seluruh pemimpin intitusi negara beragama Islam. Di samping itu banyak lembaga-lembaga yang dibentuk juga mengakomodasi kepentingan Islam.
Dengan demikian, kata dia, tidak tepat menjadikan Indonesia sebagai darul harbi yang harus diperangi. Umat Islam juga tidak terusir di negerinya sendiri, Indonesia.
Menurut dia, wilayah darul harbi yang tepat seperti Palestina, di mana Amerika Serikat membuka peperangan itu dengan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Selain tidak paham menempatkan pemahaman islam, Moqsith juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah melibatkan perempuan dan anak dalam perang.
"Nabi tidak melibatkan perempuan dan anak dalam perang, tidak ada syariatnya. Istri nabi tidak dilibatkan dalam perang. Makanya kalau melibatkan istri, itu tidak syar'i," ucapnya.
Dalam sebuah riwayat, kata Moqsith, Nabi Muhammad pernah melarang sahabat bernama Usamah bin Zaid ikut berperang. Sebab, saat itu Usamah baru berusia 13 Tahun. Muhammad mengizinkan Usamah berperang, sampai ditunjuk memimpin sebuah perang setelah berusia 19 tahun.
"Itu sudah melewati fase anak-anak, fase anak 18 tahun kalau di negara kita. Jadi Nabi tidak melanggar perang," katanya.
(dam)