Ada Opsi Aturan Cuti Lebaran Tak Wajib
A
A
A
JAKARTA - Sinyal bakal direvisinya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang mengatur cuti bersama Lebaran makin kuat. Di antara usulan yang muncul dalam pembahasan revisi SKB adalah tidak diwajibkannya para pengusaha menambah cuti Lebaran sebanyak tiga hari.
Jika usulan ini disetujui maka sifat penambahan cuti Lebaran adalah fleksibel. Bagi pengusaha yang berkomitmen menjalankan SKB, maka libur bersama tetap menjadi tujuh hari, yakni 11, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20 Juni. Namun bagi pengusaha yang merasa keberatan, diperbolehkan mengatur cuti para pegawainya sesuai kesepakatan masing-masing. Sebelum ada keputusan penambahan tiga hari, cuti Lebaran disepakati hanya pada tanggal 13, 14, 18, dan 19 Juni.
Guna mematangkan revisi SKB 3 Menteri, Kamis (3/5/2018), Menteri Koordinator Pembangunaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengundang sejumlah kementerian dan lembaga seperti dari Kementerian Agama, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian PAN-RB, Kementerian Keuangan, Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Pembahasan juga melibatkan kalangan swasta.
Rapat koordinasi (rakor) ini sebagai tindak lanjut atas arahan dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (2/4/2018). "Intinya semua pihak itu diminta pendapat untuk jadi dasar penentuan peraturan tersebut," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi usai mengikuti rakor di Kantor Kementerian Koordinator PMK.
Aturan baru soal cuti Idul Fitri 2018 rencananya akan ditetapkan pada hari ini atau maksimal pada Senin (7/5/2018) mendatang. Menurut Menhub, informasi atau masukan dari berbagai kalangan termasuk dari pengusaha yang merasa keberatan atas SKB 3 Menteri sudah semua dihimpun.(Baca Juga: Bamsoet Yakin Pemerintah Tak Galau Putuskan Libur Cuti Bersama LebaranCuti Direvisi, Buruh Ancam Demo
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat menolak evaluasi penetapan SKB tentang Cuti Lebaran 2018 selama 7 hari. KSPSI Jabar menilai, evaluasi tersebut akan sangat merugikan buruh. "Libur Lebaran itu sangat dinantikan pekerja dan buruh untuk berkumpul dengan keluarga di kampung halamannya. Kalau itu dievaluasi, tentu sangat merugikan buruh," ujar Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto, Kamis (3/5/2018).
Menurut Roy, jika penetapan masa cuti Lebaran diserahkan kepada pihak pengusaha, buruh akan berada di posisi yang sangat dirugikan. Pasalnya, pengusaha bisa saja seenaknya menetapkan masa cuti Lebaran tersebut. "Oleh karenanya, batasan (oleh pemerintah) itu sangat diperlukan, bukan oleh pihak pengusaha. Libur itu harus ada batasan. Kapan mulai libur, kapan mulai masuk karena cuti bersama, cuti tahunan, itu merupakan hak buruh," paparnya.
Jika penetapan cuti Lebaran diserahkan kepada pengusaha, bisa saja pengusaha meliburkan karyawannya hanya sebentar. Padahal, libur Lebaran sangat dinanti-nantikan buruh agar bisa berkumpul dengan keluarga. Bahkan, kata Roy, pengusaha bisa juga meliburkan karyawannya, namun tanpa memberikan upah. "Biasanya, pengusaha itu hanya mau membayar (upah) libur yang resminya saja atau libur tanggal merah yang memang diwajibkan pemerintah, di luar itu, biasanya tidak mau bayar," ungkapnya.
Jika evaluasi tersebut tetap dipaksakan dilakukan, pihaknya mengancam akan melakukan perlawanan, baik lewat jalur hukum maupun langsung turun ke jalan dengan menggelar aksi demonstrasi.
Penolakan juga disampaikan buruh di Yogyakarta. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) DIY menilai dengan tidak adanya kepastian soal libur dan cuti Lebaran 2018 bukan hanya akan merugikan pekerja namun juga menjadi beban pemerintah. Untuk itu cuti Lebaran harus tetap dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan SKB 3 menteri pada 18 April lalu. "Diperlukan kejelasan waktu dan lamanya cuti bagi buruh untuk menyegarkan kembali tenaga dan pikiran," tandas Juru bicara konferensi SPSI DIY Irsad Ade Irawan.
Wakil ketua KSPSI DIY Kirnandi menambahkan dengan fleksibelnya cuti Lebaran yang diserahkan kepada pengusaha, menurutnya, akan menjadi beban pemerintah dan merugikan pekerja. "Pemerintah akan kesulitan mengatur arus mudik dan arus balik Lebaran. Pekerja juga kesulitan mengatur dan merencanakan libur Lebaran," terangnya.
Merespons rencana revisi cuti Lebaran ini, Wakapolri Komjen Syafruddin menandaskan, pihaknya selalu siap atas segala kebijakan pemerintah. "Kita siap saja, mau ditambah oke, tapi lebih oke kalau ditambah," ujar Syafruddin.
Dia menjelaskan, arus mudik pasti akan terpecah jika cuti mudik Lebaran ada penambahan. Bahkan pemudik akan bisa pulang ke kampung halaman sejak Sabtu (9/6/2018). "Karena tol sudah sampai Semarang. Tapi ditambah oke, tidak juga sudah siap, tapi lebih oke kalau ditambah," katanya.(Baca Juga: Pimpinan DPR Minta Pemerintah Tak Ragu Tetapkan Libur Cuti Bersama(amm)
Jika usulan ini disetujui maka sifat penambahan cuti Lebaran adalah fleksibel. Bagi pengusaha yang berkomitmen menjalankan SKB, maka libur bersama tetap menjadi tujuh hari, yakni 11, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20 Juni. Namun bagi pengusaha yang merasa keberatan, diperbolehkan mengatur cuti para pegawainya sesuai kesepakatan masing-masing. Sebelum ada keputusan penambahan tiga hari, cuti Lebaran disepakati hanya pada tanggal 13, 14, 18, dan 19 Juni.
Guna mematangkan revisi SKB 3 Menteri, Kamis (3/5/2018), Menteri Koordinator Pembangunaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengundang sejumlah kementerian dan lembaga seperti dari Kementerian Agama, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian PAN-RB, Kementerian Keuangan, Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Pembahasan juga melibatkan kalangan swasta.
Rapat koordinasi (rakor) ini sebagai tindak lanjut atas arahan dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (2/4/2018). "Intinya semua pihak itu diminta pendapat untuk jadi dasar penentuan peraturan tersebut," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi usai mengikuti rakor di Kantor Kementerian Koordinator PMK.
Aturan baru soal cuti Idul Fitri 2018 rencananya akan ditetapkan pada hari ini atau maksimal pada Senin (7/5/2018) mendatang. Menurut Menhub, informasi atau masukan dari berbagai kalangan termasuk dari pengusaha yang merasa keberatan atas SKB 3 Menteri sudah semua dihimpun.(Baca Juga: Bamsoet Yakin Pemerintah Tak Galau Putuskan Libur Cuti Bersama LebaranCuti Direvisi, Buruh Ancam Demo
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat menolak evaluasi penetapan SKB tentang Cuti Lebaran 2018 selama 7 hari. KSPSI Jabar menilai, evaluasi tersebut akan sangat merugikan buruh. "Libur Lebaran itu sangat dinantikan pekerja dan buruh untuk berkumpul dengan keluarga di kampung halamannya. Kalau itu dievaluasi, tentu sangat merugikan buruh," ujar Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto, Kamis (3/5/2018).
Menurut Roy, jika penetapan masa cuti Lebaran diserahkan kepada pihak pengusaha, buruh akan berada di posisi yang sangat dirugikan. Pasalnya, pengusaha bisa saja seenaknya menetapkan masa cuti Lebaran tersebut. "Oleh karenanya, batasan (oleh pemerintah) itu sangat diperlukan, bukan oleh pihak pengusaha. Libur itu harus ada batasan. Kapan mulai libur, kapan mulai masuk karena cuti bersama, cuti tahunan, itu merupakan hak buruh," paparnya.
Jika penetapan cuti Lebaran diserahkan kepada pengusaha, bisa saja pengusaha meliburkan karyawannya hanya sebentar. Padahal, libur Lebaran sangat dinanti-nantikan buruh agar bisa berkumpul dengan keluarga. Bahkan, kata Roy, pengusaha bisa juga meliburkan karyawannya, namun tanpa memberikan upah. "Biasanya, pengusaha itu hanya mau membayar (upah) libur yang resminya saja atau libur tanggal merah yang memang diwajibkan pemerintah, di luar itu, biasanya tidak mau bayar," ungkapnya.
Jika evaluasi tersebut tetap dipaksakan dilakukan, pihaknya mengancam akan melakukan perlawanan, baik lewat jalur hukum maupun langsung turun ke jalan dengan menggelar aksi demonstrasi.
Penolakan juga disampaikan buruh di Yogyakarta. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) DIY menilai dengan tidak adanya kepastian soal libur dan cuti Lebaran 2018 bukan hanya akan merugikan pekerja namun juga menjadi beban pemerintah. Untuk itu cuti Lebaran harus tetap dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan SKB 3 menteri pada 18 April lalu. "Diperlukan kejelasan waktu dan lamanya cuti bagi buruh untuk menyegarkan kembali tenaga dan pikiran," tandas Juru bicara konferensi SPSI DIY Irsad Ade Irawan.
Wakil ketua KSPSI DIY Kirnandi menambahkan dengan fleksibelnya cuti Lebaran yang diserahkan kepada pengusaha, menurutnya, akan menjadi beban pemerintah dan merugikan pekerja. "Pemerintah akan kesulitan mengatur arus mudik dan arus balik Lebaran. Pekerja juga kesulitan mengatur dan merencanakan libur Lebaran," terangnya.
Merespons rencana revisi cuti Lebaran ini, Wakapolri Komjen Syafruddin menandaskan, pihaknya selalu siap atas segala kebijakan pemerintah. "Kita siap saja, mau ditambah oke, tapi lebih oke kalau ditambah," ujar Syafruddin.
Dia menjelaskan, arus mudik pasti akan terpecah jika cuti mudik Lebaran ada penambahan. Bahkan pemudik akan bisa pulang ke kampung halaman sejak Sabtu (9/6/2018). "Karena tol sudah sampai Semarang. Tapi ditambah oke, tidak juga sudah siap, tapi lebih oke kalau ditambah," katanya.(Baca Juga: Pimpinan DPR Minta Pemerintah Tak Ragu Tetapkan Libur Cuti Bersama(amm)