Semar (ke) Diri, Potret Arif Berkebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Tujuh lukisan menarasikan sosok Semar dengan melampaui pemahaman logika benar-salah. Semar samar-samar bertutur dengan pesan yang mengendap meski jenaka. Semar direnungkan, dan dalam waktu sama ditertawakan sampai sesekali mengolok-olok dirinya sendiri.
Semar, tokoh punakawan dalam dunia pewayangan yang dikenal sebagai sosok manusia paripurna, tampil di pameran lukisan bertajuk (ke) Diri. Pameran tunggal lukisan karya Soehib Torajaya ini, digelar di Kunstkring Palais Galleries, kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, mulai 29 April hingga 29 Mei.
Pameran ini mencoba menginterprestasikan berbagai fenomena sosial yang belakangan dialami bangsa Indonesia, dengan mengeksplorasi sosok Semar dalam berbagai tema namun dalam satu konteks, yakni memuliakan sesama manusia, alam dan seluruh isinya.
Pameran dibuka kolektor senior sekaligus CEO NorthCliff Erri Sulistio, dengan dihadiri sejumlah kolektor dan tokoh nasional. Hadir juga artis Ine Febrianti yang saat pembukaan membacakan sepenggal puisi.
"Saya coba interprestasikan sosok Semar yang bijaksana sebagai bentuk refleksi manusia akan (ke) Diri, lebih tepatnya menengok ke dalam diri," ujar Soehib Toyaroaja dibincangi KORAN SINDO di sela pameran tunggal lukisannya, kemarin.
Soehib menjelaskan, melalui pameran ini dirinya ingin menyampaikan pesan spiritual, bagaimana hari ini bangsa Indonesia mengalami kegaduhan, tidak hanya kegaduhan politik tapi juga kegaduhan yang diciptakan kecanggihan teknologi dan informasi berupa sosial media (sosmed).
"Sosok Semar dalam tokoh pewayangan, saya pikir salah satu solusi untuk kembali menegok dalam kehidupan kita sebelum menudingkan jari kita keluar. Ini juga untuk meruwat, memelihara sekaligus menjaga keseimbangan, agar jangan keluar demarkasi kita sebagai manusia sebagai makhluk Allah, yang punya sifat empati dan belas kasih. Namun, karena khilaf jadi semaunya. Dan Semar, dalam konteks ini sebagai pengingat," ungkapnya.
Perupa berambut gondrong ini menjelaskan, dalam pameran tunggalnya kali ini tujuh karya lukisan dengan objek Semar semuanya bermakna satire dan sarat dengan kritik, terutama terhadap perilaku manusia dalam konteks kekinian.
Menariknya, sosok Semar yang digambarkannya ini unik dan jenaka. Bahkan, sosok Semar kali ini begitu kontradiktif dengan sosok penasehat keluarga Pandawa dalam kisah Hindu klasik Mahabarata, yang terkenal bijaksana dan lemah lembut.
Tujuh lukisan Semar yang masing-masing diberi judul: Highway To Heaven, Semar Evolution, Pertempuran Semar versus Togog, Mbegeg Ugeg ugeg: Flowing and Flying, Game of Thrones, Semar Universe and United Color of Semar tersebut, dijahit dengan apik oleh kurator seni rupa Bambang Asrini Widjanarko.
Adapun penyelenggaraan pameran dikemas oleh tim kreatif dari komunitas Cikini Art Stage, dengan creative director Adil Usman. Pameran ini juga disokong penuh NorthCliff, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi atau corporate finance.
Sang kurator Bambang Asrini Widjanarko juga menegaskan, ketujuh lukisan Semar ini sebagai penggambaran atas situasi kontekstual sosial politik saat ini.
"Ada banyak hal dan kisah yang diceritakan dalam tujuh lukisan ini, terutama menyangkut pesan moral dan kebangsaan. Juga cerita soal sejarah seni rupa di Indonesia dan sebagainya. Ada juga ikon tentang Semar dan Togog berlawanan dengan gunung Mahameru," ungkap Bambang.
Masih dalam kuratorialnya, Bambang berujar, sosok Semar dalam lukisan Sohieb membawa kronik yang satiris, reflektif, bahkan komikal. Olok-olok atas pasemon itu, terutama sebuah sindiran tajam tentang penguasa yang lupa amanah. Panggilan utama untuk eling, mengaca pada dirinya sendiri. Jangan terlalu jumawa terhadap segala hal, yang di Jawa disebut ngrumangsani daripada rumangsa.
Karya-karya Sohieb di pameran ini juga dapat diinterpretasikan sebagai upaya menggali akar lokalitas sebuah keniscayaan. Idiom-idiom visual karya Sohieb adalah sebuah tawaran dengan strategi teks-teks yang membawa kode-kode dan tanda-penanda yang kaya.
"Mengulik melimpahnya warisan kultural kita yang tak tergelincir pada tegangan, yang mana menjumput tradisi atau yang mana yang dikatakan pesan-pesan yang dianggap modern. Sohieb ingin memberi sumbangsih pada makna ke-Indonesian kita hari ini. Bersama Semar yang beririsan dengan ingatan nilai-nilai ketimuran (Jawa) pun menghadirkan Semar yang mengelindap pada ruh kekinian," papar Bambang.
Bambang mengaku, proses kurasi yang dilakukan dalam pameran ini terbilang sangat singkat, hanya 3 bulan. "Sohieb tipe pelukis yang sangat terbuka dan mau menerima masukan. Ditambah pengetahuan dan wawasannya yang juga begitu luas dan bisa kita elaborasi, sehingga bahagia bisa bekerja sama dengan dia," pungkas Bambang.
thomas manggala/hendri irawan
Semar, tokoh punakawan dalam dunia pewayangan yang dikenal sebagai sosok manusia paripurna, tampil di pameran lukisan bertajuk (ke) Diri. Pameran tunggal lukisan karya Soehib Torajaya ini, digelar di Kunstkring Palais Galleries, kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, mulai 29 April hingga 29 Mei.
Pameran ini mencoba menginterprestasikan berbagai fenomena sosial yang belakangan dialami bangsa Indonesia, dengan mengeksplorasi sosok Semar dalam berbagai tema namun dalam satu konteks, yakni memuliakan sesama manusia, alam dan seluruh isinya.
Pameran dibuka kolektor senior sekaligus CEO NorthCliff Erri Sulistio, dengan dihadiri sejumlah kolektor dan tokoh nasional. Hadir juga artis Ine Febrianti yang saat pembukaan membacakan sepenggal puisi.
"Saya coba interprestasikan sosok Semar yang bijaksana sebagai bentuk refleksi manusia akan (ke) Diri, lebih tepatnya menengok ke dalam diri," ujar Soehib Toyaroaja dibincangi KORAN SINDO di sela pameran tunggal lukisannya, kemarin.
Soehib menjelaskan, melalui pameran ini dirinya ingin menyampaikan pesan spiritual, bagaimana hari ini bangsa Indonesia mengalami kegaduhan, tidak hanya kegaduhan politik tapi juga kegaduhan yang diciptakan kecanggihan teknologi dan informasi berupa sosial media (sosmed).
"Sosok Semar dalam tokoh pewayangan, saya pikir salah satu solusi untuk kembali menegok dalam kehidupan kita sebelum menudingkan jari kita keluar. Ini juga untuk meruwat, memelihara sekaligus menjaga keseimbangan, agar jangan keluar demarkasi kita sebagai manusia sebagai makhluk Allah, yang punya sifat empati dan belas kasih. Namun, karena khilaf jadi semaunya. Dan Semar, dalam konteks ini sebagai pengingat," ungkapnya.
Perupa berambut gondrong ini menjelaskan, dalam pameran tunggalnya kali ini tujuh karya lukisan dengan objek Semar semuanya bermakna satire dan sarat dengan kritik, terutama terhadap perilaku manusia dalam konteks kekinian.
Menariknya, sosok Semar yang digambarkannya ini unik dan jenaka. Bahkan, sosok Semar kali ini begitu kontradiktif dengan sosok penasehat keluarga Pandawa dalam kisah Hindu klasik Mahabarata, yang terkenal bijaksana dan lemah lembut.
Tujuh lukisan Semar yang masing-masing diberi judul: Highway To Heaven, Semar Evolution, Pertempuran Semar versus Togog, Mbegeg Ugeg ugeg: Flowing and Flying, Game of Thrones, Semar Universe and United Color of Semar tersebut, dijahit dengan apik oleh kurator seni rupa Bambang Asrini Widjanarko.
Adapun penyelenggaraan pameran dikemas oleh tim kreatif dari komunitas Cikini Art Stage, dengan creative director Adil Usman. Pameran ini juga disokong penuh NorthCliff, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi atau corporate finance.
Sang kurator Bambang Asrini Widjanarko juga menegaskan, ketujuh lukisan Semar ini sebagai penggambaran atas situasi kontekstual sosial politik saat ini.
"Ada banyak hal dan kisah yang diceritakan dalam tujuh lukisan ini, terutama menyangkut pesan moral dan kebangsaan. Juga cerita soal sejarah seni rupa di Indonesia dan sebagainya. Ada juga ikon tentang Semar dan Togog berlawanan dengan gunung Mahameru," ungkap Bambang.
Masih dalam kuratorialnya, Bambang berujar, sosok Semar dalam lukisan Sohieb membawa kronik yang satiris, reflektif, bahkan komikal. Olok-olok atas pasemon itu, terutama sebuah sindiran tajam tentang penguasa yang lupa amanah. Panggilan utama untuk eling, mengaca pada dirinya sendiri. Jangan terlalu jumawa terhadap segala hal, yang di Jawa disebut ngrumangsani daripada rumangsa.
Karya-karya Sohieb di pameran ini juga dapat diinterpretasikan sebagai upaya menggali akar lokalitas sebuah keniscayaan. Idiom-idiom visual karya Sohieb adalah sebuah tawaran dengan strategi teks-teks yang membawa kode-kode dan tanda-penanda yang kaya.
"Mengulik melimpahnya warisan kultural kita yang tak tergelincir pada tegangan, yang mana menjumput tradisi atau yang mana yang dikatakan pesan-pesan yang dianggap modern. Sohieb ingin memberi sumbangsih pada makna ke-Indonesian kita hari ini. Bersama Semar yang beririsan dengan ingatan nilai-nilai ketimuran (Jawa) pun menghadirkan Semar yang mengelindap pada ruh kekinian," papar Bambang.
Bambang mengaku, proses kurasi yang dilakukan dalam pameran ini terbilang sangat singkat, hanya 3 bulan. "Sohieb tipe pelukis yang sangat terbuka dan mau menerima masukan. Ditambah pengetahuan dan wawasannya yang juga begitu luas dan bisa kita elaborasi, sehingga bahagia bisa bekerja sama dengan dia," pungkas Bambang.
thomas manggala/hendri irawan
(maf)