Negara Bisa Manfaatkan Rumah Dinas DPR untuk Keperluan Lain
A
A
A
JAKARTA - Wacana penggantian rumah dinas anggota parlemen dengan uang sewa terus bergulir. Anggota DPR RI Ahmad HM Ali kali ini angkat suara dengan pendapat penggantian rumah dinas dengan uang sewa sebenarnya lebih pada menghitung efektivitas.
Ali tak memungkiri hampir 80% anggota DPR tidak menempati rumah dinas tersebut. Menurutnya, mereka bahkan lebih memilih untuk tinggal di luar dengan menyewa rumah dan apartemen.
“Soal jumlah yang tidak pakai itu BURT mungkin yang lebih tahu,” ujar Wakil Ketua Fraksi NasDem kepada media, Sabtu (28/4/2018).
Di sisi lain Ahmad menilai setiap tahunnya memang pembiayaan rumah tersebut tidak sedikit yang harus ditanggung negara. Negara dinilai bisa saja memanfaatkan untuk keperluan lain bila rumah diperuntukkan untuk anggota DPR tersebut tak digunakan.
“Itu kan aset negara, jadi bisa saja dimanfaatkan untuk keperluan lain ketimbang tidak digunakan anggota. Bukan berarti karena aset negara tidak bisa digunakan untuk keperluan lain,” jelasnya.
“Bisa saja dong (diambil alih negara) dan itu jauh lebih bermanfaat. Apa lagi aturannya ada,” tegasnya.
Ahmad mengungkapkan, banyak alasan mengapa anggota DPR tidak menggunakan rumah tersebut. Namun yang paling mendasar soal efektivitas karena posisi rumah dinas yang berada di pusat kemacetan. Kendati jarak antara rumah dinas itu dengan Kantor DPR tidak begitu jauh, kemacetan berdampak pada efektifitas perjalanan anggota dewan.
“Salah satunya karena macet dan masih banyak alasan lainnya. Saya tidak bisa jelaskan apa alasan dari masing-masing anggota itu, karena tiap individu pasti memiliki alasan tersendiri,” ucap Bendahara Umum DPP Partai NasDem itu.
Sependapat, Anggota Komisi III Ahmad Sahroni menilai keberadaan rumah dinas yang melewati jalur macet di Jakarta membuatnya enggan untuk menempati fasilitas negara tersebut.
“Kendalanya adalah di perjalanan yang melewati jalur kemacetan. Perjalanan dari rumah dinas ke DPR menjadi tak efektif dan memakan waktu, terlebih bila ada rapat paripurna ataupun kegiatan di DPR yang sangat penting,” ujar Sahroni.
“Dengan penggantian uang sewa, anggota parlemen dapat mencari hunian yang dekat dengan Gedung DPR sehingga lebih efektif. Negara juga bisa memanfaatkan rumah dinas itu untuk kebutuhan lainnya,” timpal Sahroni.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mewacanakan rumah dinas anggota dewan periode mendatang diganti dengan uang tunjangan. Wacana itu dikatakan politisi dengan panggilan akrab Bamsoet ini telah dibahas di tingkat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi.
"Menurut hemat kami yang langsung merasakan, jauh lebih efisien kalau rumah dinas tidak lagi diberikan kepada anggota tapi diberikan (uang) pengganti rumah kontrak bagi anggota yang memang tidak tinggal di Jakarta," tukas Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/4) lalu.
Bamsoet berpendapat uang pengganti tunjangan lebih murah dibanding ongkos pemeliharaan rumah dinas. Rumah dinas dikemukankannya juga terkadang dirasakan tidak layak oleh anggota DPR yang memiliki keluarga besar.
Ali tak memungkiri hampir 80% anggota DPR tidak menempati rumah dinas tersebut. Menurutnya, mereka bahkan lebih memilih untuk tinggal di luar dengan menyewa rumah dan apartemen.
“Soal jumlah yang tidak pakai itu BURT mungkin yang lebih tahu,” ujar Wakil Ketua Fraksi NasDem kepada media, Sabtu (28/4/2018).
Di sisi lain Ahmad menilai setiap tahunnya memang pembiayaan rumah tersebut tidak sedikit yang harus ditanggung negara. Negara dinilai bisa saja memanfaatkan untuk keperluan lain bila rumah diperuntukkan untuk anggota DPR tersebut tak digunakan.
“Itu kan aset negara, jadi bisa saja dimanfaatkan untuk keperluan lain ketimbang tidak digunakan anggota. Bukan berarti karena aset negara tidak bisa digunakan untuk keperluan lain,” jelasnya.
“Bisa saja dong (diambil alih negara) dan itu jauh lebih bermanfaat. Apa lagi aturannya ada,” tegasnya.
Ahmad mengungkapkan, banyak alasan mengapa anggota DPR tidak menggunakan rumah tersebut. Namun yang paling mendasar soal efektivitas karena posisi rumah dinas yang berada di pusat kemacetan. Kendati jarak antara rumah dinas itu dengan Kantor DPR tidak begitu jauh, kemacetan berdampak pada efektifitas perjalanan anggota dewan.
“Salah satunya karena macet dan masih banyak alasan lainnya. Saya tidak bisa jelaskan apa alasan dari masing-masing anggota itu, karena tiap individu pasti memiliki alasan tersendiri,” ucap Bendahara Umum DPP Partai NasDem itu.
Sependapat, Anggota Komisi III Ahmad Sahroni menilai keberadaan rumah dinas yang melewati jalur macet di Jakarta membuatnya enggan untuk menempati fasilitas negara tersebut.
“Kendalanya adalah di perjalanan yang melewati jalur kemacetan. Perjalanan dari rumah dinas ke DPR menjadi tak efektif dan memakan waktu, terlebih bila ada rapat paripurna ataupun kegiatan di DPR yang sangat penting,” ujar Sahroni.
“Dengan penggantian uang sewa, anggota parlemen dapat mencari hunian yang dekat dengan Gedung DPR sehingga lebih efektif. Negara juga bisa memanfaatkan rumah dinas itu untuk kebutuhan lainnya,” timpal Sahroni.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mewacanakan rumah dinas anggota dewan periode mendatang diganti dengan uang tunjangan. Wacana itu dikatakan politisi dengan panggilan akrab Bamsoet ini telah dibahas di tingkat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi.
"Menurut hemat kami yang langsung merasakan, jauh lebih efisien kalau rumah dinas tidak lagi diberikan kepada anggota tapi diberikan (uang) pengganti rumah kontrak bagi anggota yang memang tidak tinggal di Jakarta," tukas Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/4) lalu.
Bamsoet berpendapat uang pengganti tunjangan lebih murah dibanding ongkos pemeliharaan rumah dinas. Rumah dinas dikemukankannya juga terkadang dirasakan tidak layak oleh anggota DPR yang memiliki keluarga besar.
(kri)