Soal Utang RI, Ketum PPP: Jangan Dibuat Gaduh, Amerika Saja Berutang
A
A
A
SEMARANG - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) angkat bicara terkait utang luar negeri Indonesia yang saat ini ramai disorot sejumlah pihak. PPP khawatir utang luar negeri pemerintah tersebut dijadikan komoditas politik.
Oleh karena itu, sebagai salah satu partai politik (parpol) pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, PPP merasa perlu ikut turun tangan untuk menghentikan polemik utang luar negeri tersebut. Ketua Umum (Ketum) PPP Muchammad Romahurmuziy (Rommy) mengatakan, di tahun politik ini, segala kebijakan pemerintah dipersoalkan, salah satunya utang pemerintah.
Menurut pandangan PPP, utang bukanlah hal yang dilarang selama untuk kegiatan yang produktif dan di-manage dengan baik."Tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak berutang, bahkan Amerika Serikat menjadi raksasa ekonomi dunia di bawah utang yang telah berjalan lebih dari 200 tahun," ujar Rommy dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) ke 45 PPP di Gedung UTC Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (14/4/201).
Rommy menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Keuangan Negara, utang pemerintah dibatasi maksimal 60% terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini total utang pemerintah per Februari 2018 berjumlah Rp4,034 triliun atau 29,2% terhadap PDB.
Sebagai perbandingan, lanjut Rommy, rasio utang Jepang mencapai 230% terhadap PDB. Tapi bunga surat utang Indonesia tidak bisa disamakan dengan Jepang. Bunga Indonesia mahal karena inflasi lebih tinggi yakni 3,6% di 2017, sementara Jepang sempat deflasi.
"Jadi, karena utang pemerintah jauh di bawah batas maksimum, perdebatan soal utang RI tidak perlu dibuat gaduh," kata Rommy.
Rommy menuturkan, angka inflasi sangat menentukan imbal hasil riil yang diterima investor. Makin tinggi inflasi maka semakin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang.
Tantangan Indonesia ke depan adalah menurunkan laju inflasi dengan mengendalikan kebutuhan pokok sehingga bunga utang semakin murah."Langkah penting lainnya, meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB minus. Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur sudah dirasakan oleh masyarakat, kegaduhan soal utang pasti ditinggalkan," ujarnya.
PPP menilai selama era pemerintahan Jokowi, utang digunakan on the track untuk pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan belanja infrastruktur dari Rp290 triliun di 2015 menjadi Rp410 triliun pada 2018.
Pembangunan infrastruktur yang masif telah menaikkan daya saing Indonesia. Berdasarkan Indeks Daya Saing Global, Indonesia naik lima peringkat dari 41 di 2016 menjadi 36 di 2017. "Karenanya hentikan kegaduhan soal utang, kecuali bagi yang tidak mengerti ilmu ekonomi," pungkas Rommy.
Oleh karena itu, sebagai salah satu partai politik (parpol) pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, PPP merasa perlu ikut turun tangan untuk menghentikan polemik utang luar negeri tersebut. Ketua Umum (Ketum) PPP Muchammad Romahurmuziy (Rommy) mengatakan, di tahun politik ini, segala kebijakan pemerintah dipersoalkan, salah satunya utang pemerintah.
Menurut pandangan PPP, utang bukanlah hal yang dilarang selama untuk kegiatan yang produktif dan di-manage dengan baik."Tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak berutang, bahkan Amerika Serikat menjadi raksasa ekonomi dunia di bawah utang yang telah berjalan lebih dari 200 tahun," ujar Rommy dalam peringatan Hari Lahir (Harlah) ke 45 PPP di Gedung UTC Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (14/4/201).
Rommy menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Keuangan Negara, utang pemerintah dibatasi maksimal 60% terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini total utang pemerintah per Februari 2018 berjumlah Rp4,034 triliun atau 29,2% terhadap PDB.
Sebagai perbandingan, lanjut Rommy, rasio utang Jepang mencapai 230% terhadap PDB. Tapi bunga surat utang Indonesia tidak bisa disamakan dengan Jepang. Bunga Indonesia mahal karena inflasi lebih tinggi yakni 3,6% di 2017, sementara Jepang sempat deflasi.
"Jadi, karena utang pemerintah jauh di bawah batas maksimum, perdebatan soal utang RI tidak perlu dibuat gaduh," kata Rommy.
Rommy menuturkan, angka inflasi sangat menentukan imbal hasil riil yang diterima investor. Makin tinggi inflasi maka semakin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang.
Tantangan Indonesia ke depan adalah menurunkan laju inflasi dengan mengendalikan kebutuhan pokok sehingga bunga utang semakin murah."Langkah penting lainnya, meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB minus. Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur sudah dirasakan oleh masyarakat, kegaduhan soal utang pasti ditinggalkan," ujarnya.
PPP menilai selama era pemerintahan Jokowi, utang digunakan on the track untuk pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan belanja infrastruktur dari Rp290 triliun di 2015 menjadi Rp410 triliun pada 2018.
Pembangunan infrastruktur yang masif telah menaikkan daya saing Indonesia. Berdasarkan Indeks Daya Saing Global, Indonesia naik lima peringkat dari 41 di 2016 menjadi 36 di 2017. "Karenanya hentikan kegaduhan soal utang, kecuali bagi yang tidak mengerti ilmu ekonomi," pungkas Rommy.
(whb)