Setnov Akui Ada Uang Mengalir ke Rapimnas Golkar
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto bercerita tentang bagaimana menjadi pengurus partai dengan tugas yang berat, apalagi sekelas Partai Golkar.
Hal itu disampaikan politikus Golkar yang biasa disapa Setnov itu dalam sidang lanjutan dengan agenda membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Menurut Setnov, pada saat itu infrastruktur Golkar hancur karena dualisme kepengurusan yang terjadi. Alhasil, ungkap dia, biaya renovasi infrastruktur menggunakan biaya ketua umum terpilih hasil Munsyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar untuk membiayai beberapa ruangan yang hancur.
"Saat itu Irvanto (keponakan Setnov-red) saya tugasi merenovasi ruangan saya," ujar Setnov di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Setnov menjelaskan, renovasi infrastruktur dimulai sejak dirinya ditetapkan partai berlambang pohon beringin itu menjadi ketua umum melalui Munaslub di Bali pada 2016 lalu.
Setnov mengklaim dirinya telah memberikan kontribusi sebesar Rp 1 miliar sebagai tambahan biaya renovasi.
Menurut dia, awal mula soal dugaan adanya uang mengalir ke Golkar dan diperuntukkan kegiatan Rapimnas Golkar di Bogor sekira Juni atau Juli 2012 saat Irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku pemilik PT Murakabi Sejahtera disebut menerima uang Rp5 miliar dari pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Setnov yang pada saat itu menjabat sebagai Bendahara Umum Golkar, mendapat laporan dari Irvanto yang mengakui keponakannya itu telah menerima uang dari Andi Narogong sebesar Rp5 miliar.
Uang tersebut, kata Setnov sebagian digunakan untuk kontribusi Rapimnas Golkar di Bogor. "Tidak menutup kemungkinan untuk kepentingan Partai Golkar yang lain," ungkapnya.
Setnov mengklaim tidak mengetahui uang pemberian dari Andi belakangan diduga terkait pengadaan proyek e-KTP. "Selaku paman dan Bendum Golkar saat itu saya merasa bertanggung jawab, Irvan tidak akan mampu kembalikan uang Rp5 miliar ke KPK maka dengan sukarela saya kembalikan uang tersebut ke rekening tampungan KPK," tuturnya.
Hal itu disampaikan politikus Golkar yang biasa disapa Setnov itu dalam sidang lanjutan dengan agenda membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Menurut Setnov, pada saat itu infrastruktur Golkar hancur karena dualisme kepengurusan yang terjadi. Alhasil, ungkap dia, biaya renovasi infrastruktur menggunakan biaya ketua umum terpilih hasil Munsyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar untuk membiayai beberapa ruangan yang hancur.
"Saat itu Irvanto (keponakan Setnov-red) saya tugasi merenovasi ruangan saya," ujar Setnov di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Setnov menjelaskan, renovasi infrastruktur dimulai sejak dirinya ditetapkan partai berlambang pohon beringin itu menjadi ketua umum melalui Munaslub di Bali pada 2016 lalu.
Setnov mengklaim dirinya telah memberikan kontribusi sebesar Rp 1 miliar sebagai tambahan biaya renovasi.
Menurut dia, awal mula soal dugaan adanya uang mengalir ke Golkar dan diperuntukkan kegiatan Rapimnas Golkar di Bogor sekira Juni atau Juli 2012 saat Irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku pemilik PT Murakabi Sejahtera disebut menerima uang Rp5 miliar dari pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Setnov yang pada saat itu menjabat sebagai Bendahara Umum Golkar, mendapat laporan dari Irvanto yang mengakui keponakannya itu telah menerima uang dari Andi Narogong sebesar Rp5 miliar.
Uang tersebut, kata Setnov sebagian digunakan untuk kontribusi Rapimnas Golkar di Bogor. "Tidak menutup kemungkinan untuk kepentingan Partai Golkar yang lain," ungkapnya.
Setnov mengklaim tidak mengetahui uang pemberian dari Andi belakangan diduga terkait pengadaan proyek e-KTP. "Selaku paman dan Bendum Golkar saat itu saya merasa bertanggung jawab, Irvan tidak akan mampu kembalikan uang Rp5 miliar ke KPK maka dengan sukarela saya kembalikan uang tersebut ke rekening tampungan KPK," tuturnya.
(dam)