TNI Bentuk Dua Skuadron Baru di Biak
A
A
A
JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) bakal membentuk satu skuadron tempur dan skuadron angkut untuk menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. Kedua skuadron itu nanti akan beroperasi di wilayah Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau) III.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna mengatakan, pembentukan Koopsau III dan validasi organisasi ini merupakan langkah memperjelas rantai komando dan tanggung jawab satuan. Dengan demikian, terwujud satu kesatuan komando dan interoperability dengan Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL) dalam melaksanakan tugas operasi gabungan.
"Pembentukan Koopsau III akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Rencananya dibentuk di wilayah timur, yakni di Biak," kata Yuyu saat menghadiri peringatan HUT Ke-72 TNI AU di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Senin (9/4/2018).
Mantan Pangkoopsau I ini mengatakan, tidak ada pemindahan skuadron udara pesawat tempur dari wilayah barat dan tengah ke wilayah timur, melainkan akan membentuk skuadron udara baru. Seperti diketahui, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebelumnya mengatakan, untuk mewujudkan pembentukan Koopsau III, maka Mabes TNI harus menyiapkan berbagai sarana prasarana, markas komando, serta fasilitas penunjang lainnya.
"Semoga pembentukan Koopsau III dapat terealisasi secepatnya sehingga akan menambah kekuatan TNI dalam mengawal dan menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Provinsi Papua dan Papua Barat," katanya.
Selama ini TNI AU hanya memiliki dua komando operasi, yakni Koopsau I mencakup wilayah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Koopsau I bermarkas di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Sedangkan Koopsau II mencakup wilayah Indonesia bagian timur meliputi seluruh Sulawesi, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, sebagian Jawa Tengah, dan Papua. Koopsau II bermarkas di Makassar, Sulawesi Selatan.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati menilai, pidato Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Yuyu Sutisna yang menyebut pensiunan TNI AU mendapat rumah pribadi tentu harus disyukuri. "Hal lain interoperabilitas harus didukung baik dalam politik anggaran maupun implementasinya. TNI netral dalam pemilu juga suatu keniscayaan," katanya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menambahkan, jika TNI AU konsisten dengan konsep Network Centric Operation, maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne. "Jadi, sesuai visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka TNI AU dapat mengajukan konsep menjaga kedaulatan seluruh perairan dan daratan Indonesia selama 24 jam berdasarkan UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi menjadi UU No 17 Tahun 1985," ungkapnya.
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menambah kan, TNI AU bisa mengajukan konsep kedaulatan di udara sampai dengan batas ketinggian yang diatur menurut hukum internasional dan nasional hingga ruang angkasa. Faktor lain tidak kalah pentingnya adalah dinamika konflik Laut China Timur dan Laut China Selatan karena dua negara yang menjadi aktor utama, yaitu Korea Utara dan China telah mengembangkan rudal nuklir jarak jauh.
"TNI AU harus mengembangkan konsep Sistem Pertahanan Udara yang modern dan canggih melindungi keselamatan NKRI dengan menyiapkan sistem deteksi dini dan sistem interseptor. Perlu dikaji kedua sistem tersebut untuk mampu menangkis datangnya rudal nuklir tersebut di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)," katanya.
Dari faktor di atas, sangat penting bagi TNI AU memodifikasi Minimum Essential Force (MEF), seperti penambahan radar Ground Control Interceptor (GCI) dan radar Early Warning (EW) di seluruh Indonesia terutama bagian timur Indonesia. Kemudian menambah skuadron udara tempur agar mampu melaksanakan patroli udara rutin selama 24 jam, minimal frekuensi terbang malam sama dengan terbang siang.
"Jadi, operational requirement dan technical specification kedua jenis radar tersebut tidak hanya untuk dog fight di udara antara pesawat TNI AU melawan pesawat musuh tapi juga harus mampu dog fight pesawat TNI AU menangkis rudal nuklir," ujarnya.
Oleh sebab itu, penting pesawat-pesawat tempur TNI AU dipersenjatai rudal antirudal jarak jangkau minimal 25 nautical mile (Nm) atau 48 kilometer. Untuk personel, kata Nuning, yang harus ditingkatkan kapasitasnya adalah mengirim para perwira muda TNI AU menjadi master dan doktor ilmu ruang angkasa (space science) di luar negeri.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna mengatakan, pembentukan Koopsau III dan validasi organisasi ini merupakan langkah memperjelas rantai komando dan tanggung jawab satuan. Dengan demikian, terwujud satu kesatuan komando dan interoperability dengan Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL) dalam melaksanakan tugas operasi gabungan.
"Pembentukan Koopsau III akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Rencananya dibentuk di wilayah timur, yakni di Biak," kata Yuyu saat menghadiri peringatan HUT Ke-72 TNI AU di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Senin (9/4/2018).
Mantan Pangkoopsau I ini mengatakan, tidak ada pemindahan skuadron udara pesawat tempur dari wilayah barat dan tengah ke wilayah timur, melainkan akan membentuk skuadron udara baru. Seperti diketahui, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebelumnya mengatakan, untuk mewujudkan pembentukan Koopsau III, maka Mabes TNI harus menyiapkan berbagai sarana prasarana, markas komando, serta fasilitas penunjang lainnya.
"Semoga pembentukan Koopsau III dapat terealisasi secepatnya sehingga akan menambah kekuatan TNI dalam mengawal dan menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Provinsi Papua dan Papua Barat," katanya.
Selama ini TNI AU hanya memiliki dua komando operasi, yakni Koopsau I mencakup wilayah Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. Koopsau I bermarkas di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Sedangkan Koopsau II mencakup wilayah Indonesia bagian timur meliputi seluruh Sulawesi, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, sebagian Jawa Tengah, dan Papua. Koopsau II bermarkas di Makassar, Sulawesi Selatan.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati menilai, pidato Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Yuyu Sutisna yang menyebut pensiunan TNI AU mendapat rumah pribadi tentu harus disyukuri. "Hal lain interoperabilitas harus didukung baik dalam politik anggaran maupun implementasinya. TNI netral dalam pemilu juga suatu keniscayaan," katanya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menambahkan, jika TNI AU konsisten dengan konsep Network Centric Operation, maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne. "Jadi, sesuai visi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka TNI AU dapat mengajukan konsep menjaga kedaulatan seluruh perairan dan daratan Indonesia selama 24 jam berdasarkan UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi menjadi UU No 17 Tahun 1985," ungkapnya.
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini menambah kan, TNI AU bisa mengajukan konsep kedaulatan di udara sampai dengan batas ketinggian yang diatur menurut hukum internasional dan nasional hingga ruang angkasa. Faktor lain tidak kalah pentingnya adalah dinamika konflik Laut China Timur dan Laut China Selatan karena dua negara yang menjadi aktor utama, yaitu Korea Utara dan China telah mengembangkan rudal nuklir jarak jauh.
"TNI AU harus mengembangkan konsep Sistem Pertahanan Udara yang modern dan canggih melindungi keselamatan NKRI dengan menyiapkan sistem deteksi dini dan sistem interseptor. Perlu dikaji kedua sistem tersebut untuk mampu menangkis datangnya rudal nuklir tersebut di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)," katanya.
Dari faktor di atas, sangat penting bagi TNI AU memodifikasi Minimum Essential Force (MEF), seperti penambahan radar Ground Control Interceptor (GCI) dan radar Early Warning (EW) di seluruh Indonesia terutama bagian timur Indonesia. Kemudian menambah skuadron udara tempur agar mampu melaksanakan patroli udara rutin selama 24 jam, minimal frekuensi terbang malam sama dengan terbang siang.
"Jadi, operational requirement dan technical specification kedua jenis radar tersebut tidak hanya untuk dog fight di udara antara pesawat TNI AU melawan pesawat musuh tapi juga harus mampu dog fight pesawat TNI AU menangkis rudal nuklir," ujarnya.
Oleh sebab itu, penting pesawat-pesawat tempur TNI AU dipersenjatai rudal antirudal jarak jangkau minimal 25 nautical mile (Nm) atau 48 kilometer. Untuk personel, kata Nuning, yang harus ditingkatkan kapasitasnya adalah mengirim para perwira muda TNI AU menjadi master dan doktor ilmu ruang angkasa (space science) di luar negeri.
(amm)