LIPI: Usulan Hary Tanoe Soal Infrastruktur Bisa Ringankan APBN
A
A
A
JAKARTA - Pakar Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Eko Nugroho sepakat dengan pemikiran Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo soal pembangunan infrastruktur.
"Saya sepakat pembangunan infrastruktur komersial sebaiknya dimainkan oleh swasta," kata dia.
Menurut Agus, sejauh ini konsep kemitraan swasta-pemerintah atau Public Private Partner (PPP) belum mampu mendorong peran swasta dalam pembangunan infrastruktur.
Karenanya revitalisasi program PPP harus dilakukan yakni pihak swasta diberikan kesempatan mengakuisisi infrastruktur komersial.
Tidak dipungkirinya bahwa saat ini masih sangat sulit bagi pemerintah benar-benar lepas dari ketergantungan APBN dalam hal pembangunan infrastruktur.
Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, di antaranya keterbatasan modal di BUMN yang ada, serta masih terbatasnya peran pasar obligasi di Indonesia.
"Harus diakui bahwa sampai saat ini Indonesia masih kuat ketergantungan terhadap APBN dalam banyak hal, termasuk pembangunan infrastruktur," ujar Agus.
Selain itu, Agus menjelaskan, pemerintah masih kesulitan untuk mendapatkan biaya dari pasar modal nasional.
Salah satu upaya melanjutkan pembangunan infrastruktur komersial yakni mengajak peran serta pihak swasta yang memang cukup modal melakukan pekerjaan tersebut.
"Namun bisa juga dilakukan pemerintah dengan penguatan modal BUMN melalui pembentukan holding BUMN menjadi langkah strategis. Transformasi beberapa bank untuk menjadi investment banking bisa menjadi alternatif langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah," papar Agus.
Seperti diketahui saat ini pembangunan infrastruktur masih menggunakan APBN dengan menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN, kemudian BUMN membangun infrastruktur komersial.
Hary Tanoe menilai pembangunan infrastruktur saat ini sangat baik, namun disisi lain harus diimbangi dengan pembangunan dan peningkatan produktivitas masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah
Penghematan APBN tersebut, lanjutnya bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif yang membangun produktivitas masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah bawah.
"Saya sepakat pembangunan infrastruktur komersial sebaiknya dimainkan oleh swasta," kata dia.
Menurut Agus, sejauh ini konsep kemitraan swasta-pemerintah atau Public Private Partner (PPP) belum mampu mendorong peran swasta dalam pembangunan infrastruktur.
Karenanya revitalisasi program PPP harus dilakukan yakni pihak swasta diberikan kesempatan mengakuisisi infrastruktur komersial.
Tidak dipungkirinya bahwa saat ini masih sangat sulit bagi pemerintah benar-benar lepas dari ketergantungan APBN dalam hal pembangunan infrastruktur.
Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, di antaranya keterbatasan modal di BUMN yang ada, serta masih terbatasnya peran pasar obligasi di Indonesia.
"Harus diakui bahwa sampai saat ini Indonesia masih kuat ketergantungan terhadap APBN dalam banyak hal, termasuk pembangunan infrastruktur," ujar Agus.
Selain itu, Agus menjelaskan, pemerintah masih kesulitan untuk mendapatkan biaya dari pasar modal nasional.
Salah satu upaya melanjutkan pembangunan infrastruktur komersial yakni mengajak peran serta pihak swasta yang memang cukup modal melakukan pekerjaan tersebut.
"Namun bisa juga dilakukan pemerintah dengan penguatan modal BUMN melalui pembentukan holding BUMN menjadi langkah strategis. Transformasi beberapa bank untuk menjadi investment banking bisa menjadi alternatif langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah," papar Agus.
Seperti diketahui saat ini pembangunan infrastruktur masih menggunakan APBN dengan menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN, kemudian BUMN membangun infrastruktur komersial.
Hary Tanoe menilai pembangunan infrastruktur saat ini sangat baik, namun disisi lain harus diimbangi dengan pembangunan dan peningkatan produktivitas masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah
Penghematan APBN tersebut, lanjutnya bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif yang membangun produktivitas masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah bawah.
(rhs)