Pengentasan Kemiskinan Harus Berintegrasi dengan Pemberdayaan Perempuan
A
A
A
JAKARTA - Langkah Presiden Jokowi (Jokowi) yang meneruskan program Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam merevolusi program bantuan sosial dengan melibatkan peran kaum perempuan mendapat apresiasi. Berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus bisa saling berintegrasi dengan program pemberdayaan perempuan.
Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat mendampingi mantan Presiden SBY menghadiri Seminar Nasional Hari Perempuan Internasional di DPR RI, Jakarta (19/3/2018). Ia meyakini dengan integrasi tersebut, perempuan mendapat posisi dan peran yang signifikan.
Ini mengisyaratkan perempuan harus dilibatkan dalam program pengentasan kemiskinan. "Negara punya kewajiban memfasilitasi dan memberdayakan kaum perempuan dengan mengedepankan program pembangunan berspektif gender," kata Bamsoet.
Bamsoet mengagumi ketangguhan kaum perempuan dengan kemampuan peran ganda, sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Namun, budaya partiarki secara tidak langsung masih memberikan batasan dan ketidakadilan yang mendekatan kaum perempuan dengan kemiskinan.
"Ini mengisyaratkan, perempuan harus dilibatkan dalam program pengentasan kemiskinan. Alhamdulillah di era pemerintahan Pak SBY dan Presiden Jokowi, sudah ada berbagai program bantuan sosial yang melibatkan peran perempuan didalamnya," Bamsoet berujar.
Mantan Ketua Komisi III ini menambahkan, revolusi bantuan sosial juga dilakukan dalam mekanisme penyaluran dari tunai ke non tunai. Dengan demikian bisa meminimalisir penyimpangan, sehingga memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran dan tepat guna.
"Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Sejahtera (Rastra) merupakan beberapa bantuan sosial yang secara nyata melibatkan peran perempuan. Melalui PKH dan Rastra, beban pengeluaran rumah tangga bisa berkurang. Dalam jangka panjang, bisa mengentaskan kemiskinan," paparnya.
Bamsoet menegaskan pemerintah dan DPR sampai hari ini terus melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan performa kesetaraan dan keadilan bagi perempuan Indonesia. Di jalur politik misalnya, sudah ada ketentuan UU No 2/2008 yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30%.
"Pada Pemilu 2014, jumlah persentase perempuan di DPR RI sudah 17,1% atau sekitar 97 perempuan dari 560 anggota dewan. Setelah terjadi beberapa pergantian antar waktu (PAW) hingga awal tahun ini, jumlah persentase perempuan di DPR menjadi 18,2% atau 102 dari 560 anggota DPR," tuturnya.
Bamsoet berharap perempuan yang berkiprah di jalur politik pada tahun 2019 terus meningkat. Melalui jalur politik, perempuan bisa membuat perubahan yang besar bagi bangsa dan negara.
"Saya mendorong masyarakat turut memberikan dukungan atas kiprah kaum perempuan di jalur politik. Semakin banyak kaum perempuan yang berkiprah di jalur politik, akan semakin banyak menyuarakan perubahan bagi bangsa dan negara," pesannya.
Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat mendampingi mantan Presiden SBY menghadiri Seminar Nasional Hari Perempuan Internasional di DPR RI, Jakarta (19/3/2018). Ia meyakini dengan integrasi tersebut, perempuan mendapat posisi dan peran yang signifikan.
Ini mengisyaratkan perempuan harus dilibatkan dalam program pengentasan kemiskinan. "Negara punya kewajiban memfasilitasi dan memberdayakan kaum perempuan dengan mengedepankan program pembangunan berspektif gender," kata Bamsoet.
Bamsoet mengagumi ketangguhan kaum perempuan dengan kemampuan peran ganda, sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Namun, budaya partiarki secara tidak langsung masih memberikan batasan dan ketidakadilan yang mendekatan kaum perempuan dengan kemiskinan.
"Ini mengisyaratkan, perempuan harus dilibatkan dalam program pengentasan kemiskinan. Alhamdulillah di era pemerintahan Pak SBY dan Presiden Jokowi, sudah ada berbagai program bantuan sosial yang melibatkan peran perempuan didalamnya," Bamsoet berujar.
Mantan Ketua Komisi III ini menambahkan, revolusi bantuan sosial juga dilakukan dalam mekanisme penyaluran dari tunai ke non tunai. Dengan demikian bisa meminimalisir penyimpangan, sehingga memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran dan tepat guna.
"Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras Sejahtera (Rastra) merupakan beberapa bantuan sosial yang secara nyata melibatkan peran perempuan. Melalui PKH dan Rastra, beban pengeluaran rumah tangga bisa berkurang. Dalam jangka panjang, bisa mengentaskan kemiskinan," paparnya.
Bamsoet menegaskan pemerintah dan DPR sampai hari ini terus melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan performa kesetaraan dan keadilan bagi perempuan Indonesia. Di jalur politik misalnya, sudah ada ketentuan UU No 2/2008 yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30%.
"Pada Pemilu 2014, jumlah persentase perempuan di DPR RI sudah 17,1% atau sekitar 97 perempuan dari 560 anggota dewan. Setelah terjadi beberapa pergantian antar waktu (PAW) hingga awal tahun ini, jumlah persentase perempuan di DPR menjadi 18,2% atau 102 dari 560 anggota DPR," tuturnya.
Bamsoet berharap perempuan yang berkiprah di jalur politik pada tahun 2019 terus meningkat. Melalui jalur politik, perempuan bisa membuat perubahan yang besar bagi bangsa dan negara.
"Saya mendorong masyarakat turut memberikan dukungan atas kiprah kaum perempuan di jalur politik. Semakin banyak kaum perempuan yang berkiprah di jalur politik, akan semakin banyak menyuarakan perubahan bagi bangsa dan negara," pesannya.
(poe)