GBHN Perlu Dihidupkan Lagi, MPR Masih Menggodoknya
A
A
A
SUMEDANG - Pasca-amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, arah pembangunan Indonesia dinilai kurang begitu jelas.
Perlu adanya garis-garis besar haluan negara (GBHN) agar pembangunan antarrezim pemerintahan saling berkelanjutan. Usulan menghidupkan kembali GBHN disampaikan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri dalam orasi ilmiah saat menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kampus IPDN, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (8/3).
Dalam orasinya, Mega mengatakan arah politik pemerintahan yang disusun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah seharusnya ditetapkan dalam GBHN. “Perlu kita pikirkan lagi secara mendalam dan cermat tentang pentingnya GBHN sebagai pedoman bagi seluruh penyelenggara negara dan rakyat Indonesia,” katanya.
Menurut Mega, GBHN merupakan kebijaksanaan umum penyelenggaraan negara Indonesia. Sementara turunannya adalah garis-garis besar pembangunan. Dalam hal ini berupa cetak biru rencana pembangunan nasional.
"Harusnya ada cetak biru itu. Sekarang kurang jelas. Perlu rencana pembangunan tersebut bersifat menyeluruh, terencana, terarah, serta menyangkut seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkapnya.
Saat ini mulai dari presiden sampai bupati/wali kota harus membuat visi misi. Di mana visi misi ini akan disesuaikan oleh presiden ataupin kepala daerah terpilih. Termasuk juga menuangkan programprogram partai yang dibawa. “Ada rencana jangka pendek, panjang dan menengah. Kalau satu orang dua kali masa jabatan bisa sampai rencana jangka panjang. Tapi setelah ganti orang akan berubah,” ungkapnya.
Bahkan dia mengibaratkan pembangunan di Indonesia itu tarian poco-poco. Ada kalanya pembangunan maju ke depan, tapi di masa yang berbeda, begitu pemerintahan berganti justru bisa ke belakang.
“Kenapa kalau negara maju itu bisa langsung jalan? Karena biasanya kalau di kita MPR itu bersepakat membuat konsep besar negara ini ke depannya mau seperti apa. Mau berapa lama,” kata dia.
Ditemui di tempat yang sama, Ketua MPR Zulkifli Hasan sependapat dengan orasi ilmiah yang diungkapkan oleh Megawati. Menurutnya penting bagi Indonesia membuat haluan negara. “Dalam pidatonya Mbak Mega kembali mengangkat soal pentingnya Indonesia punya haluan kepentingan negara. Perlunya Indonesia 25 tahun 50 tahun 100 tahun mendatang,” ungkapnya.
Meski begitu, upaya pembahasan GBHN ini masih tersendat di tengah jalan. Pasalnya banyak partai yang belum bersepakat atas hal ini. “Biasa lah tidak mudah. Dulu ada amandemen kan karena ada momentum. Semua sudah bersepakat, cuma tindak lanjutnya isinya seperti apa ini yang mandek,” paparnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD jika memang GBHN diperlukan seperti dulu maka harus dilakukan amandemen.
Dia mengatakan saat ini masih digodok oleh MPR. Selain itu semua partai juga harus bersepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Jika tidak maka akan sulit.
“MPR berbicara dengan berbagai kalangan. Perguruan tinggi juga berbicara dengan berbagai kalangan. Toh nantinya bermuara ke MPR keputusannya. Kita lihat saja perkembangannya,” tuturnya. (Dita Angga)
Perlu adanya garis-garis besar haluan negara (GBHN) agar pembangunan antarrezim pemerintahan saling berkelanjutan. Usulan menghidupkan kembali GBHN disampaikan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri dalam orasi ilmiah saat menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kampus IPDN, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (8/3).
Dalam orasinya, Mega mengatakan arah politik pemerintahan yang disusun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah seharusnya ditetapkan dalam GBHN. “Perlu kita pikirkan lagi secara mendalam dan cermat tentang pentingnya GBHN sebagai pedoman bagi seluruh penyelenggara negara dan rakyat Indonesia,” katanya.
Menurut Mega, GBHN merupakan kebijaksanaan umum penyelenggaraan negara Indonesia. Sementara turunannya adalah garis-garis besar pembangunan. Dalam hal ini berupa cetak biru rencana pembangunan nasional.
"Harusnya ada cetak biru itu. Sekarang kurang jelas. Perlu rencana pembangunan tersebut bersifat menyeluruh, terencana, terarah, serta menyangkut seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkapnya.
Saat ini mulai dari presiden sampai bupati/wali kota harus membuat visi misi. Di mana visi misi ini akan disesuaikan oleh presiden ataupin kepala daerah terpilih. Termasuk juga menuangkan programprogram partai yang dibawa. “Ada rencana jangka pendek, panjang dan menengah. Kalau satu orang dua kali masa jabatan bisa sampai rencana jangka panjang. Tapi setelah ganti orang akan berubah,” ungkapnya.
Bahkan dia mengibaratkan pembangunan di Indonesia itu tarian poco-poco. Ada kalanya pembangunan maju ke depan, tapi di masa yang berbeda, begitu pemerintahan berganti justru bisa ke belakang.
“Kenapa kalau negara maju itu bisa langsung jalan? Karena biasanya kalau di kita MPR itu bersepakat membuat konsep besar negara ini ke depannya mau seperti apa. Mau berapa lama,” kata dia.
Ditemui di tempat yang sama, Ketua MPR Zulkifli Hasan sependapat dengan orasi ilmiah yang diungkapkan oleh Megawati. Menurutnya penting bagi Indonesia membuat haluan negara. “Dalam pidatonya Mbak Mega kembali mengangkat soal pentingnya Indonesia punya haluan kepentingan negara. Perlunya Indonesia 25 tahun 50 tahun 100 tahun mendatang,” ungkapnya.
Meski begitu, upaya pembahasan GBHN ini masih tersendat di tengah jalan. Pasalnya banyak partai yang belum bersepakat atas hal ini. “Biasa lah tidak mudah. Dulu ada amandemen kan karena ada momentum. Semua sudah bersepakat, cuma tindak lanjutnya isinya seperti apa ini yang mandek,” paparnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD jika memang GBHN diperlukan seperti dulu maka harus dilakukan amandemen.
Dia mengatakan saat ini masih digodok oleh MPR. Selain itu semua partai juga harus bersepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Jika tidak maka akan sulit.
“MPR berbicara dengan berbagai kalangan. Perguruan tinggi juga berbicara dengan berbagai kalangan. Toh nantinya bermuara ke MPR keputusannya. Kita lihat saja perkembangannya,” tuturnya. (Dita Angga)
(nfl)