KPK Akhirnya Temukan Bukti Uang OTT Wali Kota Kendari dan Sang Ayah
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menemukan bukti fisik uang sebesar Rp2,8 miliar dalam kasus operasi tangkap tangkap (OTT) Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun.
Atas temuan itu, KPK akan mengusut adanya dugaan pembicaraan antara Asrun dengan pasangannya calon Wakil Gubernur Sultra, Hugua, tentang dugaan penyediaan logistik pilkada dari uang suap itu.
Diketahui, Asrun dan Hugua merupakan dua mantan kepala daerah tingkat II di daerah masing-masing. Asrun sebelumnya menjabar Wali Kota Kendari dua periode kurun waktu 2007-2017. Sedangkan Hugua pernah menjabat sebagai Bupati Wakatobi kurun waktu 2006-2016.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, setelah OTT pada Senin (26/2) hingga Selasa (27/2) lalu di Kota Kendari, tidak ditemukan dan tidak disita uang Rp2,8 miliar yang diduga suap.
Tapi tim KPK akhirnya berhasil menemukan uang itu dengan angka persisnya Rp2.798.3000 pada Rabu (7/3/2018) pukul 11.00 WITA di kamar rumah seseorang berinisial K di Kendari. Uang yang ditemukan tersebut dalam pecahan Rp50.000.
"Apakah uang itu untuk membeli suara? Bisa saja uang itu untuk baliho dan untuk yang lain. Kalau kita lihat dari komunikasi yang ada, penukaran penyediaan uang dalam pencahan Rp50.000 prediksi penyidik itu untuk dibagi-bagikan ke masyarakat," ujar Basaria dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2018) malam.
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua ini memastikan dalam pengembangan penyidikan kasus ini nantinya akan ditelusuri lebih lanjut apakah ada kesepakatan antara Asrun dengan Hugua untuk penyediaan logistik pilkada yang diduga bersumber dari uang suap. (Baca: Wali Kota Kendari dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Kena OTT KPK)
"Apakah ada kesepakatan ASR (Asrun) dan cawagubnya (Hugua) ini belum sampai ke sana. Nanti mungkin akan diperiksa oleh tim apakah ada kemungkinan kerja sama untuk itu. Tapi sebagaimana kita tahu bahwa bantuan ADR (Adriatma Dwi Putra) adalah untuk ayahnya (Asrun) yang maju pilgub," ujarnya.
Terkait uang sebesar Rp2.798.300.000 yang telah disita KPK, Basarian menjelaskan, pada Senin (26/2) terjadi penarikan uang senilai Rp1,5 miliar di Bank Mega Kota Kendari oleh anak buah Hasmun Hamzah. Uang tersebut lantas dibawa ke kantor perusahaan Hasmun. Di kantor itu Hasmun lantas menambahkan Rp1,3 miliar.
Lalu, total uang Rp2,8 miliar dalam pecahan Rp50.000 kemudian dimasukkan ke dalam kardus. Sopir perusahaan Hasmun lantas membawa uang tersebut pada Senin (26/2) malam dan diserahkan kepada seseorang berinisial W. W lantas memasukan uang tersebut ke kardus yang baru.
W kemudian membawa uang dalam kardus baru tersebut ke sebuah lapangan atas permintaan dan kesepakatan Adriatma dan Hasmun. Di lapangan tersebut W bertemu dengan seseorang berinisial K sekitar pukul 23.00 WITA. Saat terjadi perpindahan kardus berisi uang dari mobil W ke mobil K, lampu mobil dimatikan.
Proses selanjutnya terputus dan tidak teridentifikasi tim KPK. Tapi berikutnya, K melewati jalan yang dihimpit hutan untuk menuju rumah seseorang berinisia I, orang dekat Adriatma. I yang sedang berada di Jakarta lantas menghubungi kerabatnya berinisial S yang sedang berada di rumah I. Lalu I meminta S menerima barang berupa kardus berisi uang.
Saat tiba di rumah I, K dan S mengganti kardus pembungkus uang dengan kardus lain dan memasukannya ke dalam kamar I. Terakhir atas perintah Adriatma (sebelum ditangkap), uang tersebut tetap disimpan di kamar I hingga kemudian ditemukan tim KPK pada Rabu (7/3) lalu. Saat ini KPK sedang melakukan pengembangan bagaimana sampai uang tadi berkurang sekitar Rp1,7 juta.
"Dalam kesempatan ini KPK sangat berterima kasih atas partisipasi masyarakat yang memberikan informasi-informasi sehingga uang tadi ditemukan dan juga bantuan dari rekan-tekan polisi di Polda Sultra yang di Kendari sehingga proses penyidikan ini berjalan baik," ucap Basaria.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, sebelum menyita uang Rp2.798.300.000 itu, sebenarnya saat OTT sudah disita bukti rekening penarikan Rp1,5 miliar dan catatan pengeluaran Rp1,3 miliar. Saat penyitaan Rp2.798.3000.000 pada Rabu (7/3) dilakukan perhitungan di hadapan pihak-pihak terkait.
"Uang yang ditemukan itu kami hitung dengan mesin penghitung uang. Kardus terakhir yang berisi uang juga kami bawa, untuk kepentingan penghitungan kembali, kita keluarkan dan dimasukan ke troli. Diduga terjadi tiga kali pergantian kardus. Kekurangan Rp1,7 juta tadi beberapa penyebab, fakta-fakta akan kita dalami lebih lanjut," jelas Febri.
Sementara itu, Hugua menyatakan dirinya tidak tahu menahu dari mana Asrun mendapatkan uang suap itu. Hugua juga tidak pernah berbicara dengan Asrun tentang sumber uang logistik pilkada, apalagi dari uang diduga suap.
Saat ini dirinya hanya berkonsentrasi pada penyelenggaraan pilkada dan kampanye meski Asrun menjadi tersangka dan ditahan KPK. "Saya percaya tidak semudah itu lalu digoyang dengan macam-macam. Ini kan (dugaan suap Asrun) masalah hukum, kita harus menghargai proses hukum dan praduga tak bersalah kan," tegas Hugua kepada KORAN SINDO.
Atas temuan itu, KPK akan mengusut adanya dugaan pembicaraan antara Asrun dengan pasangannya calon Wakil Gubernur Sultra, Hugua, tentang dugaan penyediaan logistik pilkada dari uang suap itu.
Diketahui, Asrun dan Hugua merupakan dua mantan kepala daerah tingkat II di daerah masing-masing. Asrun sebelumnya menjabar Wali Kota Kendari dua periode kurun waktu 2007-2017. Sedangkan Hugua pernah menjabat sebagai Bupati Wakatobi kurun waktu 2006-2016.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, setelah OTT pada Senin (26/2) hingga Selasa (27/2) lalu di Kota Kendari, tidak ditemukan dan tidak disita uang Rp2,8 miliar yang diduga suap.
Tapi tim KPK akhirnya berhasil menemukan uang itu dengan angka persisnya Rp2.798.3000 pada Rabu (7/3/2018) pukul 11.00 WITA di kamar rumah seseorang berinisial K di Kendari. Uang yang ditemukan tersebut dalam pecahan Rp50.000.
"Apakah uang itu untuk membeli suara? Bisa saja uang itu untuk baliho dan untuk yang lain. Kalau kita lihat dari komunikasi yang ada, penukaran penyediaan uang dalam pencahan Rp50.000 prediksi penyidik itu untuk dibagi-bagikan ke masyarakat," ujar Basaria dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2018) malam.
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua ini memastikan dalam pengembangan penyidikan kasus ini nantinya akan ditelusuri lebih lanjut apakah ada kesepakatan antara Asrun dengan Hugua untuk penyediaan logistik pilkada yang diduga bersumber dari uang suap. (Baca: Wali Kota Kendari dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Kena OTT KPK)
"Apakah ada kesepakatan ASR (Asrun) dan cawagubnya (Hugua) ini belum sampai ke sana. Nanti mungkin akan diperiksa oleh tim apakah ada kemungkinan kerja sama untuk itu. Tapi sebagaimana kita tahu bahwa bantuan ADR (Adriatma Dwi Putra) adalah untuk ayahnya (Asrun) yang maju pilgub," ujarnya.
Terkait uang sebesar Rp2.798.300.000 yang telah disita KPK, Basarian menjelaskan, pada Senin (26/2) terjadi penarikan uang senilai Rp1,5 miliar di Bank Mega Kota Kendari oleh anak buah Hasmun Hamzah. Uang tersebut lantas dibawa ke kantor perusahaan Hasmun. Di kantor itu Hasmun lantas menambahkan Rp1,3 miliar.
Lalu, total uang Rp2,8 miliar dalam pecahan Rp50.000 kemudian dimasukkan ke dalam kardus. Sopir perusahaan Hasmun lantas membawa uang tersebut pada Senin (26/2) malam dan diserahkan kepada seseorang berinisial W. W lantas memasukan uang tersebut ke kardus yang baru.
W kemudian membawa uang dalam kardus baru tersebut ke sebuah lapangan atas permintaan dan kesepakatan Adriatma dan Hasmun. Di lapangan tersebut W bertemu dengan seseorang berinisial K sekitar pukul 23.00 WITA. Saat terjadi perpindahan kardus berisi uang dari mobil W ke mobil K, lampu mobil dimatikan.
Proses selanjutnya terputus dan tidak teridentifikasi tim KPK. Tapi berikutnya, K melewati jalan yang dihimpit hutan untuk menuju rumah seseorang berinisia I, orang dekat Adriatma. I yang sedang berada di Jakarta lantas menghubungi kerabatnya berinisial S yang sedang berada di rumah I. Lalu I meminta S menerima barang berupa kardus berisi uang.
Saat tiba di rumah I, K dan S mengganti kardus pembungkus uang dengan kardus lain dan memasukannya ke dalam kamar I. Terakhir atas perintah Adriatma (sebelum ditangkap), uang tersebut tetap disimpan di kamar I hingga kemudian ditemukan tim KPK pada Rabu (7/3) lalu. Saat ini KPK sedang melakukan pengembangan bagaimana sampai uang tadi berkurang sekitar Rp1,7 juta.
"Dalam kesempatan ini KPK sangat berterima kasih atas partisipasi masyarakat yang memberikan informasi-informasi sehingga uang tadi ditemukan dan juga bantuan dari rekan-tekan polisi di Polda Sultra yang di Kendari sehingga proses penyidikan ini berjalan baik," ucap Basaria.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, sebelum menyita uang Rp2.798.300.000 itu, sebenarnya saat OTT sudah disita bukti rekening penarikan Rp1,5 miliar dan catatan pengeluaran Rp1,3 miliar. Saat penyitaan Rp2.798.3000.000 pada Rabu (7/3) dilakukan perhitungan di hadapan pihak-pihak terkait.
"Uang yang ditemukan itu kami hitung dengan mesin penghitung uang. Kardus terakhir yang berisi uang juga kami bawa, untuk kepentingan penghitungan kembali, kita keluarkan dan dimasukan ke troli. Diduga terjadi tiga kali pergantian kardus. Kekurangan Rp1,7 juta tadi beberapa penyebab, fakta-fakta akan kita dalami lebih lanjut," jelas Febri.
Sementara itu, Hugua menyatakan dirinya tidak tahu menahu dari mana Asrun mendapatkan uang suap itu. Hugua juga tidak pernah berbicara dengan Asrun tentang sumber uang logistik pilkada, apalagi dari uang diduga suap.
Saat ini dirinya hanya berkonsentrasi pada penyelenggaraan pilkada dan kampanye meski Asrun menjadi tersangka dan ditahan KPK. "Saya percaya tidak semudah itu lalu digoyang dengan macam-macam. Ini kan (dugaan suap Asrun) masalah hukum, kita harus menghargai proses hukum dan praduga tak bersalah kan," tegas Hugua kepada KORAN SINDO.
(thm)