Tangkal Hoax, Kemhan Minta Budayakan Swasensor
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan mengimbau, kepada pengguna media sosial atau netizen untuk membudayakan swasensor terhadap informasi-informasi yang diterimanya melalui media sosial (medsos).
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Dirjen Strahan) Kemhan, Mayjen TNI Hartind Asrin mengatakan, berita-berita hoax dan ujaran kebencian (hate speech) yang sengaja dibuat oleh sekelompok orang tertentu di media sosial dapat memengaruhi stabilitas keamanan dan dapat memecah belah bangsa.
"Swa sensor harus dilakukan untuk menangkal berita-berita bohong (hoax) yang sering kali membuat gaduh,” katanya di kantornya di Gedung Ditjen Strahan Kemhan, Jakarta, Rabu (7/3/18).
Mantan Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Kabadiklat) Kemhan ini mengatakan, dengan melakukan swa sensor terhadap informasi atau berita yang masuk maka setiap informasi hoax dapat ditangkal. Ini merupakan salah satu soft power dalam menghadapi berbagai informasi yang diragukan kebenarannya.
"Pada masyarakat zaman old melihat informasi dari koran, sementara anak zaman now melihat berita dari gadget dan cepat percaya. Bahkan langsung disebar, tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah berita yang didapat itu benar atau tidak,” ujarnya.
Pria yang pernah menjabat Kapuskom Publik Kemhan ini menambahkan, penanganan terhadap berita hoax dan ujaran kebencian merupakan ranah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Polri. Menurut dia, Kemenkominfo mempunyai wewenang untuk memblok portal dan berita yang mengandung unsur ujaran kebencian. Sedangkan Polri memiliki kewenangan untuk menindak.
“Bila penegak hukum seperti Polri memiliki pasukan patroli siber yang mengejar dan bisa menindak serta melakukan tindakan hukum terhadap pelaku-pelaku hoax. Kemhan dan TNI dapat menjadi penyeimbang berita negatif menjadi positif dan kita berkolaborasi dengan lembaga terkait dengan tim siber untuk melakukan penindakan,” papar mantan Atase Pertahanan RI di Malaysia ini.
Selain bekerja sama dengan instansi terkait, kata dia, Kemhan juga melakukan penetrasi berita-berita hoax dan yang mengandung ujaran kebencian dengan melakukan penetrasi melalui social engineering.
“Penting untuk melakukan penetrasi berita-berita hoax dengan pasukan siber army dari TNI, Kementerian Pertahanan yang bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara,” ujar Hartind.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Dirjen Strahan) Kemhan, Mayjen TNI Hartind Asrin mengatakan, berita-berita hoax dan ujaran kebencian (hate speech) yang sengaja dibuat oleh sekelompok orang tertentu di media sosial dapat memengaruhi stabilitas keamanan dan dapat memecah belah bangsa.
"Swa sensor harus dilakukan untuk menangkal berita-berita bohong (hoax) yang sering kali membuat gaduh,” katanya di kantornya di Gedung Ditjen Strahan Kemhan, Jakarta, Rabu (7/3/18).
Mantan Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Kabadiklat) Kemhan ini mengatakan, dengan melakukan swa sensor terhadap informasi atau berita yang masuk maka setiap informasi hoax dapat ditangkal. Ini merupakan salah satu soft power dalam menghadapi berbagai informasi yang diragukan kebenarannya.
"Pada masyarakat zaman old melihat informasi dari koran, sementara anak zaman now melihat berita dari gadget dan cepat percaya. Bahkan langsung disebar, tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah berita yang didapat itu benar atau tidak,” ujarnya.
Pria yang pernah menjabat Kapuskom Publik Kemhan ini menambahkan, penanganan terhadap berita hoax dan ujaran kebencian merupakan ranah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Polri. Menurut dia, Kemenkominfo mempunyai wewenang untuk memblok portal dan berita yang mengandung unsur ujaran kebencian. Sedangkan Polri memiliki kewenangan untuk menindak.
“Bila penegak hukum seperti Polri memiliki pasukan patroli siber yang mengejar dan bisa menindak serta melakukan tindakan hukum terhadap pelaku-pelaku hoax. Kemhan dan TNI dapat menjadi penyeimbang berita negatif menjadi positif dan kita berkolaborasi dengan lembaga terkait dengan tim siber untuk melakukan penindakan,” papar mantan Atase Pertahanan RI di Malaysia ini.
Selain bekerja sama dengan instansi terkait, kata dia, Kemhan juga melakukan penetrasi berita-berita hoax dan yang mengandung ujaran kebencian dengan melakukan penetrasi melalui social engineering.
“Penting untuk melakukan penetrasi berita-berita hoax dengan pasukan siber army dari TNI, Kementerian Pertahanan yang bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara,” ujar Hartind.
(pur)