Kasus Korupsi Tambang Sultra, Nur Alam Akui Terima Rp40 M
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif Nur Alam mengakui menerima uang setara Rp40.268.792.850 dari pengusaha pertambangan asal Tiongkok, Mr Chen.
Pengakuan tersebut disampaikan Nur Alam saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin. Perkara Nur Alam terbagi dua bagian.
Pertama, Nur Alam selaku gubernur Sultra periode 2008- 2013 dan periode 2013-2018 secara melawan hukum memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Dari korupsi ini akibatnya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp4.325.130.590.137 atau setidak-tidaknya sebesar Rp1.596.385.454.137. Nur Alam menguntungkan diri sendiri sebesar Rp2,781 miliar.
Kedua, Nur Alam selaku gubernur Sultra dua periode menerima gratifikasi sebesar USD4.499.900 atau setara saat itu Rp40.268.792.850. Penerimaan gratifikasi berasal dari Richorp International Ltd yang ditransfer dengan rekening Chinatrust Commercial Bank.
Di hadapan majelis hakim, Nur Alam mengatakan, dirinya mengenal M Chen, seorang pengusaha asal Tiongkok sejak sekitar 2002-2003. Ketika perkenalan terjadi Nur Alam masih menjadi ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Sultra serta ketua Asosiasi Pengusaha Pengadaan Barang dan Jasa.
Nur Alam beberapa kali pernah bertemu Mr Chen baik di Jakarta maupun di Sultra. Pernah juga ada pertemuan Nur Alam di Singapura. Saat itu, Nur Alam tidak tahu menahu asal perusahaan Chen.
Beberapa kali terjadi diskusi tentang bisnis antara Chen dengan Nur Alam. Kemudian, Chen memberikan uang dengan cara ditransfer. Chen mengarahkan agar uang tersebut dipergunakan untuk investasi di AXA Mandiri. Keinginan itu berpadu dengan keinginan Nur Alam untuk investasi di AXA Mandiri. Chen lantas meminta Nur Alam mencari tahu dan menghubungi pihak AXA Mandiri.
Kemudian, akhirnya Nur Alam melakukan investasi dalam polis asuransi dengan mengontak Kepala Cabang Bank Mandiri Kendari, Sultra periode 2009-2010 yang kini Kepala Cabang Bank Mandiri Jakarta Pertamina, Syahrial Imbar.
Nur Alam lantas mendatang AXA Mandiri di Bank Mandiri Jakarta Pertamina pada 2010. Ada tiga polis asuransi yang dibuka Nur Alam. Pihak AXA Mandiri lantas mencantumkan profil Nur Alam sebagai pengusaha pertambangan.
"Beberapa hari kemudian saya dikasi tahu Syahrial uang sudah masuk di rekening AXA Mandiri. Seingat saya beberapa kali pengiriman. Total (lebih) Rp40 miliar dari Chen. Rp30 miliar untuk bayar premi, yang Rp10 miliar pinjaman saya dari Chen. Ada perjanjian tertulis. Uang Rp10 miliar saya tarik," ujar Nur Alam.
Richorp International Ltd pernah membeli nikel dari PT AHB sebanyak tiga kali dengan nilai hampir Rp1,334 triliun. JPU lantas menanyakan apakah Nur Alam tahu bahwa uang lebih Rp40 miliar tadi berasal dari rekening Richorp International Ltd.
"Saya tidak tahu Richorp, saya hanya tahu Mr.Chen. Tidak ada perjanjian dengan Richorp," ucap Nur Alam.
Mantan Ketua DPW PAN Sultra ini melanjutkan, dirinya memang punya tiga kartu tanda penduduk (KTP) baik sebelum menjabat sebagai gubernur maupun saat menjabat. Salah satu KTP beralamat di Jalan Asam Gede, Kelurahan Matraman.
Dari tiga KTP, tutur Nur Alam, yang dipergunakan untuk membuka investasi polis asuransi di AXA Mandiri. KTP lainnya ada KTP yang berlaku hingga 2013, tutur Nur Alam, dipergunakan untuk membeli rumah seharga Rp1,781 miliar di Kompleks Perumahan Premier Estate Blok I/9 pada Juli 2010. Rumah dibeli dari PT Premier Qualitas Indonesia.
"Rumah itu dibeli Ridho Insana (PNS Pemprov Sultra) cash berjangka. Saya hanya datang menemui developer, saya tidak pernah tandatangani persetujuan pembelian. KTP yang dipakai KTP lama saya dan ada di kantor," ujar Nur Alam.
Pengakuan tersebut disampaikan Nur Alam saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin. Perkara Nur Alam terbagi dua bagian.
Pertama, Nur Alam selaku gubernur Sultra periode 2008- 2013 dan periode 2013-2018 secara melawan hukum memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Dari korupsi ini akibatnya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp4.325.130.590.137 atau setidak-tidaknya sebesar Rp1.596.385.454.137. Nur Alam menguntungkan diri sendiri sebesar Rp2,781 miliar.
Kedua, Nur Alam selaku gubernur Sultra dua periode menerima gratifikasi sebesar USD4.499.900 atau setara saat itu Rp40.268.792.850. Penerimaan gratifikasi berasal dari Richorp International Ltd yang ditransfer dengan rekening Chinatrust Commercial Bank.
Di hadapan majelis hakim, Nur Alam mengatakan, dirinya mengenal M Chen, seorang pengusaha asal Tiongkok sejak sekitar 2002-2003. Ketika perkenalan terjadi Nur Alam masih menjadi ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Sultra serta ketua Asosiasi Pengusaha Pengadaan Barang dan Jasa.
Nur Alam beberapa kali pernah bertemu Mr Chen baik di Jakarta maupun di Sultra. Pernah juga ada pertemuan Nur Alam di Singapura. Saat itu, Nur Alam tidak tahu menahu asal perusahaan Chen.
Beberapa kali terjadi diskusi tentang bisnis antara Chen dengan Nur Alam. Kemudian, Chen memberikan uang dengan cara ditransfer. Chen mengarahkan agar uang tersebut dipergunakan untuk investasi di AXA Mandiri. Keinginan itu berpadu dengan keinginan Nur Alam untuk investasi di AXA Mandiri. Chen lantas meminta Nur Alam mencari tahu dan menghubungi pihak AXA Mandiri.
Kemudian, akhirnya Nur Alam melakukan investasi dalam polis asuransi dengan mengontak Kepala Cabang Bank Mandiri Kendari, Sultra periode 2009-2010 yang kini Kepala Cabang Bank Mandiri Jakarta Pertamina, Syahrial Imbar.
Nur Alam lantas mendatang AXA Mandiri di Bank Mandiri Jakarta Pertamina pada 2010. Ada tiga polis asuransi yang dibuka Nur Alam. Pihak AXA Mandiri lantas mencantumkan profil Nur Alam sebagai pengusaha pertambangan.
"Beberapa hari kemudian saya dikasi tahu Syahrial uang sudah masuk di rekening AXA Mandiri. Seingat saya beberapa kali pengiriman. Total (lebih) Rp40 miliar dari Chen. Rp30 miliar untuk bayar premi, yang Rp10 miliar pinjaman saya dari Chen. Ada perjanjian tertulis. Uang Rp10 miliar saya tarik," ujar Nur Alam.
Richorp International Ltd pernah membeli nikel dari PT AHB sebanyak tiga kali dengan nilai hampir Rp1,334 triliun. JPU lantas menanyakan apakah Nur Alam tahu bahwa uang lebih Rp40 miliar tadi berasal dari rekening Richorp International Ltd.
"Saya tidak tahu Richorp, saya hanya tahu Mr.Chen. Tidak ada perjanjian dengan Richorp," ucap Nur Alam.
Mantan Ketua DPW PAN Sultra ini melanjutkan, dirinya memang punya tiga kartu tanda penduduk (KTP) baik sebelum menjabat sebagai gubernur maupun saat menjabat. Salah satu KTP beralamat di Jalan Asam Gede, Kelurahan Matraman.
Dari tiga KTP, tutur Nur Alam, yang dipergunakan untuk membuka investasi polis asuransi di AXA Mandiri. KTP lainnya ada KTP yang berlaku hingga 2013, tutur Nur Alam, dipergunakan untuk membeli rumah seharga Rp1,781 miliar di Kompleks Perumahan Premier Estate Blok I/9 pada Juli 2010. Rumah dibeli dari PT Premier Qualitas Indonesia.
"Rumah itu dibeli Ridho Insana (PNS Pemprov Sultra) cash berjangka. Saya hanya datang menemui developer, saya tidak pernah tandatangani persetujuan pembelian. KTP yang dipakai KTP lama saya dan ada di kantor," ujar Nur Alam.
(maf)