Kasus Suap, KPK Usut Kekayaan Bupati Lampung Tengah
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut harta kekayaan dan dugaan penyimpangan milik tersangka Bupati Lampung Tengah (Lamteng) sekaligus calon gubernur Provinsi Lampung Mustofa.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik melakukan pemeriksaan silang dua tersangka sebagai saksi untuk masing-masing. Pemeriksaan terkait kasus dugaan suap persetujuan DPRD atas pengajuan pinjaman daerah yang diajukan Pemerintah Kabupaten Lampteng ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar yang masuk dalam APBD 2018.
Dua tersangka tersebut yakni Mustafa dan Wakil Ketua DPRD Lamteng sekaligus Ketua DPC PDIP Lamteng, J Natalis Sinaga. Dalam pemeriksaan ini, tutur Febri, penyidik melakukan pendalaman awal terkait dua hal. Pertama, tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam jabatannya. Kedua, kepemilikan harta kekayaan.
"Di undang-undang kan (penyelenggara negara) kewajiban untuk menjelaskan hal tersebut. Tentu harus kita petakan harta kekayaan tersebut sebagai bagian juga dari informasi yang harus kita tuangkan di berkas perkara," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Febri membeberkan, sehubungan dengan pendalaman harta kekayaan tersebut maka KPK juga memperbandingkannya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Mustafa dan Natalis yang dilaporkan ke KPK. Bagi KPK, LHKPN merupakan salah satu sumber penting.
"Kalau kita lihat ada ketimpangan dan ada bukti-bukti yang relevan tentu kita dalam juga (unsur pidana lainnya)," tegasnya.
Febri menuturkan, yang harus diingat juga adalah Mustafa bersama Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamteng Taufik Rahman merupakan tersangka pemberi suap sebesar Rp1 miliar kepada dua tersangka penerima suap yakni J Natalis Sinaga dan anggota DPRD Lampteng dari Fraksi PDIP Rusliyanto.
Sebagian besar atau Rp900 juta berasal dari uang yang disodorkan kontraktor yang menggarap proyek di Dinas Bina Marga. Konteks ini sehubungan dengan harta kekayaan adalah ditelusuri juga apakah ada pemberian lain kontraktor-kontraktor kepada Mustafa saat masih menjabat sebagai Bupati Lamteng.
Penelusuran harta kekayaan itu dimaksudkan juga untuk memastikan apakah ada atau tidak dugaan uang yang sebelumnya diterima Mustafa sudah dialihbentukan atau dibelanjakan.
"Saya belum dapat informasi (dari penyidik) tentang penerimaan-penerimaan lain tersebut. Kalau masyarakat punya informasi bisa dilaporkan atau disampaikan kepada KPK," imbuh Febri.
Berdasarkan data LHKPN milik Mustafa dari laman ACCH KPK, Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Lampung nonaktif ini terakhir melaporkan kekayaan pada 17 Januari 2018. Pelaporan LHKPN ini sebagai syarat Mustafa maju sebagai calon gubernur di Pilkada Lampung 2018. Dalam laporan tersebut, Mustafa memiliki kekayaan Rp10.259.701.823.
Sebelumnya dalam status sebagai Wakil Bupati Lampung Tengah dan calon bupati Lampung Tengah, Mustafa pernah melaporkan LHKPN pada 26 Juni 2015. Nilai kekayaannya sebesar Rp9.953.968.365.
Febri menambahkan, tentang peristiwa dan pernyataan Mustafa selepas diperiksa penyidik pada Jumat (23/2) bahwa yang bersangkutan optimis menang sebagai calon gubernur dalam Pilkada 2018 sembari menyampaikan seperti sedang kampanye dan akan menggandeng KPK dalam bidang pencegahan haruslah dilihat secara proporsional.
Pertama, menang atau tidak bukan tergantung calon tapi masyarakat yang memilih. KPK mengimbau agar masyarakat Lampten dan Provinsi Lampung perlu melihat bahwa persoalan korupsi haruslah dilihat sebagai persoalan serius untuk masa depan daerah.
Kedua, masyarakat tentu sudah cerdas dalam memilih dan tidak bisa ditipu dengan slogan semata. "Masyarakat tentu sudah cerdas tidak bisa dikamuflasekan dengan slogan-slogan politik saja," ucap Febri.
"Apalagi ketika KPK melakukan proses hukum penetapan tersangka sampai dengan penahanan, berarti sudah diduga keras sebagai pelaku tindak pidana dan buktinya sudah sangat kuat," tambahnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penyidik melakukan pemeriksaan silang dua tersangka sebagai saksi untuk masing-masing. Pemeriksaan terkait kasus dugaan suap persetujuan DPRD atas pengajuan pinjaman daerah yang diajukan Pemerintah Kabupaten Lampteng ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar yang masuk dalam APBD 2018.
Dua tersangka tersebut yakni Mustafa dan Wakil Ketua DPRD Lamteng sekaligus Ketua DPC PDIP Lamteng, J Natalis Sinaga. Dalam pemeriksaan ini, tutur Febri, penyidik melakukan pendalaman awal terkait dua hal. Pertama, tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam jabatannya. Kedua, kepemilikan harta kekayaan.
"Di undang-undang kan (penyelenggara negara) kewajiban untuk menjelaskan hal tersebut. Tentu harus kita petakan harta kekayaan tersebut sebagai bagian juga dari informasi yang harus kita tuangkan di berkas perkara," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Febri membeberkan, sehubungan dengan pendalaman harta kekayaan tersebut maka KPK juga memperbandingkannya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Mustafa dan Natalis yang dilaporkan ke KPK. Bagi KPK, LHKPN merupakan salah satu sumber penting.
"Kalau kita lihat ada ketimpangan dan ada bukti-bukti yang relevan tentu kita dalam juga (unsur pidana lainnya)," tegasnya.
Febri menuturkan, yang harus diingat juga adalah Mustafa bersama Kepala Dinas Bina Marga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamteng Taufik Rahman merupakan tersangka pemberi suap sebesar Rp1 miliar kepada dua tersangka penerima suap yakni J Natalis Sinaga dan anggota DPRD Lampteng dari Fraksi PDIP Rusliyanto.
Sebagian besar atau Rp900 juta berasal dari uang yang disodorkan kontraktor yang menggarap proyek di Dinas Bina Marga. Konteks ini sehubungan dengan harta kekayaan adalah ditelusuri juga apakah ada pemberian lain kontraktor-kontraktor kepada Mustafa saat masih menjabat sebagai Bupati Lamteng.
Penelusuran harta kekayaan itu dimaksudkan juga untuk memastikan apakah ada atau tidak dugaan uang yang sebelumnya diterima Mustafa sudah dialihbentukan atau dibelanjakan.
"Saya belum dapat informasi (dari penyidik) tentang penerimaan-penerimaan lain tersebut. Kalau masyarakat punya informasi bisa dilaporkan atau disampaikan kepada KPK," imbuh Febri.
Berdasarkan data LHKPN milik Mustafa dari laman ACCH KPK, Ketua DPW Partai NasDem Provinsi Lampung nonaktif ini terakhir melaporkan kekayaan pada 17 Januari 2018. Pelaporan LHKPN ini sebagai syarat Mustafa maju sebagai calon gubernur di Pilkada Lampung 2018. Dalam laporan tersebut, Mustafa memiliki kekayaan Rp10.259.701.823.
Sebelumnya dalam status sebagai Wakil Bupati Lampung Tengah dan calon bupati Lampung Tengah, Mustafa pernah melaporkan LHKPN pada 26 Juni 2015. Nilai kekayaannya sebesar Rp9.953.968.365.
Febri menambahkan, tentang peristiwa dan pernyataan Mustafa selepas diperiksa penyidik pada Jumat (23/2) bahwa yang bersangkutan optimis menang sebagai calon gubernur dalam Pilkada 2018 sembari menyampaikan seperti sedang kampanye dan akan menggandeng KPK dalam bidang pencegahan haruslah dilihat secara proporsional.
Pertama, menang atau tidak bukan tergantung calon tapi masyarakat yang memilih. KPK mengimbau agar masyarakat Lampten dan Provinsi Lampung perlu melihat bahwa persoalan korupsi haruslah dilihat sebagai persoalan serius untuk masa depan daerah.
Kedua, masyarakat tentu sudah cerdas dalam memilih dan tidak bisa ditipu dengan slogan semata. "Masyarakat tentu sudah cerdas tidak bisa dikamuflasekan dengan slogan-slogan politik saja," ucap Febri.
"Apalagi ketika KPK melakukan proses hukum penetapan tersangka sampai dengan penahanan, berarti sudah diduga keras sebagai pelaku tindak pidana dan buktinya sudah sangat kuat," tambahnya.
(maf)