Pemerintah Antisipasi Empat Ancaman Pilkada

Rabu, 21 Februari 2018 - 10:26 WIB
Pemerintah Antisipasi...
Pemerintah Antisipasi Empat Ancaman Pilkada
A A A
JAKARTA - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 memasuki tahap krusial. Pemerintah mengidentifikasi empat ancaman yang bisa menganggu pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.

Saat ini tahapan Pilkada 2018 me masuki masa kampanye. Pasangan kepala daerah beserta tim pemenangan mulai menebar simpati ke kantong-kantong suara pemilih untuk meraih dukungan.

Dalam rentang waktu ini, kampanye biasanya tak hanya berisi penyampaian visi-misi, tetapi juga rentan disusupi dengan kampanye hitam untuk saling mendiskreditkan antar pasangan calon.

“Ada empat jenis ancaman yang kami antisipasi betul karena bisa menganggu pelaksanaan Pilkada dan memicu konflik di masyarakat,” ujar Menteri Kordinator Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto seusai Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada 2018, di Hotel Sahid, kemarin.

Dia menjelaskan ancaman pertama yang bisa menganggu pelaksanaan Pilkada adalah munculnya politik identitas. Isu ini biasanya digunakan untuk mendiskreditkan pasangan calon dengan hal-hal yang berkaitan dengan suku, agama, dan putra daerah.

“Ini menjadi ancaman pilkada karena larinya ke SARA. Entah itu suku, agama, lalu putra daerah atau bukan. Jadi membangun parameter sendiri,” katanya. Hal kedua yang menjadi ancaman menurut Wiranto adalah kampanye hitam.

Di mana kampanye hitam ini melahirkan ancaman lain yaitu pembunuhan karakter bagi kandidat yang terlibat dalam kontestasi. Kedua ancaman ini akan banyak dilakukan dengan menggunakan media sosial (medsos).

“Pembunuhan karakter dengan hoax melalui medsos. Medsos jadi ancaman baru tidak hanya bagi Indonesia dan internesional. Ini bisa masuk kemanapun termasuk pilkada,” tuturnya.

Ancaman terakhir kata Wiranto adalah terkait dengan politik uang. Menurutnya jika politik uang terus dilakukan akan merusak demokratisasi lokal. Hal ini juga berdampak pada terpilihnya pemimpin yang hanya bermodalkan material tanpa kapasitas yang jelas.

“Empat ancaman ini dari dalam. Saya kira tugas kita adalah melihat ke dalam diri terkait tugas dan kewajiban. Apa yang harus dilakukan dalam rangka pilkada. Lalu dilaksanakan dengan baik,” paparnya. Wiranto juga mengingatkan kesuksesan pilkada tergantung pada beberapa hal.

Di antaranya penyelenggara profesional dan tidak berpihak, fasilitas penyelenggaraan cukup, rakyat bebas memilih, kontestan saling adu kompetensi, parpol ikuti aturan, serta aparat keamanan dan ASN netral.

“Jika ini dilaksanakan pilkada aman. Tidak terjadi apapun. Masalahnya diantara stakeholder ada yang tidak sesuai yang di harapkan,” tuturnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengakui memasuki tahapan pilkada kali ini telah marak beredar isu-isu hoax dan SARA terkait paslon. Dia mengatakan bahwa politik identitas perlu dihindari. Pasalnya hal ini rentan menyebabkan polarisasi di tengah masyarakat.

“Hal inilah yang kemudian dapat menimbulkan gesekan, kegaduhan antar kelompok masyarakat dan kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok oknum yang berkepentingan dengan tujuan mengubah peta politik untuk kemenangan, menjatuhkan rival politiknya,” tuturnya.

Tjahjo pun menyebut jika pasangan calon menggunakan politik identitas patut diduga tidak memiliki kinerja jelas. Dia mengajak masyarakat untuk mewujudkan pilkada damai dengan menghindari isu provokatif yang bisa memanaskan situasi bisa memecah belah bangsa.

“Semua elemen bangsa harus bergerak untuk menyuarakan pilkada damai, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat yang di pandang oleh publik,” paparnya.

Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan ada beberapa potensi masalah yang dihadapi pada pilkada 2018. Persoalan pertama adalah data pemilih yang mana masih adanya peluang pemilih kehilangan hak pilihnya.

“Penyebabnya mulai dari ketiadaan e-KTP atau surat keterangan, tidak men da pat kan undangan atau C6, dan ketidaklengkapan data administrasi KPPS & PPS terkait pemilih yang tidak menerima pemberitahuan memilih,” paparnya. Selain itu potensi lainnya berkaitan dengan dana kampanye.

Di mana potensi masalah yang dihadapi antara lain rekening khusus dana kampanye dibuka bukan atas nama pasangan calon, pembatasan pengeluaran dana kampanye belum mencerminkan semangat efisiensi belanja kampanye, dan pemenuhan syarat administrasi dan/ atau peninjauan lapangan/klarifikasi dalam seleksi KAP.

Sementara itu Ketua KPU, Arief Budiman mengatakan persoalan yang dihadapi KPU adalah persoalan sumber daya manusia (SDM). Dia mengatakan SDM di KPU daerah sangat bergantung dengan kebijakan pemda. Pasalnya banyak jajaran KPU daerah merupakan pinjaman PNS Pemda. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1039 seconds (0.1#10.140)