Publik Figur Tak Jamin Dongkrak Suara Parpol, Ini Analisanya

Selasa, 20 Februari 2018 - 11:51 WIB
Publik Figur Tak Jamin Dongkrak Suara Parpol, Ini Analisanya
Publik Figur Tak Jamin Dongkrak Suara Parpol, Ini Analisanya
A A A
JAKARTA - Menjelang pemilihan umum (pemilu) serentak 2019, partai politik (parpol) mulai menyusun strategi pemenangan. Salah satunya dengan merekrut publik figur yang memiliki popularitas tinggi untuk mendulang suara (vote getter).

Terbaru, Partai Demokrat merekrut sejumlah artis dan olahragawan ternama sebagai kader mereka. Mereka di antaranya mantan atlet nasional Taufik Hidayat, Ricky Subagja, dan petinju Chris John. Selain itu, ada artis Dina Lorenza, Hengky Kurniawan, dan Fauzi Baadilla. Para pesohor ini dikukuhkan sebagai kader partai berlambang bintang mercy ini saat inaugurasi kader baru di Puri Cikeas, Bogor, Kamis (15/2/2018) lalu. Strategi merekrut para pesohor ini pernah dilakukan partai politik lain seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, Partai Golkar, hingga Partai Hanura.

Publik Figur Tak Jamin Dongkrak Suara Parpol, Ini Analisanya


Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan fenomena tersebut merupakan bukti nyata kaderisasi parpol tidak berjalan. Parpol lebih suka merekrut para pesohor yang hanya bermodalkan popularitas daripada mendidik kader dan mempromosikan mereka sebagai calon anggota legislatif.

"Ini merupakan refleksi dari belum berhasilnya parpol lakukan kaderisasi, melakukan promosi kader. Bagaimana promosi kalau kaderisasi tidak dijalani dengan baik," ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.

Menurutnya, sejak pilpres dan pileg dilakukan di Indonesia, konsentrasi parpol hanya terfokus pada kebijakan politik, yang orientasinya perebutan kekuasaan. Akhirnya parpol hanya menyiapkan manuvermanuver politik agar mengusahakan partai menang dalam pemilu dengan mendulang suara sebanyak banyaknya.

Padahal di sisi lain, partai politik mempunyai fungsi-fungsi lain seperti melakukan kaderisasi, menjadi penghubung aspirasi, hingga mengartikulasikan aspirasi tersebut menjadi kebijakan pemerintah. "Mereka (Parpol-red) tidak mau berpeluh-peluh melakukan peluh kaderisasi serius semua karena pada intinya berujung pada dana partai. Inilah pusatnya, maka hal tersebut sepeti lingkaran setan yang tidak pernah dituntaskan. Dana yang selama ini hanya seribu per orang dikalikan jumlah suara yang didapat masih dirasa kurang," ungkapnya.

Lantaran hal tersebut, partai tidak pernah fokus melakukan kaderisasi. Mereka belum serius menjadikan parpol layaknya partai jangkar. Partai, sambungnya, yang harus memutuskan kadernya ditempatkan di mana, yang mempromosikannya, melakukan persiapan yang baik untuk daerah pemilihannya dengan membuat roadmap yang jelas. "Namun, partai hari ini tersentralistik. Sampai saat ini promosi kaderisasi di partai masih tidak ada. Jadi jangan salahkan kalau ada caleg yang moralnya belum sesuai karena yang dicari parpol hanya popularitas atau bisa membiayai partai," jelasnya.

Siti juga menilai jika upaya parpol merekrut para artis untuk mendulang suara dalam pemilu tidak selamanya efektif, lantaran masyarakat hari ini telah berubah menjadi lebih kritis dalam memutuskan pilihannya.

"Masyarakat tidak seperti dulu lagi. Masyarakat lebih demanding dengan banyak tuntutan meskipun suara mereka yang bisa dibayar tapi ada idealisme dari diri mereka untuk memilih pemimpin yang integritasnya tinggi. Di tengah pragmatisme dan oportunisme masyarakat, idealisme masyarakat masih dominan. Kalau ada pilihan yang bisa dipercaya dan integritas tinggi kenapa tidak untuk tidak dipilih," tegasnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyanggah jika fungsi kaderisasi internal partai politik di Indonesia tidak berjalan. Dia menyatakan partainya tidak pernah berhenti melakukan kaderisasi. "Talent scouting di PD berjalan terus tanpa henti berasal dari beragam kalangan; profesional, pekerja seni, atlet, tokoh muda agama, dan lain-lain untuk menambah kekuatan kader yang sudah ada dan militan. Kaderisasi itu keniscayaan yang tak pernah henti," tegasnya saat dihubungi.

Dia juga percaya banyaknya publik figur yang masuk PD akan menambah kekuatan partai dalam meraup suara. Apalagi, upaya merekrut publik figur tersebut dibarengi dengan pembentukan Komando Pemenangan yang akan mengelaborasi semua opsi bagi kemenangan PD pada 2019. "Kami percaya mereka mampu menambah kekuatan yang sudah ada, apalagi kami telah membentuk Komando Pemenangan. Semua ini untuk menyatakan Demokrat siap hadapi Pemilu 2019," jelasnya.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan masuknya publik figur ke partai politik tidak selalu berbanding lurus dengan perolehan suara. Hal itu tergantung seberapa berkualitasnya publik figur yang masuk menjadi kader parpol.

"Bisa ya bisa tidak. Tergantung kualitas dari orang itu sendiri dan bagaimana effort-nya untuk meyakinkan pemilih. Banyak kok artis/publik figur yang maju, namun tidak terpilih," ucapnya saat dihubungi.

Dia juga mengatakan bahwa hal terpenting untuk merekrut suara ialah betul-betul mempersiapkan kader yang baik sejak perekrutannya. PSI ini sendiri telah menyiapkan mekanisme baku dalam merekrut calon anggota legislatif mereka. Bahkan, PSI melakukan uji kompetensi bagi caleg yang maju dalam Pemilu 2019.

"Menurut saya, yang penting mekanisme perekrutan caleg harus profesional dan transparan. PSI melakukan seleksi kompetensi dengan melibatkan pansel independen. Seluruh proses seleksi, kami siarkan langsung di medsos," jelasnya.

Grace juga menegaskan bahwa pola perekrutan tersebut berlaku tanpa ada pengecualian. "Bahkan artis/publik figur yang daftar, diperlakukan sama dengan pendaftar lainnya. Lalu ada program pelatihan untuk semua yang lolos seleksi," tegasnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3671 seconds (0.1#10.140)