Pendiri Difa City Tour Triyono, Berdikari Bersama Kaum Difabel

Minggu, 18 Februari 2018 - 13:45 WIB
Pendiri Difa City Tour Triyono, Berdikari Bersama Kaum Difabel
Pendiri Difa City Tour Triyono, Berdikari Bersama Kaum Difabel
A A A
TRIYONO merasa beruntung. Meski kakinya tidak bisa digunakan secara normal, kehidupannya berjalan mulus. Pendidikan ditempuh lelaki kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, ini hingga jenjang sarjana. Kariernya pun kini sesuai impian.

Tri, sapaan Triyono, tidak ingin sendirian berbahagia. Sebagai penyandang disabilitas, dia ingin kaum disabilitas lain dapat pula beraktivitas seperti orang kebanyakan: punya kehidupan layak dengan bekerja. Melalui Difa City Tour yang dia dirikan Tri mewujudkan keinginan itu. Sekarang wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta dapat diantar oleh para penyandang disabilitas melalui motor roda tiga yang sudah dimodifikasi.

Bagaimana Difa City Tour terbentuk dan sejauh mana dapat membantu para driver di sabilitas? Inilah cerita Tri kepada KORAN SINDO.

Bagaimana awal tebersit keinginan Anda untuk membantu para penyandang disabilitas melalui pekerjaan di sektor transportasi ini?
Pada 2015 saya punya usaha di bidang peternakan, jualan susu, punya kedai susu. Bertemu dengan para difabel tidak sengaja. Dulu tidak tahu mengenai dunia difabel karena bukan aktivis, bukan penggerak. Tapi, saya sering kumpul dan bercerita dengan mereka. Dari cerita mereka saya tahu kehidupan para difabel ini cukup memprihatinkan. Mobilitas mereka sangat susah. Setelah saya lihat langsung ternyata memang benar apa yang disampaikan. Saya belum terpikir untuk membuat tour. Saya hanya berpikir bagaimana kalau saya menghimpun dana untuk membuatkan motor buat mereka pakai. Ketika motor siap, saya hubungi teman-teman agar membuat satu dan mereka coba untuk beraktivitas.

Ternyata masalah tidak selesai sampai di situ. Masalah lain muncul terkait bensin. Mereka tidak mampu membeli bensin. Kalau bertemu pasti saya bertanya, "Motornya mana?" Mereka jawab, "Enggak ada bensin, Pak." Dari situ saya berpikir lagi, ternyata kalau hanya membantu ya seperti orang-orang lain, membantu rata-rata hanya bantuan saja. Kasih sesuatu, tapi tidak dipikirkan sistemnya. Bagaimana mereka mencari nafkah melalui bantuan itu? Bagaimana mereka bisa hidup dari bantuan itu? Saya terus berpikir, lalu terinspirasi dari ojek online. Saya sudah ke kantor perwakilan Gojek di Yogyakarta. Tiga tahun lalu driver baru 200 orang. Memang syaratnya sangat susah dan saudara-saudara difabel tentu tidak bisa ikut berpartisipasi karena mereka menggunakan roda tiga. Sementara sudah menjadi standar para provider ojek online untuk mencari driver yang normal dan motor yang memang sudah selayaknya.

Berarti awalnya Difa City Tour ini dari ojek difabel?
Iya betul. Saya adopsi sistem Gojek dengan membuat Ojek Difa sebanyak tiga unit untuk digunakan semua pengendara difabel. Mereka terpilih, dengan syarat sudah punya pendidikan dasar dan memang prasejahtera. Karena pada dasarnya saya ingin membantu mereka mencari nafkah. Kami kunjungi mereka satu per satu untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Mereka mau kerja, namun tidak bisa jauh dari motor. Motor merupakan kaki mereka sehingga diharapkan bisa membantu mereka setelah jadi ojek. Akhirnya ada lagi yang harus dipikirkan, yaitu siapa konsumennya. Akhirnya saya meminta bantuan mereka untuk mendistribusikan susu. Beberapa juga saya beri modal untuk jualan, tetapi tidak jalan karena tak seperti yang mereka harapkan. Tetap pada masalah bensin yang memang harus terus saya subsidi.

Wah, jadi banyak proses untuk mencari yang benar-benar pas untuk para difabel ya? Lalu apa lagi yang Anda lakukan?
Iya. Tidak bisa semua orang hanya dikasih modal, diberi bantuan begitu saja. Harus berkelanjutan. Mereka butuh kehidupan yang terus berjalan. Ojek Difa saya cari konsumennya. Akhirnya sosialisasi ke persatuan difabel. Berharap dua aspek terpenuhi, yakni membantu kaum disabilitas belajar untuk bergerak dan beraktivitas serta membantu para driver-nya yang juga difabel untuk mendapat mata pencaharian.

Kami promosi ke SLB, teman-teman tunanetra. Perkembangan Ojek Difa mulai bagus saat teman-teman difabel mulai berlangganan untuk antar-jemput. Dari Juli-Desember 2015 banyak yang tertarik sehingga signifikansinya naik. Bukan hanya itu, banyak juga yang mau jadi driver. Akhirnya saya bingung lagi, karena motornya kan tidak ada. Sampai Desember armada baru tujuh motor. Saya berpikir keras karena banyak yang ingin menjadi driver. Saya minta bantuan dengan cara bikin proposal. Saya sampaikan kepada teman-teman di dunia bisnis, banyak yang menyumbang sedikit demi sedikit.

Bagaimana cara motor dimodifikasi dan berasal dari mana?

Motor saya modifikasi sendiri. Motor saya yang pertama dimodifikasi di bengkel biasa. Motornya juga rata-rata beli bekas, menghemat, yang penting bagus dan masih bisa jalan. Beberapa teman tertarik karena punya perusahaan, bantu modifikasi tapi motornya tetap dari saya. Motor dimodifikasi menjadi roda tiga dan dibuat agar dapat menaruh kursi roda. Hal itu yang terus saya dikembangkan desainnya agar kursi roda bisa ikut dibawa. Beberapa driver ada yang membawa motor yang sudah dimodifikasi. Ada juga yang membawa motornya, tapi belum dimodifikasi. Jadi kami yang memodifikasi. Sisanya memang dibantu dari awal. Dapat motornya sampai dimodifikasi, kami semua yang membantu.

Bagaimana akhirnya Difa City Tour terbentuk sampai sekarang?
Pada 2016 mulai banyak yang tahu tentang kami. Kami sering masuk media massa. Untuk lebih mengembangkannya lagi, kami mulai bikin objek wisata pada Februari 2016. Alasan sebenarnya seperti yang sudah-sudah, untuk pemasukan yang lebih baik. Karena kalau hanya menjadi Ojek Difa, masih kurang untuk menutupi operasional. Difa City Tour sudah punya 10 armada yang melayani paket wisata ke beberapa tempat. Per paket 3-4 jam, jadi sehari bisa 2 trip, karena kondisi difabel juga tidak dapat terlalu diforsir. Mereka capek sedikit bisa langsung drop. Dipilih tempat wisata yang jalurnya searah dan sudah kami tentukan. Jadi kami tahu, bisa lebih mengefisienkan waktu.

Bagaimana perkembangan Difa City Tour saat ini?

Kami sudah punya 18 armada dengan driver sebanyak 22 orang. Pasti kami akan terus menambahnya karena populasi difabel sangat banyak. Setiap hari banyak yang daftar dan pelanggan juga semakin banyak karena ada beberapa dari mereka yang rutin setiap pagi dan sore harus dijemput. Konsumen kami turis mancanegara dan lokal. Turis normal maupun difabel dari seluruh Indonesia yang memang mau piknik dan butuh moda transportasi umum seperti antarjemput. Sekarang ada layanan baru lagi, yakni kargo, mengantar barang pindahan para mahasiswa.

Tantangan apa yang Anda rasakan selama mengembangkan Difa City Tour?

Mengedukasi masyarakat awam yang sering menganggap remeh teman-teman difabel. Mereka merasa takut dibawa oleh para difabel. Padahal, kalau sudah pakai, pasti terasa nyaman. Biasanya yang menggunakan jasa kami itu kalangan menengah atas yang memang senang dan ingin punya pengalaman baru. Justru mereka yang dari kalangan bawah merasa malu. Padahal, sebenarnya kita sama, melayani dengan baik sebagai prioritas agar pelanggan nyaman dan senang.

Bagaimana kesan para driver difabel yang telah bergabung dengan Difa Tour?
Mereka tentu sangat terbantu. Beberapa dari mereka langsung memutuskan untuk menikah. Mereka sudah memiliki kehidupan baru. Mereka berani bermimpi punya motor baru. Mereka bermimpi punya rumah karena mereka sudah tahu cara mencari nafkah. Hal ini yang menjadi motivasi saya beserta tim untuk terus berinovasi supaya pendapatan mereka lebih baik agar mereka bisa berumah tangga dan punya anak. Intinya kembali ke awal mereka mencari nafkah. Memang tidak bisa jauh dari motor, karena itu adalah kaki mereka. Jadi kami di sini terus berpikir, inilah pekerjaan yang sesuai bagi mereka. Kami akan terus berkembang. Memang harus berinovasi. Kalau enggak begitu, kami nggak bisa bertahan.

Apa impian Anda selanjutnya untuk Difa City Tour?

Difa bisa ada di seluruh kota di Indonesia, bisa terintegrasi. Jadi bisa memobilisasi siapa pun, tanpa kecuali. Dalam waktu dekat, kami sudah dapat ditemui di Grab, masih sekitaran Yogyakarta.

Sudah bekerja sama dengan Grab rupanya. Bisa diceritakan bagaimana prosesnya?
Iya. Sudah ada pembicaraan tentang ini. Saya sudah bertemu perwakilan mereka. Mereka setuju untuk membuat fitur tambahan. Jadi nanti di Grab akan ada pilihan Grab Priority, mulai awal Maret 2018. Masih di wilayah Yogyakarta. Nanti baru merambah ke Bali yang menjadi tempat wisata.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5777 seconds (0.1#10.140)