Desakan Mekeng Diadili di Kasus E-KTP Dinilai Kental Nuansa Politis
A
A
A
JAKARTA - Front Anti Mafia (Fakta) di bawah kepimpinan Iskandar mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pekan lalu. Mereka menuntut Ketua Komisi XI DPR RI Melkias Marcus Mekeng diadili dalam kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Menanggapi hal itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai permintaan Fakta ke KPK itu merupakan bentuk kekecewaan karena tidak masuk kepengurusan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto. Pasalnya, Mekeng merupakan Ketua Tim Sukses Airlangga pada musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
“Diduga merupakan titipan dari pihak tertentu akibat kekecewaan karena tidak terakomodir dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar,” ujar Petrus di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Tuntutan Fakta tersebut dianggap membawa pesanan pihak-pihak tertentu untuk menebar fitnah. Sebab, hanya Mekeng yang disebut terus-menerus oleh Fakta. Padahal pengadilan tindak korupsi (Tipikor) sudah jelas tidak menyebut Mekeng terlibat dalam kasus tersebut.
Maka itu, tindakan Fakta itu dinilai telah mencemarkan nama baik dan bertendensi untuk menjatuhkan posisi dan martabat Mekeng selaku Ketua Komisi XI DPR dan kader Partai Golkar. Selain itu, nama baik KPK juga didiskreditkan karena seolah lembaga antikorupsi itu telah bersikap pandang-bulu dan memberikan privilege terhadap Mekeng.
“Fakta, bahkan pihak-pihak yang bersembunyi di balik Iskandar menutup mata terhadap fakta-fakta dimana Mekeng adalah satu-satunya anggota DPR yang mengambil langkah hukum melaporkan dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Andi Narogong dan Nazaruddin. Ini karena menyebut Mekeng dalam BAP dan oleh JPU dirumuskan dalam Surat Dakwaan yang menyebut menerima jatah sebesar 1,4 juta dolar AS dalam proyek e-KTP,” katanya.
Dia menambahkan, Mekeng tidak pernah berhubungan dan menerima apapun dari Andi Narogong dan Nazaruddin terkait proyek e-KTP. Sebab, majelis hakim dalam persidangan telah mengkonfirmasi keterangan Nazaruddin yang menuduh Mekeng menerima jatah.
Nazaruddin menyatakan mengetahui nama Mekeng sebagai penerima karena melihat catatan nama-nama penerima dana yang dipegang Andi Narogong. Namun ketika dicek di dalam berkas perkara Andi Narogong untuk mengetahui catatan yang mencantumkan nama Mekeng sebagai penerima, tidak ada dalam daftar sebagai barang bukti yang disita.
“Tidak adanya bukti baik berupa catatan yang menyebutkan Mekeng sebagai penerima dana E-KTP dari Andi Narogong dan tidak adanya penyebutan nama Mekeng dalam BAP dan Surat Dakwaan Andi Narogong. Ini membuktikan Mekeng dan beberapa anggota lainnya telah dicatut oleh pihak-pihak tertentu dalam proyek e-KTP,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai permintaan Fakta ke KPK itu merupakan bentuk kekecewaan karena tidak masuk kepengurusan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto. Pasalnya, Mekeng merupakan Ketua Tim Sukses Airlangga pada musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
“Diduga merupakan titipan dari pihak tertentu akibat kekecewaan karena tidak terakomodir dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar,” ujar Petrus di Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Tuntutan Fakta tersebut dianggap membawa pesanan pihak-pihak tertentu untuk menebar fitnah. Sebab, hanya Mekeng yang disebut terus-menerus oleh Fakta. Padahal pengadilan tindak korupsi (Tipikor) sudah jelas tidak menyebut Mekeng terlibat dalam kasus tersebut.
Maka itu, tindakan Fakta itu dinilai telah mencemarkan nama baik dan bertendensi untuk menjatuhkan posisi dan martabat Mekeng selaku Ketua Komisi XI DPR dan kader Partai Golkar. Selain itu, nama baik KPK juga didiskreditkan karena seolah lembaga antikorupsi itu telah bersikap pandang-bulu dan memberikan privilege terhadap Mekeng.
“Fakta, bahkan pihak-pihak yang bersembunyi di balik Iskandar menutup mata terhadap fakta-fakta dimana Mekeng adalah satu-satunya anggota DPR yang mengambil langkah hukum melaporkan dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh Andi Narogong dan Nazaruddin. Ini karena menyebut Mekeng dalam BAP dan oleh JPU dirumuskan dalam Surat Dakwaan yang menyebut menerima jatah sebesar 1,4 juta dolar AS dalam proyek e-KTP,” katanya.
Dia menambahkan, Mekeng tidak pernah berhubungan dan menerima apapun dari Andi Narogong dan Nazaruddin terkait proyek e-KTP. Sebab, majelis hakim dalam persidangan telah mengkonfirmasi keterangan Nazaruddin yang menuduh Mekeng menerima jatah.
Nazaruddin menyatakan mengetahui nama Mekeng sebagai penerima karena melihat catatan nama-nama penerima dana yang dipegang Andi Narogong. Namun ketika dicek di dalam berkas perkara Andi Narogong untuk mengetahui catatan yang mencantumkan nama Mekeng sebagai penerima, tidak ada dalam daftar sebagai barang bukti yang disita.
“Tidak adanya bukti baik berupa catatan yang menyebutkan Mekeng sebagai penerima dana E-KTP dari Andi Narogong dan tidak adanya penyebutan nama Mekeng dalam BAP dan Surat Dakwaan Andi Narogong. Ini membuktikan Mekeng dan beberapa anggota lainnya telah dicatut oleh pihak-pihak tertentu dalam proyek e-KTP,” pungkasnya.
(kri)