Pengamat Nilai Konflik Hanura Terjadi karena OSO Terlalu Dominan
A
A
A
JAKARTA - DPP Partai Hanura digoyang konflik internal setelah mosi tidak percaya dilayangkan pengurus Hanura, kepada Oesman Sapta Odang alias OSO sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Hanura.
Bahkan jabatan OSO sebagai Ketum Hanura kini tidak aman dan terancam dicabut oleh pengurus Hanura. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, tidak mengherankan jika Hanura ikut dilanda konflik internal.
Sebab kata Adi, sejak awal fondasi semen politik di Hanura tidak kokoh. "Itu terbukti dengan dipilihnya out sider (orang luar) seperti OSO untuk jadi ketum partai Hanura," kata Adi saat dihubungi SINDONEWS, Senin (15/1/2018).
Adi menduga, OSO sebagai 'orang luar' dianggap terlampau dominan dalam mengambil keputusan politik strategis, seperti penentuan calon kepala daerah yang diusung dan didukung Hanura.
Terlebih kata dia, soal adanya kabar beredar mengenai SK ganda atau rekomendasi partai saat pencalonan kepala daerah. Ketua DPD itu dianggap terlalu dominan, sementara kader lama Hanura hanya diberikan porsi pinggiran.
"Konflik ini efek tahun politik, karena semua orang di Hanura ingin jadi pemain inti. Terutama kader lama yang ideologis," pungkasnya.
Bahkan jabatan OSO sebagai Ketum Hanura kini tidak aman dan terancam dicabut oleh pengurus Hanura. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, tidak mengherankan jika Hanura ikut dilanda konflik internal.
Sebab kata Adi, sejak awal fondasi semen politik di Hanura tidak kokoh. "Itu terbukti dengan dipilihnya out sider (orang luar) seperti OSO untuk jadi ketum partai Hanura," kata Adi saat dihubungi SINDONEWS, Senin (15/1/2018).
Adi menduga, OSO sebagai 'orang luar' dianggap terlampau dominan dalam mengambil keputusan politik strategis, seperti penentuan calon kepala daerah yang diusung dan didukung Hanura.
Terlebih kata dia, soal adanya kabar beredar mengenai SK ganda atau rekomendasi partai saat pencalonan kepala daerah. Ketua DPD itu dianggap terlalu dominan, sementara kader lama Hanura hanya diberikan porsi pinggiran.
"Konflik ini efek tahun politik, karena semua orang di Hanura ingin jadi pemain inti. Terutama kader lama yang ideologis," pungkasnya.
(maf)