LBH Perindo Sambangi KPK Terkait Laporan Dugaan Kasus Korupsi
A
A
A
JAKARTA - LBH Perindo bersama ahli waris almarhumah Fatimah, mendatangi bagian pengaduan masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan korupsi pembangunan proyek jalan tol Kertosono-Nganjuk tahap II.
"Kami mengadukan dugaan korupsi uang negara pembayaran tanah pembangunan tol Kertosono-Nganjuk," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) LBH Perindo Herna Sutana kepada SINDONEWS, Senin (8/1/2018).
Herna mengatakan, dugaan korupsi mulai terkuak saat ahli waris almarhumah Fatimah yang tanahnya tercaplok oleh proyek jalan tol Kertosono-Nganjuk mengadu ke LBH Perindo.
Berdasarkan penuturan ahli waris kata Herna, ada pencaplokan tanah dengan modus memalsukan surat tanah oleh seorang oknum mantan kepala desa di Nganjuk. "Tanah yang semula milik ahli waris, disertifikasi atas nama mantan lades," jelas Herna.
Tak hanya memalsukan sertifikat tanah, lanjut Herna, oknum aparat desa juga memberikan harga ganti rugi tanah berfariasi. Proses ganti rugi juga tidak disertai kwitansi sebagai bukti transaksi.
"Korban sudah lapor ke polisi, oknum kepala desa sudah berstatus tersangka, tapi penyelesaian kasus jalan di tempat. Apalagi kini bupati Nganjuk sudah berstatus tersangka di KPK, makanya kami juga lapor ke sini," kata Herna.
Herna menegaskan, LBH Perindo berkomitmen mendampingi masyarakat yang tengah mencari keadilan. Salah satunya seperti yang terjadi di Nganjuk ini. "Kami mengimbau agar masyarakat korban berani bersuara," ucap Herna.
"Kami mengadukan dugaan korupsi uang negara pembayaran tanah pembangunan tol Kertosono-Nganjuk," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) LBH Perindo Herna Sutana kepada SINDONEWS, Senin (8/1/2018).
Herna mengatakan, dugaan korupsi mulai terkuak saat ahli waris almarhumah Fatimah yang tanahnya tercaplok oleh proyek jalan tol Kertosono-Nganjuk mengadu ke LBH Perindo.
Berdasarkan penuturan ahli waris kata Herna, ada pencaplokan tanah dengan modus memalsukan surat tanah oleh seorang oknum mantan kepala desa di Nganjuk. "Tanah yang semula milik ahli waris, disertifikasi atas nama mantan lades," jelas Herna.
Tak hanya memalsukan sertifikat tanah, lanjut Herna, oknum aparat desa juga memberikan harga ganti rugi tanah berfariasi. Proses ganti rugi juga tidak disertai kwitansi sebagai bukti transaksi.
"Korban sudah lapor ke polisi, oknum kepala desa sudah berstatus tersangka, tapi penyelesaian kasus jalan di tempat. Apalagi kini bupati Nganjuk sudah berstatus tersangka di KPK, makanya kami juga lapor ke sini," kata Herna.
Herna menegaskan, LBH Perindo berkomitmen mendampingi masyarakat yang tengah mencari keadilan. Salah satunya seperti yang terjadi di Nganjuk ini. "Kami mengimbau agar masyarakat korban berani bersuara," ucap Herna.
(maf)