Badan Siber dan Sandi Negara Langsung di Bawah Presiden

Selasa, 02 Januari 2018 - 17:15 WIB
Badan Siber dan Sandi...
Badan Siber dan Sandi Negara Langsung di Bawah Presiden
A A A
JAKARTA - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), kini akan langsung berada di bawah kendali Presiden. Kepastian itu muncul setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 133 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara pada 16 Desember lalu.

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (Setkab) dalam laman resminya mengumumkan bahwa perubahan perpres tersebut dibuat berdasarkan pertimbangan optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi BSSN. "BSSN adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (sebelumnya melalui Menko Polhukam)," tulis Setkab.

Ditegaskan juga bahwa kepala BSSN diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri. Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Noor Iza mengatakan sampai saat ini BSSN masih dipegang Kemenko Polhukam karena dalam masa transisi dari perpres lama ke perpres baru. Dan, dalam masa transisi itu BSSN bekerja sesuai dengan fungsi dan tugas sebelumnya.

Dia mengatakan BSSN nantinya akan fokus pada masalah keamanan siber negara secara menyeluruh, bertindak sebagai koordinator dari badan siber setiap kementerian atau lembaga pemerintahan. "BSSN akan bertanggung jawab dalam koordinasi pengamanan infrastruktur terhadap malware dan cyber attack," katanya.

Masalah koordinasi BSSN mengenai pengamanan siber itu sebelumnya ada di tangan Kementerian Kominfo di bawah Kemenko Polhukam. Sesudah BSSN dibentuk, Kominfo hanya bertugas dalam pengendalian, bukan pengamanan sebagaimana selama ini dikerjakan Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII). "Inilah yang akan diambil seluruhnya oleh BSSN," kata Noor.

Menurutnya, tugas BSSN tidak fokus pada penanganan hoax dan semacamnya, tetapi pada serangan siber secara masif terhadap teknologi keuangan (fintech) atau peretasan dari negara asing. Noor menjamin tidak akan ada penyalahgunaan kekuasaan dari BSSN untuk memidanakan para pengguna media sosial. Pengawasan konten di media sosial masih tetap dalam ranah kerja Kemkominfo.

Pengamat siber yang juga Ketua Lembaga Riset CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan tidak menjadi masalah di bawah siapa BSSN akan bernaung. Dia hanya menekankan bahwa pemerintah harus segera mengesahkan BSSN. "Indonesia bisa melihat bagaimana mitigasi negara-negara yang sudah memiliki badan siber. Karena itu, keberadaan Badan Siber Nasional harus segera direalisasikan, karena peristiwa serangan siber yang masif semakin sering terjadi dewasa ini. Salah satunya serangan siber malware ransomeware wannacry," kata Pratama kepada KORAN SINDO di Jakarta, Senin (1/1/2018).

Pratama mengatakan, serangan teror siber ini seharusnya bisa membuka mata pemerintah dan masyarakat Indonesia betapa rentannya keamanan di wilayah siber. Tidak hanya rumah sakit, perusahaan dan institusi pemerintah juga banyak yang terkena malware ganas ini.

120.000 Situs Porno Terdeteksi
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah mengujicobakan mesin pengais (crawling) konten negatif di internet sebelum digunakan secara resmi pada Rabu (3/1/2018). Mesin baru itu disediakan untuk menopang program pemberantasan konten negatif di dunia siber yang terakses dari Indonesia.

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengklaim mesin crawling itu memiliki kecepatan mumpuni dalam melacak situs-situs porno. "Dalam tiga hari uji coba, mesin ini mampu mendeteksi 120.000 situs porno dari Indonesia, dari 1,2 juta situs hasil yang di-crawling. Bayangkan, dalam beberapa tahun ini, kami baru menapis 700.000 lebih situs porno," kata Semuel.

Menurut Semuel, 120.000 situs itu akan segera dikaji Kemkominfo melalui proses verifikasi guna memastikan muatannya mengandung negatif. Apabila benar, pemblokiran akan segera dilakukan. Konten negatif yang dimaksud merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(ITE), khususnya Pasal 2 dan Pasal 40 ayat (2).

Menurut Semuel, konten negatif yang dilaporkan masyarakat ke Kominfo hampir mencapai 800.000. Rinciannya, 700.000 didominasi aduan konten pornografi dan judi, serta lainnya seperti hoax, ujaran kebencian, terorisme, dan obat-obatan terlarang (narkoba).
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1102 seconds (0.1#10.140)