Alutsista Indonesia Menantang Dunia
A
A
A
JAKARTA - Kiprah PT PAL Indonesia (Persero) sebagai penyedia alat utama sistem persenjataan (alutsista) matra laut makin berkibar.
Tidak hanya peralatan tempur untuk dalam negeri, produk seperti tanker dan kapal perang keluaran perusahaan milik negara ini juga diminati sejumlah negara di dunia. Pada awal Mei 2017 lalu PT PAL telah resmi menyerahkan kapal perang jenis strategic sealift vessel (SSV) pesanan Angkatan Laut Pemerintah Filipina.
Kapal SSV ini merupakan kapal pesanan kedua dari total dua pesanan dari negara tersebut. SSV telah melalui serangkaian uji coba dan pengetesan sebelum diserahkan ke Kementerian Pertahanan Filipina.
Kapal yang memiliki panjang 123 meter dan lebar 21 meter ini diproduksi atas hasil lelang internasional yang diadakan Kementerian Pertahanan Filipina pada 2014 silam yang dilengkapi dengan persenjataan canggih dan pendaratan tiga helikopter ditambah fasilitas hanggar.
Kapal ini sekaligus dapat menampung hingga 621 penumpang dan mampu bertahan di lautan selama 30 hari dengan bobot maksimal 7.200 ton. Kecepatannya mencapai 16 knots dengan mesin pendorong 2 x 2,920 KW serta mampu menampung tank, kendaraan tempur, mobil rumah sakit hingga kapal patroli dan transporter.
Kapal perang ini mampu menjangkau perairan dangkal serta dapat difungsikan sebagai rumah sakit apung dan SAR ketika sedang terjadi bencana. SSV ini merupa kan kapal hasil inovasi dari produksi kapal sebelumnya, yaitu kapal landing platform dock (LPD) yang merupakan alih teknologi dengan Korea.
Kapal jenis ini telah banyak digunakan pada operasi militer dan kemanusiaan tingkat internasional dan telah diakui kemampuannya seperti penyelamatan MV Kudus di Somalia dan pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Pesanan kedua ini dinamai Davao del Sur yang berasal dari nama provinsi kelahiran Presiden Filipina Rodrigo Duterte, sedangkan kapal pertama di na mai Tarlac yang merupakan provinsi kelahiran Presiden Filipina sebelumnya Benigno Simeon Aquino.
Secara umum, penyelesaian kapal bernomor lambung 602 tersebut lebih cepat dari proses pesanan pertama yang membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Kapal pertama telah dilepas pada 8 Mei 2016 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan telah digunakan untuk operasi militer dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketenteraman di wilayah teritorial Filipina.
Karena merasa puas dengan hasilnya, Filipina sudah berencana menambah daftar pesanan armada kapal perangnya jenis SSV dan kapal cepat rudal (KCR) serta satu SSV hospital ship plus dan dua KCR-60. Tidak hanya Filipina, sejumlah negara juga tertarik untuk membeli kapal perang buatan PT PAL, di antaranya Malaysia, Nigeria, Senegal, Guyana Bissau, dan Gabob.
Tidak hanya menerima pesanan luar negeri, PT PAL Indonesia juga memproduksi alutsista untuk dalam negeri. Salah satunya untuk TNI Angkatan Laut (AL) berupa kapal perusak kawal rudal (PKR) KRI I Gusti Ngurah Rai-332 yang canggih dengan desain stealth atau siluman sehingga memiliki kemampuan mengelabui sistem radar.
Dalam pembuatan kapal, PT PAL Indonesia menggandeng galangan kapal asal Belanda, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS). Proses pembuatan kapal perang ini dilakukan dengan pembangunan sistem moduler yang terbagi dalam enam modul. Satu modul di antaranya dikerjakan di Belanda, sedangkan lima modul lain dikerjakan PT PAL Indonesia.
Direktur Utama (Dirut) PT PAL Indonesia Budiman Saleh mengatakan, pembangunan kapal PKR dengan program transfer of technology (ToT) ini menyerap kurang lebih 200 tenaga kerja di PT PAL Indonesia. Tenaga kerja itu terdiri atas berbagai disiplin keilmuan.
Dari jumlah tersebut, sekitar 75 orang di antaranya dididik digalangan kapal Damen Schelde- Vlisingen Belanda. Alih teknologi itu sesuai amanat UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan dan Keputusan KKIP Nomor KEP/12/KKIP/ XII/ 2013 tentang Lead Integrator Alutsista Matra Laut.
“Kapal PKR ini wujud ke bang gaan kepada bangsa untuk memper tahankan kedaulatan bangsa,” ujarnya seperti dilansir Sindonews.com.
Di luar penyediaan alutsista, PT PAL Indonesia juga memperkenalkan produk inovasi dari pengembangan barge mounted power plant 30 megawatt, yaitu powership (kapal pembangkit listrik) Indonesia dengan kelas mermaid dengan kapasitas 36-80 MW yang dikerjakan dengan pola strategic collaboration dalam pembangunan powership de ngan Karadeniz Holding (Turki).
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menuturkan, PT PAL Indonesia yang sudah meng eks por peralatan tempur dan kapal perang merupakan suatu pencapaian yang amat bagus dan bernilai strategis tinggi. Hal itu, menurut dia, sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo yang menjadikan negara kita sebagai Poros Maritim Dunia.
Poros Maritim Dunia merupakan visi Pemerintah Indonesia yang banyak mendapat apresiasi dunia.“Visi tersebut bahkan disejajarkan dengan ini siatif Pemerintah China dengan One Belt One Road,” ujar Nuning—panggilan akrab Susaning tyas—ketika dihubungi KORAN SINDO , Jumat (15/12).
Nuning mengatakan, inti dari Poros Maritim Dunia adalah menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sebagai jalur perdagangan laut internasional. Mengenai daya saing dengan institusi global di bidang teknologi perkapalan, menurut dia, PT PAL Indonesia harus menjalankan proses bench marking (tolok ukur) dengan negara-negara produ sen lain yang telah lebih dulu memiliki produk yang sama dan berkualitas baik.
Tidak lupa harus selalu belajar dan selalu melakukan inovasi agar tidak ketinggalan zaman dan menghasilkan produk terbaik. “Manajemen dan SDM (sumber daya manusia) PT PAL Indonesia juga harus ditingkatkan kualitasnya, jangan hanya ber-mindset jago kandang dan malas berinovasi,” tutur Nuning.
Sementara itu ahli militer Laksamana Muda TNI Dr Amarulla Oktavian, ST, MSc, DESD mengutarakan, kiprah produk PT PAL Indonesia yang semakin diakui dan dibeli negara lain merupakan sebuah kemajuan teknologi bagi negara kita.
Kedepannya, lanjut dia, melalui sambungan telepon, perusahaan pelat merah ini mesti me lakukan proses efisiensi manajemen agar kinerja dan kualitas produknya tetap tinggi. Proses efisiensi tersebut meliputi penyediaan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi teknis, memperhitungkan dana produksi serta mencari SDM yang lebih terampil dalam merancang dan membangun kapal modern.
“Dengan mengaryakan SDM yang merancang sendiri tanpa bantuan pihak lain, tentu ini akan menghemat biaya dan lebih murah. Uangnya juga tidak kemana-mana, masuk ke kantong anak negeri,” imbuh Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) tersebut.
Amarulla mengatakan, SDM Indonesia memang perlu ditingkatkan kualifikasinya. Di luar negeri misalnya, pekerjaan sederhana seperti mengelas kapal umumnya berasal dari seorang doktor, beda dengan yang dipekerjakan di Tanah Air. (Rendra Hanggara)
Tidak hanya peralatan tempur untuk dalam negeri, produk seperti tanker dan kapal perang keluaran perusahaan milik negara ini juga diminati sejumlah negara di dunia. Pada awal Mei 2017 lalu PT PAL telah resmi menyerahkan kapal perang jenis strategic sealift vessel (SSV) pesanan Angkatan Laut Pemerintah Filipina.
Kapal SSV ini merupakan kapal pesanan kedua dari total dua pesanan dari negara tersebut. SSV telah melalui serangkaian uji coba dan pengetesan sebelum diserahkan ke Kementerian Pertahanan Filipina.
Kapal yang memiliki panjang 123 meter dan lebar 21 meter ini diproduksi atas hasil lelang internasional yang diadakan Kementerian Pertahanan Filipina pada 2014 silam yang dilengkapi dengan persenjataan canggih dan pendaratan tiga helikopter ditambah fasilitas hanggar.
Kapal ini sekaligus dapat menampung hingga 621 penumpang dan mampu bertahan di lautan selama 30 hari dengan bobot maksimal 7.200 ton. Kecepatannya mencapai 16 knots dengan mesin pendorong 2 x 2,920 KW serta mampu menampung tank, kendaraan tempur, mobil rumah sakit hingga kapal patroli dan transporter.
Kapal perang ini mampu menjangkau perairan dangkal serta dapat difungsikan sebagai rumah sakit apung dan SAR ketika sedang terjadi bencana. SSV ini merupa kan kapal hasil inovasi dari produksi kapal sebelumnya, yaitu kapal landing platform dock (LPD) yang merupakan alih teknologi dengan Korea.
Kapal jenis ini telah banyak digunakan pada operasi militer dan kemanusiaan tingkat internasional dan telah diakui kemampuannya seperti penyelamatan MV Kudus di Somalia dan pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Pesanan kedua ini dinamai Davao del Sur yang berasal dari nama provinsi kelahiran Presiden Filipina Rodrigo Duterte, sedangkan kapal pertama di na mai Tarlac yang merupakan provinsi kelahiran Presiden Filipina sebelumnya Benigno Simeon Aquino.
Secara umum, penyelesaian kapal bernomor lambung 602 tersebut lebih cepat dari proses pesanan pertama yang membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Kapal pertama telah dilepas pada 8 Mei 2016 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan telah digunakan untuk operasi militer dalam penanggulangan gangguan keamanan dan ketenteraman di wilayah teritorial Filipina.
Karena merasa puas dengan hasilnya, Filipina sudah berencana menambah daftar pesanan armada kapal perangnya jenis SSV dan kapal cepat rudal (KCR) serta satu SSV hospital ship plus dan dua KCR-60. Tidak hanya Filipina, sejumlah negara juga tertarik untuk membeli kapal perang buatan PT PAL, di antaranya Malaysia, Nigeria, Senegal, Guyana Bissau, dan Gabob.
Tidak hanya menerima pesanan luar negeri, PT PAL Indonesia juga memproduksi alutsista untuk dalam negeri. Salah satunya untuk TNI Angkatan Laut (AL) berupa kapal perusak kawal rudal (PKR) KRI I Gusti Ngurah Rai-332 yang canggih dengan desain stealth atau siluman sehingga memiliki kemampuan mengelabui sistem radar.
Dalam pembuatan kapal, PT PAL Indonesia menggandeng galangan kapal asal Belanda, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS). Proses pembuatan kapal perang ini dilakukan dengan pembangunan sistem moduler yang terbagi dalam enam modul. Satu modul di antaranya dikerjakan di Belanda, sedangkan lima modul lain dikerjakan PT PAL Indonesia.
Direktur Utama (Dirut) PT PAL Indonesia Budiman Saleh mengatakan, pembangunan kapal PKR dengan program transfer of technology (ToT) ini menyerap kurang lebih 200 tenaga kerja di PT PAL Indonesia. Tenaga kerja itu terdiri atas berbagai disiplin keilmuan.
Dari jumlah tersebut, sekitar 75 orang di antaranya dididik digalangan kapal Damen Schelde- Vlisingen Belanda. Alih teknologi itu sesuai amanat UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan dan Keputusan KKIP Nomor KEP/12/KKIP/ XII/ 2013 tentang Lead Integrator Alutsista Matra Laut.
“Kapal PKR ini wujud ke bang gaan kepada bangsa untuk memper tahankan kedaulatan bangsa,” ujarnya seperti dilansir Sindonews.com.
Di luar penyediaan alutsista, PT PAL Indonesia juga memperkenalkan produk inovasi dari pengembangan barge mounted power plant 30 megawatt, yaitu powership (kapal pembangkit listrik) Indonesia dengan kelas mermaid dengan kapasitas 36-80 MW yang dikerjakan dengan pola strategic collaboration dalam pembangunan powership de ngan Karadeniz Holding (Turki).
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menuturkan, PT PAL Indonesia yang sudah meng eks por peralatan tempur dan kapal perang merupakan suatu pencapaian yang amat bagus dan bernilai strategis tinggi. Hal itu, menurut dia, sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo yang menjadikan negara kita sebagai Poros Maritim Dunia.
Poros Maritim Dunia merupakan visi Pemerintah Indonesia yang banyak mendapat apresiasi dunia.“Visi tersebut bahkan disejajarkan dengan ini siatif Pemerintah China dengan One Belt One Road,” ujar Nuning—panggilan akrab Susaning tyas—ketika dihubungi KORAN SINDO , Jumat (15/12).
Nuning mengatakan, inti dari Poros Maritim Dunia adalah menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sebagai jalur perdagangan laut internasional. Mengenai daya saing dengan institusi global di bidang teknologi perkapalan, menurut dia, PT PAL Indonesia harus menjalankan proses bench marking (tolok ukur) dengan negara-negara produ sen lain yang telah lebih dulu memiliki produk yang sama dan berkualitas baik.
Tidak lupa harus selalu belajar dan selalu melakukan inovasi agar tidak ketinggalan zaman dan menghasilkan produk terbaik. “Manajemen dan SDM (sumber daya manusia) PT PAL Indonesia juga harus ditingkatkan kualitasnya, jangan hanya ber-mindset jago kandang dan malas berinovasi,” tutur Nuning.
Sementara itu ahli militer Laksamana Muda TNI Dr Amarulla Oktavian, ST, MSc, DESD mengutarakan, kiprah produk PT PAL Indonesia yang semakin diakui dan dibeli negara lain merupakan sebuah kemajuan teknologi bagi negara kita.
Kedepannya, lanjut dia, melalui sambungan telepon, perusahaan pelat merah ini mesti me lakukan proses efisiensi manajemen agar kinerja dan kualitas produknya tetap tinggi. Proses efisiensi tersebut meliputi penyediaan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi teknis, memperhitungkan dana produksi serta mencari SDM yang lebih terampil dalam merancang dan membangun kapal modern.
“Dengan mengaryakan SDM yang merancang sendiri tanpa bantuan pihak lain, tentu ini akan menghemat biaya dan lebih murah. Uangnya juga tidak kemana-mana, masuk ke kantong anak negeri,” imbuh Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) tersebut.
Amarulla mengatakan, SDM Indonesia memang perlu ditingkatkan kualifikasinya. Di luar negeri misalnya, pekerjaan sederhana seperti mengelas kapal umumnya berasal dari seorang doktor, beda dengan yang dipekerjakan di Tanah Air. (Rendra Hanggara)
(nfl)