Marsekal Hadi Sempat Ungkap Tanda-tanda Akan Jadi Panglima
A
A
A
MALANG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi calon Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo.
Presiden telah menyurati DPR untuk selanjutnya menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Hadi yang kini menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU).
Orang tua Hadi, Bambang Sudarto tidak pernah menyangka putra sulungya itu akan ditunjuk Presiden untuk menjadi Panglima TNI. Kendati demikian, diakui Bambang, Hadi muda sudah memiliki cita-cita menjadi tentara mengikuti jejaknya.
"Kami keluarga tentunya bahagia dan menyambutnya dengan doa. Kami juga mengikhlaskan Mas Hadi, mengabdikan diri untuk negara ini,” ujar pria berusia 83 tahun itu saat ditemui Koran SINDO di rumahnya di Kelurahan Tamanharjo, Nomor 70, RT 3, RW 4, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin 4 Desember 2017.
Mantan teknisi pesawat tempur yang berpangkat terakhir Sersan Mayor (Serma) ini bersama sang istri, Nur Saadah banyak memberikan wejangan kepada Hadi sebelum masuk tentara. Tujuan Bambang agar putranya tidak terkejut saat menghadapi tes dan pendidikan, serta mengabdikan diri untuk bangsa.
Dia mengungkapkan Hadi diterima masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Angkatan Udara tahun 1982. Hadi langsung lolos seleksi saat baru berusia 18 tahun.
“Waktu itu di Pagas (Proyek Pancar Gas-red) ini ada 25 orang yang mendaftarkan diri. Di kompleks yang ada di dalam Lanud, juga ada 25 orang. Yang lolos masuk hanya dua orang, salah satunya anak saya,” kenang Bambang.
Hadi lulus Akabri Angkatan Udara pada tahun 1986. Sebagai perwira muda, dia langsung bertugas sebagai penerbang di Skadron Udara 4 Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh Malang. (Baca juga: PDIP Yakin Uji Kelayakan KSAU Jadi Panglima TNI Berjalan Mulus )
Skadron bersandi Walet ini memiliki tugas menerbangkan pesawat angkut ringan jenis Casa yang juga berfungsi sebagai pesawat intai, dan pemetaan udara.
Meski berstatus sebagai perwira, dan merupakan masuk jajaran penerbang elite TNI AU, Hadi bukan tipe anak yang menuntut banyak hal ke orang tuanya. “Dia tetap saja seperti sebelumnya. Kalau pulang ya makan seadanya di rumah. Kesukaannya makan Rujak Cingur,” kata Bambang tersenyum.
Dia mengungkapkan Hadi memiliki banyak teman sejak muda. Hal ini tidak lepas dari anjuran orang tuanya yang tidak melarangnya bermain atau berkawan dengan siapa saja.
Tetapi, Bambang mengaku selalu menasihati Hadi agar tidak terjerumus kenakalan seperti teman-temannya yang lain. “Dia memang saya suruh mengikuti saja kalau diajak temannya bermain. Tetapi, saya mewanti-wanti agar tidak terjerumus ke hal negatif. Kalau ada temannya yang sudah mengajak ke hal negatif, dia akan pamit pulang dengan alasan takut dimarahi bapaknya,” ungkap Bambang tertawa.
“Bapakku akan marah kalau aku tidak pulang ke rumah. Ini kunci rumah aku yang membawanya,” kata Bambang menirukan ucapan Hadi muda kepada teman-temannya.
Pria yang kini menjadi pucuk pimpinan TNI AU tersebut juga dikenal penurut dengan orang tuanya. Terutama dengan sang Ibu. Apabila ibunya sudah memberikan wejangan, kata Bambang, Hadi tidak akan berani membantah, atau berkata apa pun. Hadi akan lebih banyak diam, dan mengikuti saran ibunya.
Selain itu, Hadi juga anak yang sangat sederhana, dan penyayang kepada adik-adiknya. Bambang mengatakan, Hadi tidak akan banyak merepotkan orang tuanya untuk meminta uang saku sekolah. Kalau uang sakunya masih ada, dia tidak akan mau diberi lagi meskipun sudah berganti hari.
Kenangan hidup di Kompleks perumahan TNI AU Pagas, tidak pernah lekang dari hidup Hadi. Di kompleks ini Hadi digembleng tentang arti kehidupan, dan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Pagas menjadi bagian dan warna hidupnya. Hampir setiap tahun, Hadi mengikuti reuni warga Pagas. “Terakhir kami reunian di Jakarta. Banyak tetangga yang masih diingatnya. Tadi ada juga keluarga mantan warga Pagas yang bercerita kalau masih ingat Mas Hadi sering ramai-ramai makan mangga di rumahnya,” ungkapnya.
Kenangan hidup di Pagas ini juga yang mungkin membuat Bambang enggan pergi jauh dari lingkungan asri tersebut. Sejak purna tugas pada tahun 1984, Bambang memilih menempati rumah sederhana miliknya di Kelurahan Tamanharjo Nomor 70, RT 3, RW 4, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Rumah sederhana di tepi jalan rasa Tamanharjo ini juga yang hingga kini selalu disinggahi Hadi saat pulang ke Malang. Meskipun kini tidak banyak lagi waktu untuknya berada di rumah tersebut tetapi Hadi selalu menyempatkan pulang sungkem kepada kedua orang tuanya, mengobrol dan salat di rumah tersebut.
Beberapa minggu lalu, kata Bambang, Hadi juga pulang ke rumah orang tuanya, tepatnya pada 24 November 2017. Saat itu sebenarnya Bambang dan istrinya akan berangkat ke Bali. Setibanya di Bandara Abdulrachman Saleh Malang, niat perjalanan ke Bali dibatalkannya.
“Saat tiba di bandara, ada petugas Provost TNI AU yang memberi tahu, kalau KSAU akan ke Malang. Kami akhirnya pulang lagi, dan tidak jadi ke Bali,” ungkap Bambang.
Bambang dan istrinya berfirasat, anaknya pasti akan pulang ke rumah dan mencari keduanya.
Makanya, kata dia, memilih batal untuk pergi. Firasat ini terbukti benar. Dalam perjalanan pulang dari bandara, Hadi menelepon mengabarkan akan datang ke rumah.
Setiba di rumah orang tuanya, Hadi yang sedang melakukan perjalanan dinas untuk bertemu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Kota Malang menyempatkan sungkem dengan bapak dan ibunya lalu menjalankan ibadah salat.
Setelah selesai salat, Hadi mengungkapkan kepada kedua orang tuanya tentang adanya tanda-tanda akan ditunjuk Presiden mengisi jabatan Panglima TNI.
“Saya dan ibunya hanya bisa menasihati agar lebih kuat dan ikhlas dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kalau itu sudah ke hendak dari Allah, ya akan terjadi. Meskipun jalannya terjal, harus disikut, dan dijegal, ya akan tetap terjadi,” kata Bambang.
Kedua orang tua ini, sudah sepenuhnya mengikhlaskan anak sulungnya itu untuk mengabdikan diri kepada negeri ini. Meskipun mungkin nantinya Hadi tidak banyak waktu lagi untuk mereka nikmati bersama, bertemu, dan bercengkrama seperti dahulu, tetapi bagi Bambang dan Nur Saadah semua itu sudah diikhlaskan.
Nur Saadah yang kini lebih banyak beraktivitas menggunakan kursi roda itu selalu tersenyum kalau ingat anak sulungnya itu pulang. “Kalau dia pulang akan bertanya kepada saya. Sebagai anak apakah sudah menjadi Maling Kundang, karena sulit untuk pulang bertemu kedua orang tuanya. Kalaupun pulang hanya sebentar,” kenang perempuan berhijab ini sambil tersenyum ramah.
Nur Saadah mengatakan, cerita Maling Kundang selalu dikenang Hadi. Saat Hadi kecil, Nur sering menceritakan dongeng itu sebelumnya putranya terlelap. Wejangan-wejangan tentang budi pekerti tertanam kuat di kelima anaknya.
Menurut Nur, putranya itu paling sering meminta doanya agar diberi kelancaran dalam menjalankan tugas. “Dia selalu percaya kekuatan doa dari orang tua. Bahkan, dia selalu bilang, kami berdualah jimatnya,” ungkap Nur sambil tertawa.
Presiden telah menyurati DPR untuk selanjutnya menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Hadi yang kini menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU).
Orang tua Hadi, Bambang Sudarto tidak pernah menyangka putra sulungya itu akan ditunjuk Presiden untuk menjadi Panglima TNI. Kendati demikian, diakui Bambang, Hadi muda sudah memiliki cita-cita menjadi tentara mengikuti jejaknya.
"Kami keluarga tentunya bahagia dan menyambutnya dengan doa. Kami juga mengikhlaskan Mas Hadi, mengabdikan diri untuk negara ini,” ujar pria berusia 83 tahun itu saat ditemui Koran SINDO di rumahnya di Kelurahan Tamanharjo, Nomor 70, RT 3, RW 4, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin 4 Desember 2017.
Mantan teknisi pesawat tempur yang berpangkat terakhir Sersan Mayor (Serma) ini bersama sang istri, Nur Saadah banyak memberikan wejangan kepada Hadi sebelum masuk tentara. Tujuan Bambang agar putranya tidak terkejut saat menghadapi tes dan pendidikan, serta mengabdikan diri untuk bangsa.
Dia mengungkapkan Hadi diterima masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Angkatan Udara tahun 1982. Hadi langsung lolos seleksi saat baru berusia 18 tahun.
“Waktu itu di Pagas (Proyek Pancar Gas-red) ini ada 25 orang yang mendaftarkan diri. Di kompleks yang ada di dalam Lanud, juga ada 25 orang. Yang lolos masuk hanya dua orang, salah satunya anak saya,” kenang Bambang.
Hadi lulus Akabri Angkatan Udara pada tahun 1986. Sebagai perwira muda, dia langsung bertugas sebagai penerbang di Skadron Udara 4 Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh Malang. (Baca juga: PDIP Yakin Uji Kelayakan KSAU Jadi Panglima TNI Berjalan Mulus )
Skadron bersandi Walet ini memiliki tugas menerbangkan pesawat angkut ringan jenis Casa yang juga berfungsi sebagai pesawat intai, dan pemetaan udara.
Meski berstatus sebagai perwira, dan merupakan masuk jajaran penerbang elite TNI AU, Hadi bukan tipe anak yang menuntut banyak hal ke orang tuanya. “Dia tetap saja seperti sebelumnya. Kalau pulang ya makan seadanya di rumah. Kesukaannya makan Rujak Cingur,” kata Bambang tersenyum.
Dia mengungkapkan Hadi memiliki banyak teman sejak muda. Hal ini tidak lepas dari anjuran orang tuanya yang tidak melarangnya bermain atau berkawan dengan siapa saja.
Tetapi, Bambang mengaku selalu menasihati Hadi agar tidak terjerumus kenakalan seperti teman-temannya yang lain. “Dia memang saya suruh mengikuti saja kalau diajak temannya bermain. Tetapi, saya mewanti-wanti agar tidak terjerumus ke hal negatif. Kalau ada temannya yang sudah mengajak ke hal negatif, dia akan pamit pulang dengan alasan takut dimarahi bapaknya,” ungkap Bambang tertawa.
“Bapakku akan marah kalau aku tidak pulang ke rumah. Ini kunci rumah aku yang membawanya,” kata Bambang menirukan ucapan Hadi muda kepada teman-temannya.
Pria yang kini menjadi pucuk pimpinan TNI AU tersebut juga dikenal penurut dengan orang tuanya. Terutama dengan sang Ibu. Apabila ibunya sudah memberikan wejangan, kata Bambang, Hadi tidak akan berani membantah, atau berkata apa pun. Hadi akan lebih banyak diam, dan mengikuti saran ibunya.
Selain itu, Hadi juga anak yang sangat sederhana, dan penyayang kepada adik-adiknya. Bambang mengatakan, Hadi tidak akan banyak merepotkan orang tuanya untuk meminta uang saku sekolah. Kalau uang sakunya masih ada, dia tidak akan mau diberi lagi meskipun sudah berganti hari.
Kenangan hidup di Kompleks perumahan TNI AU Pagas, tidak pernah lekang dari hidup Hadi. Di kompleks ini Hadi digembleng tentang arti kehidupan, dan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Pagas menjadi bagian dan warna hidupnya. Hampir setiap tahun, Hadi mengikuti reuni warga Pagas. “Terakhir kami reunian di Jakarta. Banyak tetangga yang masih diingatnya. Tadi ada juga keluarga mantan warga Pagas yang bercerita kalau masih ingat Mas Hadi sering ramai-ramai makan mangga di rumahnya,” ungkapnya.
Kenangan hidup di Pagas ini juga yang mungkin membuat Bambang enggan pergi jauh dari lingkungan asri tersebut. Sejak purna tugas pada tahun 1984, Bambang memilih menempati rumah sederhana miliknya di Kelurahan Tamanharjo Nomor 70, RT 3, RW 4, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Rumah sederhana di tepi jalan rasa Tamanharjo ini juga yang hingga kini selalu disinggahi Hadi saat pulang ke Malang. Meskipun kini tidak banyak lagi waktu untuknya berada di rumah tersebut tetapi Hadi selalu menyempatkan pulang sungkem kepada kedua orang tuanya, mengobrol dan salat di rumah tersebut.
Beberapa minggu lalu, kata Bambang, Hadi juga pulang ke rumah orang tuanya, tepatnya pada 24 November 2017. Saat itu sebenarnya Bambang dan istrinya akan berangkat ke Bali. Setibanya di Bandara Abdulrachman Saleh Malang, niat perjalanan ke Bali dibatalkannya.
“Saat tiba di bandara, ada petugas Provost TNI AU yang memberi tahu, kalau KSAU akan ke Malang. Kami akhirnya pulang lagi, dan tidak jadi ke Bali,” ungkap Bambang.
Bambang dan istrinya berfirasat, anaknya pasti akan pulang ke rumah dan mencari keduanya.
Makanya, kata dia, memilih batal untuk pergi. Firasat ini terbukti benar. Dalam perjalanan pulang dari bandara, Hadi menelepon mengabarkan akan datang ke rumah.
Setiba di rumah orang tuanya, Hadi yang sedang melakukan perjalanan dinas untuk bertemu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Kota Malang menyempatkan sungkem dengan bapak dan ibunya lalu menjalankan ibadah salat.
Setelah selesai salat, Hadi mengungkapkan kepada kedua orang tuanya tentang adanya tanda-tanda akan ditunjuk Presiden mengisi jabatan Panglima TNI.
“Saya dan ibunya hanya bisa menasihati agar lebih kuat dan ikhlas dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kalau itu sudah ke hendak dari Allah, ya akan terjadi. Meskipun jalannya terjal, harus disikut, dan dijegal, ya akan tetap terjadi,” kata Bambang.
Kedua orang tua ini, sudah sepenuhnya mengikhlaskan anak sulungnya itu untuk mengabdikan diri kepada negeri ini. Meskipun mungkin nantinya Hadi tidak banyak waktu lagi untuk mereka nikmati bersama, bertemu, dan bercengkrama seperti dahulu, tetapi bagi Bambang dan Nur Saadah semua itu sudah diikhlaskan.
Nur Saadah yang kini lebih banyak beraktivitas menggunakan kursi roda itu selalu tersenyum kalau ingat anak sulungnya itu pulang. “Kalau dia pulang akan bertanya kepada saya. Sebagai anak apakah sudah menjadi Maling Kundang, karena sulit untuk pulang bertemu kedua orang tuanya. Kalaupun pulang hanya sebentar,” kenang perempuan berhijab ini sambil tersenyum ramah.
Nur Saadah mengatakan, cerita Maling Kundang selalu dikenang Hadi. Saat Hadi kecil, Nur sering menceritakan dongeng itu sebelumnya putranya terlelap. Wejangan-wejangan tentang budi pekerti tertanam kuat di kelima anaknya.
Menurut Nur, putranya itu paling sering meminta doanya agar diberi kelancaran dalam menjalankan tugas. “Dia selalu percaya kekuatan doa dari orang tua. Bahkan, dia selalu bilang, kami berdualah jimatnya,” ungkap Nur sambil tertawa.
(dam)