Filosofi Ridwan Kamil dalam Membangun Kota Bandung
A
A
A
JAKARTA - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, dihadirkan menjadi pembicara ketiga dalam Indonesia Visionary Leader yang diselenggarakan KORAN SINDO.
Sebelum memaparkan capaian program dan kebijakannya, pria yang akrab disapa Kang Emil ini memulai dengan filosofi kepemimpinan dalam membangun Bandung.
Menurut Emil, dirinya meyakini filosofi pemimpin itu kuncinya ada dua, yakni mengadakan perubahan dan mengakselerasi kemajuan. "Itu filosofis yang saya bangun," kata Emil di Gedung SINDO, Menteng, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Emil menilai, secara umum Indonesia akan menjadi negara maju dan bersaing dengan negara maju pada 2045 mendatang. Menurutnya, kuncinya perubahan itu harus dilakukan dari sekarang dengan mendorong daerah untuk maju.
Dia menyebutkan, untuk menjadikan negara yang maju dan bersaing, maka konsep trisakti yang digaungkan Presiden Soekarno harus menjadi pijakan utama.
Katanya, setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk kemajuan bangsa yakni proses transisi demokrasi yang stabil, tidak terus menerus terjadi keributan seperti yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta.
Kemudian lanjut Emil, pemerintah pusat dan daerah harus menciptakan generasi anak cucu yang kompetitif. Serta menjaga ekonomi agar tidak berada di bawah 5 persen. Menurutnya, kota Bandung telah memulai perubahan ke arah tersebut.
Emil mengatakan, sebagai kota yang tidak diwarisi sektor industri besar, maka Bandung memilih menempatkan ekonomi kreatif sebagai basis yang utama. Ia mengaku bersuyukur, warga Bandung sejalan dengan konsep yang dibangun Pemda.
Untuk hal ini, pelayanan publik menjadi faktor penting. Ruang dialog dan ruang-ruang publik dibuka seluas mungkin. "Jadi kalau diistilahkan, itu negara yang mendatangi warga, bukan sebaliknya, warga mendatangi negara," tuturnya.
Problemnya kata Emil, mengubah cara pikir masyarakat atau mainset warga ini yang terkadang membutuhkan waktu dan kesabaran. Menurut Emil, masalah mainset atau paradigma ini juga dialami seluruh daerah. Hanya saja, dimulai dari pemimpin dan pejabatnya.
"Kami di bandung ada sepeda untuk anak-anak sekolah. Makanya tidak heran kalau ke Bandung, di trotoar itu banyak sepeda anak-anak. Saya juga naik sepeda. Kami juga buat sekolah dekat tempat tinggal supaya lebih nyaman," tandasnya.
Sebelum memaparkan capaian program dan kebijakannya, pria yang akrab disapa Kang Emil ini memulai dengan filosofi kepemimpinan dalam membangun Bandung.
Menurut Emil, dirinya meyakini filosofi pemimpin itu kuncinya ada dua, yakni mengadakan perubahan dan mengakselerasi kemajuan. "Itu filosofis yang saya bangun," kata Emil di Gedung SINDO, Menteng, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Emil menilai, secara umum Indonesia akan menjadi negara maju dan bersaing dengan negara maju pada 2045 mendatang. Menurutnya, kuncinya perubahan itu harus dilakukan dari sekarang dengan mendorong daerah untuk maju.
Dia menyebutkan, untuk menjadikan negara yang maju dan bersaing, maka konsep trisakti yang digaungkan Presiden Soekarno harus menjadi pijakan utama.
Katanya, setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk kemajuan bangsa yakni proses transisi demokrasi yang stabil, tidak terus menerus terjadi keributan seperti yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta.
Kemudian lanjut Emil, pemerintah pusat dan daerah harus menciptakan generasi anak cucu yang kompetitif. Serta menjaga ekonomi agar tidak berada di bawah 5 persen. Menurutnya, kota Bandung telah memulai perubahan ke arah tersebut.
Emil mengatakan, sebagai kota yang tidak diwarisi sektor industri besar, maka Bandung memilih menempatkan ekonomi kreatif sebagai basis yang utama. Ia mengaku bersuyukur, warga Bandung sejalan dengan konsep yang dibangun Pemda.
Untuk hal ini, pelayanan publik menjadi faktor penting. Ruang dialog dan ruang-ruang publik dibuka seluas mungkin. "Jadi kalau diistilahkan, itu negara yang mendatangi warga, bukan sebaliknya, warga mendatangi negara," tuturnya.
Problemnya kata Emil, mengubah cara pikir masyarakat atau mainset warga ini yang terkadang membutuhkan waktu dan kesabaran. Menurut Emil, masalah mainset atau paradigma ini juga dialami seluruh daerah. Hanya saja, dimulai dari pemimpin dan pejabatnya.
"Kami di bandung ada sepeda untuk anak-anak sekolah. Makanya tidak heran kalau ke Bandung, di trotoar itu banyak sepeda anak-anak. Saya juga naik sepeda. Kami juga buat sekolah dekat tempat tinggal supaya lebih nyaman," tandasnya.
(maf)