Tak Usung Kader Sendiri, Golkar Terancam Kehilangan Suara di Jabar
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar beberapa waktu lalu telah resmi mendeklarasikan dukungannya pada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil untuk maju sebagai calon gubernur di Pilkada Jabar 2018 mendatang.
Golkar lagi-lagi tak mengusung kader sendiri dalam perhelatan politik di daerah. Padahal, partai tersebut memiliki kader potensial dan memiliki elektabilitas tinggi. Kader tersebut adalah Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyatakan, Golkar terancam kehilangan suara di Jawa Barat karena sikapnya yang mengabaikan kadernya sendiri.
"Apalagi Kang Dedi itu adalah ketua DPD Golkar Jawa Barat, Bupati Purwakarta dan namanya cukup berpengaruh di daerah tersebut. Menurut saya, tidak ada kurangnya jika menjadi Cagub," kata Ujang di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Menurut Ujang, keputusan Golkar memilih Ridwan Kamil daripada Dedi Mulyadi merupakan keinginan dan hasil kesepakatan para elit partai berlambang beringin itu.
"Saya yakin itu bukan suara kader akar rumput, itu hanya deal-dealan para elit saja," ujar Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini.
Untuk itu, suara Golkar terancam hilang di Jabar, karena yang punya suara dan memobilisasi suara itu adalah kader akar rumput. Apalagi, tambah dia, jika seandainya Dedi Mulyadi malah dipinang oleh partai lain untuk jadi cagub atau cawagub.
"Menurut saya, sinyal itu sudah ada seperti dari PDIP dan Gerindra. Jika itu terjadi, otomatis suara Golkar bakal beralih," terang Ujang.
Faktor lain yang bisa membuat suara golkar itu hilang adalah terkait status tersangka Ketua Umum Setya Novanto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Rakyat tentu akan mempertimbangkan itu untuk memilih partai dan calon yang diusung oleh partai tersebut. Harus diakui, status tersangka Setya Novanto sangat berpengaruh terhadap turunnya elektabilitas partai Golkar," kata dia.
Ujang pun mengingatkan bahwa Golkar harus berbenah secepatnya, karena hal itu tidak hanya berdampak pada Pilkada 2018, namun akan berimbas hingga Pileg/Pilpres 2019 nanti.
Menurut Ujang juga, status tersangka Setya Novanto akan dimanfaatkan oleh lawan politik Golkar untuk melemahkan partai tersebut pada pertarungan di setiap pemilu.
"Dengan demikian, implikasinya adalah berkurangnya, bahkan hilangnya suara Golkar, terutama di Jabar," tegas Ujang.
Golkar lagi-lagi tak mengusung kader sendiri dalam perhelatan politik di daerah. Padahal, partai tersebut memiliki kader potensial dan memiliki elektabilitas tinggi. Kader tersebut adalah Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyatakan, Golkar terancam kehilangan suara di Jawa Barat karena sikapnya yang mengabaikan kadernya sendiri.
"Apalagi Kang Dedi itu adalah ketua DPD Golkar Jawa Barat, Bupati Purwakarta dan namanya cukup berpengaruh di daerah tersebut. Menurut saya, tidak ada kurangnya jika menjadi Cagub," kata Ujang di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Menurut Ujang, keputusan Golkar memilih Ridwan Kamil daripada Dedi Mulyadi merupakan keinginan dan hasil kesepakatan para elit partai berlambang beringin itu.
"Saya yakin itu bukan suara kader akar rumput, itu hanya deal-dealan para elit saja," ujar Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini.
Untuk itu, suara Golkar terancam hilang di Jabar, karena yang punya suara dan memobilisasi suara itu adalah kader akar rumput. Apalagi, tambah dia, jika seandainya Dedi Mulyadi malah dipinang oleh partai lain untuk jadi cagub atau cawagub.
"Menurut saya, sinyal itu sudah ada seperti dari PDIP dan Gerindra. Jika itu terjadi, otomatis suara Golkar bakal beralih," terang Ujang.
Faktor lain yang bisa membuat suara golkar itu hilang adalah terkait status tersangka Ketua Umum Setya Novanto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Rakyat tentu akan mempertimbangkan itu untuk memilih partai dan calon yang diusung oleh partai tersebut. Harus diakui, status tersangka Setya Novanto sangat berpengaruh terhadap turunnya elektabilitas partai Golkar," kata dia.
Ujang pun mengingatkan bahwa Golkar harus berbenah secepatnya, karena hal itu tidak hanya berdampak pada Pilkada 2018, namun akan berimbas hingga Pileg/Pilpres 2019 nanti.
Menurut Ujang juga, status tersangka Setya Novanto akan dimanfaatkan oleh lawan politik Golkar untuk melemahkan partai tersebut pada pertarungan di setiap pemilu.
"Dengan demikian, implikasinya adalah berkurangnya, bahkan hilangnya suara Golkar, terutama di Jabar," tegas Ujang.
(pur)