Pengawasan Disiplin pada PNS Masih Lemah
A
A
A
JAKARTA - Kedisiplinan masih menjadi satu persoalan di tubuh birokrasi Indonesia. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya penegakan disiplin oleh pembina pejabat kepegawaian (PPK).
Berdasarkan data dari Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) diketahui dalam kurun waktu empat bulan ini puluhan pegawai negeri sipil (PNS) dari pusat ataupun daerah diberhentikan karena tindak indisipliner.
Pada Juli setidaknya terdapat dari 31 PNS dipecat, Agustus 21 PNS diberhentikan, dan terakhir Oktober lalu 27 PNS juga dipecat. Sebagian besar dari pemecatan tersebut akibat mereka kerap membolos.
Selain itu, pemecatan para PNS juga dipicu penyalahgunaan narkotika, pencurian, penyalahgunaan wewenang, perbuatan asusila, perzinaan, calo CPNS, penganiayaan, dan gratifikasi.
Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku Sekretaris Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Bima Haria Wibisana mengeluhkan pengawasan disiplin PNS yang masih lemah oleh para pimpinan instansi.
“Harus diakui masih banyak dijumpai atasan langsung yang kurang berperan aktif dalam penanganan pelanggaran disiplin,” katanya, di Jakarta.
Dia mengatakan, penjatuhan hukuman disiplin dilakukan oleh Inspektorat, padahal seharusnya penjatuhan hukuman disiplin dilakukan oleh atasan langsung dari PNS yang bersangkutan.
Banyak atasan dari PNS tidak segera memanggil dalam melakukan pemeriksaan terhadap bawahan yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
“Akan tetapi, pemeriksaan malah dilakukan oleh Inspektorat untuk selanjutnya memberikan saran penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK),” ujarnya.
Dia pun mengingatkan agar pengelola kepegawaian dapat meningkatkan pengawasan disiplin PNS, terutama dalam pengendalian disiplin, penerapan norma, standar dan prosedur yang berlaku.
“Khususnya dalam implementasi peraturan perundang-undangan di bidang disiplin PNS dan pemberhentian PNS di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Bima menilai ketidaksesuaian prosedur penegakan disiplin PNS dapat berdampak banyaknya ajuan banding administratif kepada Bapek ataupun gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini tentunya disebabkan oleh ketidakpuasan atas keputusan PPK.
“Saat ini kesadaran hukum para PNS sudah semakin tinggi, sehingga pejabat pengelola kepegawaian perlu meningkatkan pengetahuan. Baik tentang tata cara banding administratif di Bapek dan beracara di PTUN,” imbuhnya.
Tidak cukup dengan meningkatkan pengetahuan saja, Bima juga meminta para pengelola kepegawaian untuk meningkatkan kesadaran hukum. Dalam hal ini meningkatkan pemahaman tentang ketentuan syarat sahnya suatu keputusan sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi.
Pakar administrasi publik Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi mengakui bahwa banyak atasan yang kurang maksimal dalam penegakan disiplin PNS. Menurutnya, salah satu faktor penyebabnya adalah persoalan kekerabatan.
“Misalnya saja PNS di daerah itu kan pegawainya hanya berputar di situ saja. Jadi, mereka kurang menegakan disiplin,” tuturnya.
Di sisi lain, pejabat pembina kepegawaian lebih didominasi oleh politisi, seperti kepala daerah. Hal ini juga memengaruhi penegakan disiplin di instansi daerah.
“Mereka kurang peduli. Sering kali hanya atas dasar suka dan tidak suka dalam penerapan penegakan disiplin,” ungkapnya.
Yogi menilai perlunya pengaturan yang lebih detail terkait dengan penegakan disiplin. Salah satunya tentang apa-apa saja yang masuk kategori disiplin. Apakah disiplin yang sifatnya etika ataupun kinerja.
“Kalau etika misalnya tidak boleh merokok, bertato atau poligami. Atau soal kinerja seperti kehadiran semua harus diperjelas,” paparnya.
Di sisi lain, dia menilai Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai pengawas dapat diperkuat wewenangnya, termasuk dalam hal pengawasan kedisiplinan PNS.
Hal inilah yang juga perlu diatur secara detail. Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengatakan pelanggaran masih didominasi oleh kasus pelanggaran. Pemerintah pun mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi pemberhentian. (Dita Angga)
Berdasarkan data dari Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) diketahui dalam kurun waktu empat bulan ini puluhan pegawai negeri sipil (PNS) dari pusat ataupun daerah diberhentikan karena tindak indisipliner.
Pada Juli setidaknya terdapat dari 31 PNS dipecat, Agustus 21 PNS diberhentikan, dan terakhir Oktober lalu 27 PNS juga dipecat. Sebagian besar dari pemecatan tersebut akibat mereka kerap membolos.
Selain itu, pemecatan para PNS juga dipicu penyalahgunaan narkotika, pencurian, penyalahgunaan wewenang, perbuatan asusila, perzinaan, calo CPNS, penganiayaan, dan gratifikasi.
Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku Sekretaris Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Bima Haria Wibisana mengeluhkan pengawasan disiplin PNS yang masih lemah oleh para pimpinan instansi.
“Harus diakui masih banyak dijumpai atasan langsung yang kurang berperan aktif dalam penanganan pelanggaran disiplin,” katanya, di Jakarta.
Dia mengatakan, penjatuhan hukuman disiplin dilakukan oleh Inspektorat, padahal seharusnya penjatuhan hukuman disiplin dilakukan oleh atasan langsung dari PNS yang bersangkutan.
Banyak atasan dari PNS tidak segera memanggil dalam melakukan pemeriksaan terhadap bawahan yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
“Akan tetapi, pemeriksaan malah dilakukan oleh Inspektorat untuk selanjutnya memberikan saran penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK),” ujarnya.
Dia pun mengingatkan agar pengelola kepegawaian dapat meningkatkan pengawasan disiplin PNS, terutama dalam pengendalian disiplin, penerapan norma, standar dan prosedur yang berlaku.
“Khususnya dalam implementasi peraturan perundang-undangan di bidang disiplin PNS dan pemberhentian PNS di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Bima menilai ketidaksesuaian prosedur penegakan disiplin PNS dapat berdampak banyaknya ajuan banding administratif kepada Bapek ataupun gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini tentunya disebabkan oleh ketidakpuasan atas keputusan PPK.
“Saat ini kesadaran hukum para PNS sudah semakin tinggi, sehingga pejabat pengelola kepegawaian perlu meningkatkan pengetahuan. Baik tentang tata cara banding administratif di Bapek dan beracara di PTUN,” imbuhnya.
Tidak cukup dengan meningkatkan pengetahuan saja, Bima juga meminta para pengelola kepegawaian untuk meningkatkan kesadaran hukum. Dalam hal ini meningkatkan pemahaman tentang ketentuan syarat sahnya suatu keputusan sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi.
Pakar administrasi publik Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi mengakui bahwa banyak atasan yang kurang maksimal dalam penegakan disiplin PNS. Menurutnya, salah satu faktor penyebabnya adalah persoalan kekerabatan.
“Misalnya saja PNS di daerah itu kan pegawainya hanya berputar di situ saja. Jadi, mereka kurang menegakan disiplin,” tuturnya.
Di sisi lain, pejabat pembina kepegawaian lebih didominasi oleh politisi, seperti kepala daerah. Hal ini juga memengaruhi penegakan disiplin di instansi daerah.
“Mereka kurang peduli. Sering kali hanya atas dasar suka dan tidak suka dalam penerapan penegakan disiplin,” ungkapnya.
Yogi menilai perlunya pengaturan yang lebih detail terkait dengan penegakan disiplin. Salah satunya tentang apa-apa saja yang masuk kategori disiplin. Apakah disiplin yang sifatnya etika ataupun kinerja.
“Kalau etika misalnya tidak boleh merokok, bertato atau poligami. Atau soal kinerja seperti kehadiran semua harus diperjelas,” paparnya.
Di sisi lain, dia menilai Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai pengawas dapat diperkuat wewenangnya, termasuk dalam hal pengawasan kedisiplinan PNS.
Hal inilah yang juga perlu diatur secara detail. Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengatakan pelanggaran masih didominasi oleh kasus pelanggaran. Pemerintah pun mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi pemberhentian. (Dita Angga)
(nfl)