Pembajakan Marak, DPR Usul Pemerintah Bentuk Satgas
A
A
A
JAKARTA - DPR mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk satuan tugas antipembajakan. Satuan itu dinilai perlu untuk mengatasi banyaknya kasus pembajakan.
Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra mengatakan, dunia ekonomi kreatif didorong untuk menjadi penopang ekonomi nasional. Namun, besarnya potensi ekonomi kreatif akan hilang jika pembajakan produk usaha kreatif tidak bisa dihentikan secara masif.
"Satgas antipembajakan perlu dibentuk untuk memerangi pembajakan. Setiap tahun Indonesia kehilangan Rp82 triliun lebih karena kasus pembajakan. Itupun hanya dalam bentuk pajak, belum termasuk turunannya, seperti perputaran uang di usahawan dan karyawan," kata Sutan dalam keterangan tertulis, Jumat 3 November 2017.
Menurut dia, jika perang terhadap pembajakan tidak dimulai secara serius dengan melibatkan berbagai komponen, dikhawatirkan ekonomi kreatif nasional akan mati suri.
"Orang menjadi malas berkreativitas, karena hasil buah karya, olah pikir, curah rasa mereka bisa dibajak oleh orang secara ilegal,” ujarnya.
Menurut dia, satgas tersebut dapat bertugas untuk menampung berbagai kasus pembajakan di semua daerah. “Sehingga sinergitas aparat hukum, masyarakat, usahawan termasuk asosiasi dapat mengantisipasi dan melawan pembajakan,” katanya.
Sutan juga mengungkapkan salah satu hal yang dapat meminimalisasi pembajakan, yakni kepemilikan hak paten oleh pelaku ekonomi kreatif. Sayangnya, kata dia, kesadaran pelaku usaha kreatif untuk mendaftarkan hak paten usaha masih tergolong rendah.
"Ini dapat dilihat dari jumlah paten usaha yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM dalam sepuluh tahun terakhir. Dari data tahun 2006-2016, usaha kreatif yang telah mendaftarkan nama usaha, produk, merek dan logo bisnis yang mereka jalankan sangat sedikit," tuturnya.
Bahkan, sambungnya, dari jumlah yang sedikit itu, juga banyak paten tidak bisa dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI, karena nama, produk dan kemasan sama dengan usaha yang telah dipatenkan terlebih dahulu.
"Padahal secara sisi legalitas dan ekonomi, banyak sekali keuntungan jika suatu usaha telah mendapatkan paten usaha. Seperti memperkuat branding, sehingga lebih dikenal konsumen dan mitra usaha, dan bisnis pun akan lebih mudah berkembang," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra mengatakan, dunia ekonomi kreatif didorong untuk menjadi penopang ekonomi nasional. Namun, besarnya potensi ekonomi kreatif akan hilang jika pembajakan produk usaha kreatif tidak bisa dihentikan secara masif.
"Satgas antipembajakan perlu dibentuk untuk memerangi pembajakan. Setiap tahun Indonesia kehilangan Rp82 triliun lebih karena kasus pembajakan. Itupun hanya dalam bentuk pajak, belum termasuk turunannya, seperti perputaran uang di usahawan dan karyawan," kata Sutan dalam keterangan tertulis, Jumat 3 November 2017.
Menurut dia, jika perang terhadap pembajakan tidak dimulai secara serius dengan melibatkan berbagai komponen, dikhawatirkan ekonomi kreatif nasional akan mati suri.
"Orang menjadi malas berkreativitas, karena hasil buah karya, olah pikir, curah rasa mereka bisa dibajak oleh orang secara ilegal,” ujarnya.
Menurut dia, satgas tersebut dapat bertugas untuk menampung berbagai kasus pembajakan di semua daerah. “Sehingga sinergitas aparat hukum, masyarakat, usahawan termasuk asosiasi dapat mengantisipasi dan melawan pembajakan,” katanya.
Sutan juga mengungkapkan salah satu hal yang dapat meminimalisasi pembajakan, yakni kepemilikan hak paten oleh pelaku ekonomi kreatif. Sayangnya, kata dia, kesadaran pelaku usaha kreatif untuk mendaftarkan hak paten usaha masih tergolong rendah.
"Ini dapat dilihat dari jumlah paten usaha yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM dalam sepuluh tahun terakhir. Dari data tahun 2006-2016, usaha kreatif yang telah mendaftarkan nama usaha, produk, merek dan logo bisnis yang mereka jalankan sangat sedikit," tuturnya.
Bahkan, sambungnya, dari jumlah yang sedikit itu, juga banyak paten tidak bisa dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI, karena nama, produk dan kemasan sama dengan usaha yang telah dipatenkan terlebih dahulu.
"Padahal secara sisi legalitas dan ekonomi, banyak sekali keuntungan jika suatu usaha telah mendapatkan paten usaha. Seperti memperkuat branding, sehingga lebih dikenal konsumen dan mitra usaha, dan bisnis pun akan lebih mudah berkembang," tuturnya.
(dam)