Genjot Padat Karya, Desa Digelontor Rp60 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah bertekad menciptakan lapangan kerja baru di desa-desa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat bawah. Guna memacu target tersebut, anggaran dana desa sebesar Rp60 triliun pada 2018 nanti difokuskan pada kegiatan yang menekankan padat karya.
Jumlah dana desa pada 2018 melonjak signifikan dibandingkan alokasi dana desa pada 2015 lalu yang hanya Rp20 triliun. Saat itu, tiap desa hanya menerima dana desa rata-rata Rp280 juta. Sedangkan tahun ini, dengan total dana desa Rp60 triliun, tiap desa menerima rata-rata Rp800 juta.
Guna memaksimalkan anggaran, Presiden Joko Widodo mewajibkan agar dana tersebut digunakan untuk kegiatan yang produktif dan dikelola secara mandiri bukan dikerjakan oleh pihak ketiga atau swasta lagi. Dengan cara swakelola ini, Jokowi yakin penyerapan tenaga kerja di desa akan lebih maksimal dan muaranya meningkatkan perekonomian warga. Dengan fokus pada padat karya ini, di tiap desa nantinya ada sekitar 200 warga terbantu mendapatkan lapangan pekerjaan.
Program dana desa untuk kegiatan padat karya ini akan diluncurkan pada 1 Januari 2018. Penegasan tersebut disampaikan Jokowi saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki yang turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan mengatakan, jika program ini bisa dijalankan dengan baik, setidaknya ada 14 juta warga desa yang bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. "Ada perubahan-perubahan program pemerintah di Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, dan kementerian-kementerian lain untuk diarahkan bisa menciptakan lapangan kerja," kata Teten seusai pertemuan.
Optimalisasi dana desa juga sudah dimatangkan pada rapat terbatas tingkat menteri di Istana Bogor pada Rabu (25/10) lalu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta kementerian terkait untuk memperhatikan desain dana desa pada 2018 yang berfokus pada pembangunan prasarana desa, masyarakat desa dan membangun institusi atau organisasi di desa. Presiden juga meminta agar surat pertanggungjawaban proyek yang dilakukan secara swakelola dapat disederhanakan sehingga tidak menimbulkan disinsentif bagi kementerian.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan, selain untuk pembangunan di desa, dana desa juga didesain untuk menciptakan lapangan kerja di pedesaan. Dia menjelaskan, pekerjaan pembangunan yang menggunakan dana desa harus dilakukan secara swakelola yang dikerjakan oleh masyarakat dari desa tersebut. Dengan cara ini maka akan banyak warga desa yang terserap bekerja untuk proyek bagi desa tersebut.
"Tidak boleh menggunakan kontraktor. Apalagi kontraktor dari luar," katanya kepada KORAN SINDO. Agar proses jual beli di desa juga meningkat maka bahan-bahan untuk proyek harus dibeli dari toko material setempat. "Dengan demikian uang yang dibelanjakan bisa berputar di desa tersebut," ujarnya.
Dalam arahannya, Presiden Joko Widodo juga meminta agar gaji bagi warga yang bekerja harus dibayarkan harian atau mingguan sehingga daya beli masyarakat desa akan meningkat. Gajinya nanti, kata Eko, diharapkan sesuai dengan upah minimum provinsi di masing-masing desanya.
Menurut dia, akan ada sekitar Rp12 triliun dana yang akan diterima langsung oleh masyarakat yang bekerja pada kegiatan dari dana desa itu. Hal ini bisa menciptakan daya beli desa hingga Rp60 triliun per tahunnya.
Dia menilai selama tiga tahun terakhir ini, pembangunan di desa-desa sangat masif. Ini tidak lepas dari kucuran dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya. "Belum pernah ada pembangunan di desa semasif ini dalam sejarah Indonesia. Itu terjadi karena bussiness modelnya benar," katanya.
Eko yakin target padat karya akan bisa terwujud apalagi program ini mendapat dukungan penuh dari presiden langsung. Berdasarkan kajian Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada (UGM) di 4.345 desa, dana desa memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan desa.
Dari data Kemendes PDTT, dalam tiga tahun terakhir ini dana desa berkontribusi dalam pembangunan lebih dari 120.000 km jalan, 1.960 km jembatan, 5.220 unit pasar desa, 5.116 unit tambatan perahu, 2.047 unit embung, dan 97.176 unit irigasi. Tak hanya itu, dana desa juga digunakan untuk 291.393 unit penahan tanah, 32.711 unit sarana air bersih, 82.356 unit MCK, 6.041 unit poliklinik desa dan 45.865 unit sumur.
Saat memberi pengarahan kepada bupati/wali kota pekan lalu, Presiden Jokowi juga mengapresiasi sejumlah daerah yang menggunakan dana desa dengan optimal. Di antara daerah tersebut adalah Kabupaten Tulungagung dan Jembrana. Di Tulungagung, pada tiga tahun ini, bisa membangun jalan 679 km, jembatan 1.975 meter.
Besarnya dana yang akan diterima para perangkat desa membuat pemerintah melibatkan kepolisian dalam pengawasan di lapangan. Unsur Polri yang dilibatkan adalah bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas), kepala kepolisian sektor (kapolsek) hingga kepala kepolisian resor (kapolres).
"Pendekatan utamanya adalah melibatkan para babinkamtibmas, kapolsek, kapolres sebagai upaya pencegahan, pengawasan dana desa," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Mendes PDTT Eko Sandjojo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Jumat (20/10).
Sementara dari data Satuan Tugas Dana Desa, hingga akhir Oktober ini setidaknya ada 10.000 aduan dari masyarakat. Jumlah ini meningkat dari data pada tahun sebelumnya yang mencapai 900 laporan.
Perkuat Daya Beli
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun berpandangan, kebijakan dana desa untuk kegiatan padat karya yang rencananya dikuatkan dengan peraturan presiden (perpres) adalah langkah konkret membantu perekonomian masyarakat saat ini. "Saya dari Fraksi Partai Golkar memberikan dukungan atas upaya dan langkah tersebut," kata Misbakhun, kemarin.
Menurut dia, saat ini banyak proyek pemerintah di bidang infrastruktur di seluruh pelosok Tanah Air yang bisa dikerjakan secara padat karya, sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Terlebih, jika pembayarannya dilakukan secara tunai tentu akan lebih banyak memberikan keuntungan.
"Akan makin memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah yang membelanjakan seluruh penghasilan mereka untuk membeli barang kebutuhan pokok mereka," tandasnya.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, dampak dari program padat karya ini bergantung pada eksekusi di lapangan. Selama ini yang menjadi masalah adalah pemantauan dan efektivitas dari program yang sudah dilakukan.
"Contohnya dana desa. Dari sisi konsep itu bagus, tapi dari sisi eksekusi itu banyak bermasalah sehingga penggunaannya dalam banyak kasus tidak sesuai yang diinginkan," ujarnya.
Faisal berharap pemantauan dana desa harus diperketat agar saat pelaksanaan di daerah bisa berjalan sesuai dengan konsep. "Sehingga bisa dipastikan apa yang dikonsepkan di pusat bisa betul-betul berjalan efektif di daerah. Dengan begitu akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan dan juga penyebaran atau multiplier effect perekonomian di pedesaan. Kalau ada banyak orang yang dipekerjakan tentunya akan membantu dari sisi daya beli," jelasnya.
Di sisi lain Faisal mengingatkan agar tidak menyamaratakan implementasi dari program ini karena karakteristik setiap desa dalam satu wilayah berbeda-beda.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menilai, dana desa telah memberikan dampak baik di beberapa aspek. Namun regulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan manajemen tata kelola dana desa perlu diperbaiki lagi. Menurut dia, tiga kementerian yaitu Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus duduk bersama. Tiga kementerian tersebut belum terlihat solid dalam mengimplementasikan UU Desa dan dana desa.
"Pelatihan-pelatihan saja tidak cukup," tandasnya.
Jumlah dana desa pada 2018 melonjak signifikan dibandingkan alokasi dana desa pada 2015 lalu yang hanya Rp20 triliun. Saat itu, tiap desa hanya menerima dana desa rata-rata Rp280 juta. Sedangkan tahun ini, dengan total dana desa Rp60 triliun, tiap desa menerima rata-rata Rp800 juta.
Guna memaksimalkan anggaran, Presiden Joko Widodo mewajibkan agar dana tersebut digunakan untuk kegiatan yang produktif dan dikelola secara mandiri bukan dikerjakan oleh pihak ketiga atau swasta lagi. Dengan cara swakelola ini, Jokowi yakin penyerapan tenaga kerja di desa akan lebih maksimal dan muaranya meningkatkan perekonomian warga. Dengan fokus pada padat karya ini, di tiap desa nantinya ada sekitar 200 warga terbantu mendapatkan lapangan pekerjaan.
Program dana desa untuk kegiatan padat karya ini akan diluncurkan pada 1 Januari 2018. Penegasan tersebut disampaikan Jokowi saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki yang turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan mengatakan, jika program ini bisa dijalankan dengan baik, setidaknya ada 14 juta warga desa yang bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. "Ada perubahan-perubahan program pemerintah di Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, dan kementerian-kementerian lain untuk diarahkan bisa menciptakan lapangan kerja," kata Teten seusai pertemuan.
Optimalisasi dana desa juga sudah dimatangkan pada rapat terbatas tingkat menteri di Istana Bogor pada Rabu (25/10) lalu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta kementerian terkait untuk memperhatikan desain dana desa pada 2018 yang berfokus pada pembangunan prasarana desa, masyarakat desa dan membangun institusi atau organisasi di desa. Presiden juga meminta agar surat pertanggungjawaban proyek yang dilakukan secara swakelola dapat disederhanakan sehingga tidak menimbulkan disinsentif bagi kementerian.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan, selain untuk pembangunan di desa, dana desa juga didesain untuk menciptakan lapangan kerja di pedesaan. Dia menjelaskan, pekerjaan pembangunan yang menggunakan dana desa harus dilakukan secara swakelola yang dikerjakan oleh masyarakat dari desa tersebut. Dengan cara ini maka akan banyak warga desa yang terserap bekerja untuk proyek bagi desa tersebut.
"Tidak boleh menggunakan kontraktor. Apalagi kontraktor dari luar," katanya kepada KORAN SINDO. Agar proses jual beli di desa juga meningkat maka bahan-bahan untuk proyek harus dibeli dari toko material setempat. "Dengan demikian uang yang dibelanjakan bisa berputar di desa tersebut," ujarnya.
Dalam arahannya, Presiden Joko Widodo juga meminta agar gaji bagi warga yang bekerja harus dibayarkan harian atau mingguan sehingga daya beli masyarakat desa akan meningkat. Gajinya nanti, kata Eko, diharapkan sesuai dengan upah minimum provinsi di masing-masing desanya.
Menurut dia, akan ada sekitar Rp12 triliun dana yang akan diterima langsung oleh masyarakat yang bekerja pada kegiatan dari dana desa itu. Hal ini bisa menciptakan daya beli desa hingga Rp60 triliun per tahunnya.
Dia menilai selama tiga tahun terakhir ini, pembangunan di desa-desa sangat masif. Ini tidak lepas dari kucuran dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya. "Belum pernah ada pembangunan di desa semasif ini dalam sejarah Indonesia. Itu terjadi karena bussiness modelnya benar," katanya.
Eko yakin target padat karya akan bisa terwujud apalagi program ini mendapat dukungan penuh dari presiden langsung. Berdasarkan kajian Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada (UGM) di 4.345 desa, dana desa memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan desa.
Dari data Kemendes PDTT, dalam tiga tahun terakhir ini dana desa berkontribusi dalam pembangunan lebih dari 120.000 km jalan, 1.960 km jembatan, 5.220 unit pasar desa, 5.116 unit tambatan perahu, 2.047 unit embung, dan 97.176 unit irigasi. Tak hanya itu, dana desa juga digunakan untuk 291.393 unit penahan tanah, 32.711 unit sarana air bersih, 82.356 unit MCK, 6.041 unit poliklinik desa dan 45.865 unit sumur.
Saat memberi pengarahan kepada bupati/wali kota pekan lalu, Presiden Jokowi juga mengapresiasi sejumlah daerah yang menggunakan dana desa dengan optimal. Di antara daerah tersebut adalah Kabupaten Tulungagung dan Jembrana. Di Tulungagung, pada tiga tahun ini, bisa membangun jalan 679 km, jembatan 1.975 meter.
Besarnya dana yang akan diterima para perangkat desa membuat pemerintah melibatkan kepolisian dalam pengawasan di lapangan. Unsur Polri yang dilibatkan adalah bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas), kepala kepolisian sektor (kapolsek) hingga kepala kepolisian resor (kapolres).
"Pendekatan utamanya adalah melibatkan para babinkamtibmas, kapolsek, kapolres sebagai upaya pencegahan, pengawasan dana desa," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Mendes PDTT Eko Sandjojo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Jumat (20/10).
Sementara dari data Satuan Tugas Dana Desa, hingga akhir Oktober ini setidaknya ada 10.000 aduan dari masyarakat. Jumlah ini meningkat dari data pada tahun sebelumnya yang mencapai 900 laporan.
Perkuat Daya Beli
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun berpandangan, kebijakan dana desa untuk kegiatan padat karya yang rencananya dikuatkan dengan peraturan presiden (perpres) adalah langkah konkret membantu perekonomian masyarakat saat ini. "Saya dari Fraksi Partai Golkar memberikan dukungan atas upaya dan langkah tersebut," kata Misbakhun, kemarin.
Menurut dia, saat ini banyak proyek pemerintah di bidang infrastruktur di seluruh pelosok Tanah Air yang bisa dikerjakan secara padat karya, sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Terlebih, jika pembayarannya dilakukan secara tunai tentu akan lebih banyak memberikan keuntungan.
"Akan makin memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah yang membelanjakan seluruh penghasilan mereka untuk membeli barang kebutuhan pokok mereka," tandasnya.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, dampak dari program padat karya ini bergantung pada eksekusi di lapangan. Selama ini yang menjadi masalah adalah pemantauan dan efektivitas dari program yang sudah dilakukan.
"Contohnya dana desa. Dari sisi konsep itu bagus, tapi dari sisi eksekusi itu banyak bermasalah sehingga penggunaannya dalam banyak kasus tidak sesuai yang diinginkan," ujarnya.
Faisal berharap pemantauan dana desa harus diperketat agar saat pelaksanaan di daerah bisa berjalan sesuai dengan konsep. "Sehingga bisa dipastikan apa yang dikonsepkan di pusat bisa betul-betul berjalan efektif di daerah. Dengan begitu akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan dan juga penyebaran atau multiplier effect perekonomian di pedesaan. Kalau ada banyak orang yang dipekerjakan tentunya akan membantu dari sisi daya beli," jelasnya.
Di sisi lain Faisal mengingatkan agar tidak menyamaratakan implementasi dari program ini karena karakteristik setiap desa dalam satu wilayah berbeda-beda.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menilai, dana desa telah memberikan dampak baik di beberapa aspek. Namun regulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan manajemen tata kelola dana desa perlu diperbaiki lagi. Menurut dia, tiga kementerian yaitu Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus duduk bersama. Tiga kementerian tersebut belum terlihat solid dalam mengimplementasikan UU Desa dan dana desa.
"Pelatihan-pelatihan saja tidak cukup," tandasnya.
(amm)