LKPP Pastikan Agus Rahardjo Sejak Awal Tolak Tender e-KTP

Senin, 09 Oktober 2017 - 21:30 WIB
LKPP Pastikan Agus Rahardjo Sejak Awal Tolak Tender e-KTP
LKPP Pastikan Agus Rahardjo Sejak Awal Tolak Tender e-KTP
A A A
JAKARTA - Saat menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Agus Rahardjo sudah menolak tender proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Penolakan Agus yang saat ini menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu didasari atas alasan adanya banyak penyimpangan proyek tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setya Budi Arijanta‎ memastikan Agus Rahardjo selaku Ketua LKPP itu sudah menolak pelaksanaan dan kelanjutan tender proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Fakta tersebut diungkap Setya Budi Arijanta‎ saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/10/2017).

Setya bersaksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong‎‎.

Adapun perkara Andi Narogong adalah dugaan korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan pengadaan e-KTP di
Kemendagri tahun 2011-2012.

Setya Budi Arijanta‎ mengakui, pemerintah pernah meminta LKPP untuk memberikan pendampingan terhadap panitia tender pengadaan proyek e-KTP Kemendagri.

Permintaan pendampingan disampaikan Kemendagri berdasarkan surat dari Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri saat itu yang diterima LKPP pada Februari 2011.

Ketua LKPP yang saat itu dijabat Agus Rahardjo meneken surat keputusan pembentukan tim dari LKPP untuk mendampingi pada Maret 2011. Setya memegang amanah sebagai Ketua Tim Pendamping.

Setya membeberkan, panitia tender dalam hal ini Kemendagri berkeinginan melaksanakan tender proyek e-KTP dengan disatukan menjadi satu paket.

Meski diminta melakukan pendampingan, kata dia, Kemendagri termasuk panitia tender tidak terbuka atas permasalahan yang terjadi.

Di sisi lain, tutur Setya, setelah melakukan kajian kemudian secara kelembagaan kemudian LKPP memberikan saran agar tender proyek e-KTP dipisah menjadi sembilan paket. LKPP lantas melayangkan surat resmi ke Kemendagri tentang itu.

"Tapi saran kita tidak didengar. Sejak pencermatan dokumen sudah kami kasih saran, sampai ke proses penunjukkan, saran kami tidak digubris," ujar Setya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/10/2017).

Dia mengungkapkan, kemudian terjadi rapat di Kantor Wakil Presiden. Ada banyak pihak yang hadir. Dari LKPP hadir Setya Budi Arijanta dan Agus Rahardjo. Dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hadir di antaranya Mardiasmo selaku ketua BPKP saat itu dan Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam PMK. Dari perwakilan Wakil Presiden ada satu orang deputi dan Sofyan Djalil. Unsur Kemendagri yang ada yakni Gamawan Fauzi selaku Mendagri, Irman selaku Dirjen Dukcapil, Sugiharto selaku PPK, dan ada juga panitia lelang e-KTP. Ada beberapa pihak lain yang sudah tidak diingat Setya.

Dalam rapat tersebut terjadi perdebatan panjang. LKPP tetap meminta agar tender dibatalkan karena paketnya tidak dipisah menjadi sembilan paket dan pelaksanaan tender secara keseluruhan tidak menggunakan e-procurement. E-procurement hanya sekadar pada pengumuman lelang mau dilaksanakan.

"Meski kita sudah saran demikian (tender dibatalkan) dan masih jalan prosesnya, kepala LKPP sampaikan ya risiko tanggung sendiri," tegasnya.

Bicara tentang e-procurement, Dirjen Dukcapil yang saat itu dijabat Irman sempat memprotes e-procurement. Pasalnya, rekording aplikasi e-procurement oleh LKPP gagal.

Setelah diteliti LKPP, kata dia, ternyata e-procurement yang dilakukan Kemendagri dalam hal ini panitia lelang hanya sampai pengumuman lelang.

"Jadi nge-upload, evaluasi itu enggak pakai e-procurement. Enggak da. Makin kenceng kita bahwa itu (tender-red) harus dibatalin," ujarnya.

Di dalam rapat di Kantor Wakil Presiden, LKPP secara kelembagaan kemudian meminta dengan tegas LKPP mengundurkan diri karena sarannya tidak diikuti. Tapi rupanya, forum rapat lebih mendukung keinginan Kemendagri untuk melanjutkan tender dan pelaksanaan e-KTP.

"Kita sudah sampaikan juga sebelumnya surat resmi. ‎Tapi saat rapat di kantor wapres saat itu, diputuskan tetap dilanjut. Selalu disampaikan bahwa dilanjutkan karena ini penting untuk pemilu.Di suratnya kami mengingatkan, adanya penyimpangan. Jadi kami mengundurkan diri karena tidak digubris," tuturnya.

Anggota majelis hakim Anwar menanyakan setelah LKPP mengundurkan diri apakah LKPP ataupun Setya mengetahui kejadian atau peristiwa tentang proyek e-KTP.

Setya menuturkan, setelah LKPP mengundurkan diri kemudian ada audit pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya diperiksa, di-BAP dan saya konsisten kontrak batalkan. Saat diaudit BAP itu e-KTP sudah berjalan tahun pertama. Kontraknya batalkan supaya tidak ada kerugian yang lebih besar," ujarnya.

Hanya saja, Setya mengaku tidak mengetahui alasan persis BPK tidak memberikan rekomendasi atau hasil audit untuk membatalkan kontrak e-KTP.

Padahal, tutur Setya, di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah tertera jelas bahwa kontrak harus dibatalkan untuk menghindari tadi.

"Apa jawaban auditor saat itu, ketika saudara katakan kontraknya dibatalkan?" tanya hakim Anwar.

"Ya kalau tim auditornya bilang, wah enggak berani saya Pak kalau rekomendasikan dibatalin," ujar Setya.

Hakim Anwar terkejut kenapa auditor BPK tidak berani memberikan rekomendasi membatalkan kontrak proyek e-KTP.
Padahal, kata Hakim Anwar, Setya yang mewakili LKPP sudah jelas menyatakan jika ingin mau menghindari kerugian negara maka kontrak dibatalkan.

"Memang Pak saya diperiksa, waktu itu ada laporan bahwa saya yang mengatur lelang. Untung saya punya berkas, saya sodorkan ke pemeriksa (auditor BPK). Dia kaget, lho Pak Setya yang batalkan dari awal toh. Iya saya bilang, bukan yang ngatur," ucapnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6288 seconds (0.1#10.140)