Pemutaran Film Sejarah G30S PKI Tak Perlu Ditanggapi Sinisme
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Romi) menyarankan agar rencana pemutaran film G30S PKI tidak perlu ditanggapi sinisme. Maka itu, pro dan kontra pemutaran film G30S PKI itu tidak perlu terjadi.
Apalagi, ada TAP MPRS Nomor 2005 Tahun 1966, yang melarang ideologi komunis dan Partai Komunis Indonesia untuk hidup di Indonesia. "Jadi, tidak perlu ada sinisme terhadap rencana pemutaran film tersebut," kata Romi dalam keterangannya, Selasa (19/9/2017).
Dia menambahkan, jika memang ada fakta lain yang memiliki dasar kesejarahan yang tepat, maka justru bisa disempurnakan. Dirinya berpendapat, sejumlah pihak yang menilai ada pemutarbalikan fakta pada film G30S PKI itu dapat menyempurnakannya.
Terlebih saat ini eranya demokrasi, sehingga pemutaran film itu tak perlu dilarang. "Kecuali memang secara historis dan normatif memang terlarang seperti penyebaran, penghidupan maupun diseminasi dari paham marxisme, leninisme dan komunisme," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bagaimanapun juga PPP tidak dapat memastikan bahwa komunisme di Indonesia sudah benar-benar mati. Apalagi, komunisme di beberapa negara seperti di Kuba, Korea Utara dan China sudah dimodifikasi.
Akan tetapi lanjut dia, komunisme sudah bangkrut di banyak negara. "Sehingga, agak aneh bila masih ada yang mau menghidup-hidupkan komunisme di Indonesia," imbuhnya.
Kendati demikian, kemungkinan komunisme kembali hidup di Indonesia perlu diwaspadai semua pihak. "Lebih dari sekali PKI melakukan pemberontakan, bahkan sebelum republik ini berdiri," ucapnya.
Dia menambahkan, PKI memberontak bukan hanya pemerintah Indonesia, melainkan juga sejak zaman Belanda. Maka itu, pemutaran film G30S PKI harus diapresiasi.
Karena, bisa dianggap sebagai ikhtiar untuk mengingatkan kembali bangsa ini atas kekejaman PKI. "Namun kita jangan terlarut dalam romantisme kesejarahan dan membawa suasana pertikaian masa lalu ke masa kini. Kalau hal itu yang dilakukan, maka kita akan sulit move on," pungkasnya.
Apalagi, ada TAP MPRS Nomor 2005 Tahun 1966, yang melarang ideologi komunis dan Partai Komunis Indonesia untuk hidup di Indonesia. "Jadi, tidak perlu ada sinisme terhadap rencana pemutaran film tersebut," kata Romi dalam keterangannya, Selasa (19/9/2017).
Dia menambahkan, jika memang ada fakta lain yang memiliki dasar kesejarahan yang tepat, maka justru bisa disempurnakan. Dirinya berpendapat, sejumlah pihak yang menilai ada pemutarbalikan fakta pada film G30S PKI itu dapat menyempurnakannya.
Terlebih saat ini eranya demokrasi, sehingga pemutaran film itu tak perlu dilarang. "Kecuali memang secara historis dan normatif memang terlarang seperti penyebaran, penghidupan maupun diseminasi dari paham marxisme, leninisme dan komunisme," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bagaimanapun juga PPP tidak dapat memastikan bahwa komunisme di Indonesia sudah benar-benar mati. Apalagi, komunisme di beberapa negara seperti di Kuba, Korea Utara dan China sudah dimodifikasi.
Akan tetapi lanjut dia, komunisme sudah bangkrut di banyak negara. "Sehingga, agak aneh bila masih ada yang mau menghidup-hidupkan komunisme di Indonesia," imbuhnya.
Kendati demikian, kemungkinan komunisme kembali hidup di Indonesia perlu diwaspadai semua pihak. "Lebih dari sekali PKI melakukan pemberontakan, bahkan sebelum republik ini berdiri," ucapnya.
Dia menambahkan, PKI memberontak bukan hanya pemerintah Indonesia, melainkan juga sejak zaman Belanda. Maka itu, pemutaran film G30S PKI harus diapresiasi.
Karena, bisa dianggap sebagai ikhtiar untuk mengingatkan kembali bangsa ini atas kekejaman PKI. "Namun kita jangan terlarut dalam romantisme kesejarahan dan membawa suasana pertikaian masa lalu ke masa kini. Kalau hal itu yang dilakukan, maka kita akan sulit move on," pungkasnya.
(maf)