Perjuangan Anak Melayani Ibunya Saat Berhaji
A
A
A
MADINAH - Apa yang dilakukan Dahyar (53) terhadap ibunya, Yummah (92) selama pelaksanaan ibadah haji 2017 patut menjadi teladan. Dia sangat tekun menemani sang bunda tercinta dari keberangkatan hingga kepulangan dari Tanah Suci.
Penunjuk waktu digital di ruangan Serba Guna 2 (SG 2) Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur saat itu menunjukkan pukul 00.10 WIB. Bus Damri pengantar jamaah baru saja terparkir di halaman gedung. Beberapa jamaah terlihat turun dari bus dan masuk ke ruang penerimaan.
Di dalam ruangan ada 10 meja berjejer di tengah ruangan. Para jamaah bergantian mengambil minuman panas dan makanan ringan yang telah disediakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPHI) Pondok Gede. Letih karena perjalanan yang cukup panjang seakan terobati saat mereka menyeruput teh, kopi, maupun susu panas yang tersaji.
Di salah satu sisi ruangan, Yumnah mengunyah secara perlahan kue bolu yang disuapkan oleh anaknya, Dahyar. Sementara, sang anak sabar menunggu ibunya membuka mulut untuk suapan berikutnya.
Dahyar sengaja memotong kue bolu menjadi kecil-kecil dan mencelupkannya ke dalam susu. Ini agar ibunya yang sudah kehilangan semua giginya itu lebih mudah menelan kue yang sebenarnya sudah lembut. Segelas susu hangat pun dia minumkan kepada ibunya itu.
Tak banyak bicara. Namun tatapan penuh kasih Dahyar tak beralih dari sosok perempuan tua yang duduk di atas kursi roda itu. Suapan demi suapan diberikannya. Sesekali, dengan lembut dia membetulkan letak jilbab putih yang dikenakan Yumnah.
“Ini ibu saya,” kata Dahyar seperti dilansir laman Kemenag, Kamis (14/9/2017), sambil tetap menyuapi ibundanya. Dia bahkan tak menghiraukan minuman miliknya sendiri yang mulai mendingin.
Mereka baru saja tiba 10 menit lalu di Asrama Haji Pondok Gede setelah perjalanan panjang dari Tanah Suci. Bersama ibu dan istrinya, Dahyar tergabung dalam Kloter 15 Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG 15), asal Kota Tangerang, Banten.
Dahyar menceritakan perjalanannya ke Tanah Suci. Menurut dia, pergi ke Arab Saudi merupakan salah satu impian Yumnah. Sebagai anak, Dahyar merasa berkewajiban mewujudkan impian ibunya.
Ketika impian itu dapat terwujud, rasa syukur tak hentinya terucap dari mulutnya. “Alhamdulillah, meskipun sudah sepuh sekali, ibu masih bisa berangkat ke Tanah Suci,” kata Dahyar dengan mata berkaca-kaca.
Kondisi fisik Yumnah yang lemah, serta tak mampu berkomunikasi lagi, tak mengendurkan niat Dahyar tetap membawa ibunya ke dua Tanah Suci. “Meskipun di sana harus saya gendong, tapi saya puas sekali,” tambahnya.
Punggung dan tangannya memang dia sediakan untuk menopang perempuan yang telah melahirkannya 53 tahun silam. Niat Dahyar hanya satu, agar ibunya dapat melihat Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Jadi tak masalah bila selama ibadah haji, perempuan yang telah ditinggal wafat suaminya lebih dari 20 tahun ini sering berada dalam gendongannya. Tetapi itu tak pernah menjadi beban bagi guru SMP 241 Pulau Tidung ini.
Selain digendong, mobilisasi Yumnah di sana juga dibantu dengan menggunakan kursi roda. Dahyar bercerita, seringkali saat dirinya mendorong ibunya banyak jamaah yang jatuh iba padanya. “Saat cuaca panas dan saya sedang dorong ibu, tiba-tiba ada yang kasih payung,” tutur pria yang lahir di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu tersebut.
Kemudahan demi kemudahan dia peroleh selama membawa ibunya berhaji. Bahkan, kata Dahyar, ibuya yang termasuk golongan jamaah berisiko tinggi ini malah tak pernah merepotkan sama sekali. (Baca: Alhamdulillah, 87.000 Jamaah Haji Gelombang Pertama Sudah Tiba di Rumah)
“Selama di sana, ibu malah terlihat lebih segar. Ibu senang, Alhamdulillah,” tuturnya. Dahyar mengaku kalau semua ini dilakukannya sebagai wujud kasih sayangnya kepada orang tua yang sudah membesarkannya itu.
Penunjuk waktu digital di ruangan Serba Guna 2 (SG 2) Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur saat itu menunjukkan pukul 00.10 WIB. Bus Damri pengantar jamaah baru saja terparkir di halaman gedung. Beberapa jamaah terlihat turun dari bus dan masuk ke ruang penerimaan.
Di dalam ruangan ada 10 meja berjejer di tengah ruangan. Para jamaah bergantian mengambil minuman panas dan makanan ringan yang telah disediakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPHI) Pondok Gede. Letih karena perjalanan yang cukup panjang seakan terobati saat mereka menyeruput teh, kopi, maupun susu panas yang tersaji.
Di salah satu sisi ruangan, Yumnah mengunyah secara perlahan kue bolu yang disuapkan oleh anaknya, Dahyar. Sementara, sang anak sabar menunggu ibunya membuka mulut untuk suapan berikutnya.
Dahyar sengaja memotong kue bolu menjadi kecil-kecil dan mencelupkannya ke dalam susu. Ini agar ibunya yang sudah kehilangan semua giginya itu lebih mudah menelan kue yang sebenarnya sudah lembut. Segelas susu hangat pun dia minumkan kepada ibunya itu.
Tak banyak bicara. Namun tatapan penuh kasih Dahyar tak beralih dari sosok perempuan tua yang duduk di atas kursi roda itu. Suapan demi suapan diberikannya. Sesekali, dengan lembut dia membetulkan letak jilbab putih yang dikenakan Yumnah.
“Ini ibu saya,” kata Dahyar seperti dilansir laman Kemenag, Kamis (14/9/2017), sambil tetap menyuapi ibundanya. Dia bahkan tak menghiraukan minuman miliknya sendiri yang mulai mendingin.
Mereka baru saja tiba 10 menit lalu di Asrama Haji Pondok Gede setelah perjalanan panjang dari Tanah Suci. Bersama ibu dan istrinya, Dahyar tergabung dalam Kloter 15 Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG 15), asal Kota Tangerang, Banten.
Dahyar menceritakan perjalanannya ke Tanah Suci. Menurut dia, pergi ke Arab Saudi merupakan salah satu impian Yumnah. Sebagai anak, Dahyar merasa berkewajiban mewujudkan impian ibunya.
Ketika impian itu dapat terwujud, rasa syukur tak hentinya terucap dari mulutnya. “Alhamdulillah, meskipun sudah sepuh sekali, ibu masih bisa berangkat ke Tanah Suci,” kata Dahyar dengan mata berkaca-kaca.
Kondisi fisik Yumnah yang lemah, serta tak mampu berkomunikasi lagi, tak mengendurkan niat Dahyar tetap membawa ibunya ke dua Tanah Suci. “Meskipun di sana harus saya gendong, tapi saya puas sekali,” tambahnya.
Punggung dan tangannya memang dia sediakan untuk menopang perempuan yang telah melahirkannya 53 tahun silam. Niat Dahyar hanya satu, agar ibunya dapat melihat Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Jadi tak masalah bila selama ibadah haji, perempuan yang telah ditinggal wafat suaminya lebih dari 20 tahun ini sering berada dalam gendongannya. Tetapi itu tak pernah menjadi beban bagi guru SMP 241 Pulau Tidung ini.
Selain digendong, mobilisasi Yumnah di sana juga dibantu dengan menggunakan kursi roda. Dahyar bercerita, seringkali saat dirinya mendorong ibunya banyak jamaah yang jatuh iba padanya. “Saat cuaca panas dan saya sedang dorong ibu, tiba-tiba ada yang kasih payung,” tutur pria yang lahir di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu tersebut.
Kemudahan demi kemudahan dia peroleh selama membawa ibunya berhaji. Bahkan, kata Dahyar, ibuya yang termasuk golongan jamaah berisiko tinggi ini malah tak pernah merepotkan sama sekali. (Baca: Alhamdulillah, 87.000 Jamaah Haji Gelombang Pertama Sudah Tiba di Rumah)
“Selama di sana, ibu malah terlihat lebih segar. Ibu senang, Alhamdulillah,” tuturnya. Dahyar mengaku kalau semua ini dilakukannya sebagai wujud kasih sayangnya kepada orang tua yang sudah membesarkannya itu.
(kur)