Ditahan KPK, Wali Kota Batu Bantah Terima Uang
A
A
A
JAKARTA - Wali Kota Batu, Jawa Timur, Eddy Rumpoko membantah disebut menerima suap Rp500 juta, termasuk Rp200 juta saat operasi tangkap tangan (OTT) di rumah dinasnya pada Sabtu 16 September 2017.
Eddy Rumpoko merampungkan pemeriksaan pada Minggu (17/9/2017) sekitar pukul 17.40 WIB. Saat menuruni tangga ruang pemeriksaan menuju ruang steril, kemeja dan jaketnya sudah berlapis rompi tahanan KPK oranye bergaris hitam.
Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang ini menceritakan tentang kedatangan tim KPK ke rumahnya pada Sabtu kemarin sekitar pukul 16.00 WIB.
Saat itu, kata dia, tim KPK langsung masuk ke kamar mandi rumah dinas sambil mengambil gambar atau menyorotinya dengan kamera.
Dia langsung bertanya mengenai apa yang terjadi saat itu. Lantas tim KPK menyampaikan ada operasi tangkap tangan (OTT). "OTT-nya mana, saya bilang gitu," kata Eddy Rumpoko di depan lobi Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Minggu (17/9/2017) sore.
Dia pun mempertanyakan alasan dirinya di-OTT. Eddy Rumpoko mengaku tidak menerima uang.
"Bagaimana OTT itu saya enggak tahu duitnya ada atau enggak. Siapa yang memberikan saya juga enggak tahu. Saya tidak pernah ngomong dijebak, cuma saya hanya ingin mempertanyakan apa yang namanya duitnya itu di mana. Gitu lho. Saya belum terima sama sekali, enggak tahu. Duitnya dari mana, saya enggak terima, " katanya.
Dia juga membantah ada uang Rp300 juta yang disebutkan KPK sebagai pembayaran cicilan mobil Alphard miliknya yang diduga diberikan tersangka pemberi suap Direktur PT Dailbana Prima sekaligus pemilik Amarta Hills Hotel Filipus Djap sebelumnya.
Menurut Eddy, pembayaran mobil Alphard itu sebenarnya sudah lunas. "Alphard-nya sudah lunas. Itu punya perusahaan DPUL, gitu lho. Saya enggak tahu. Duitnya dari mana enggak tahu," ucapnya.
Dia menguraikan, dalam pemeriksaannya hingga Minggu ini penyidik tidak mengonfirmasi tentang uang. Penyidik hanya bertanya apakah dirinya kenal atau tidak dengan Filipus Djap dan bagaimana posisi proyek meubelair.
Eddy mengakui mengenal Filipus dan keluarga besar Filipus sebagai pengusaha hotel. Bahkan, Eddy yang menyarankan agar Filipus dan keluarga besarnya membangun hotel.
Namun, Eddy mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Filipus Djap terkait kesepakatan transaksi suap dan pengurusan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair.
Terkait proyek meubelair, Eddy menyampaikan ke penyidik tidak mengetahui apakah proyek sudah dijalankan atau tidak. Bahkan, dia mengklaim tidak mengetahui proses tendernya.
Sepengetahuan dia, terkait proyek tersebut berjalan baik dan tidak ada masalah. Yang pasti, menurut dia, yang paling mengetahui adalah Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkot Batu Edi Setyawan. Tapi, Eddy tidak mengetahui bagaimana Edi Setyawan sampai menerima Rp100 juta dari Filipus.
"Saya enggak tahu. Karena dia memang petugasnya ULP. Kalau sekarang saya dituduhkan bahwa saya mengintervensi, lah gimana semua terbuka lelang itu. Saya enggak tahu persis satu persatu," ungkapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan intensif, penyidik melakukan penahanan terhadap Eddy Rumpoko, Edi Setyawan, dan Filipus Djap di tiga rutan berbeda.
Eddy Rumpoko dimasukkan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Edi Setyawan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan Filipus di Polres Metro Jakarta Pusat.
"Penahanan ERP, EDS, dan FHL terhitung sejak hari ini untuk 20 hari ke depan," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (17/9/2017).
Eddy Rumpoko merampungkan pemeriksaan pada Minggu (17/9/2017) sekitar pukul 17.40 WIB. Saat menuruni tangga ruang pemeriksaan menuju ruang steril, kemeja dan jaketnya sudah berlapis rompi tahanan KPK oranye bergaris hitam.
Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang ini menceritakan tentang kedatangan tim KPK ke rumahnya pada Sabtu kemarin sekitar pukul 16.00 WIB.
Saat itu, kata dia, tim KPK langsung masuk ke kamar mandi rumah dinas sambil mengambil gambar atau menyorotinya dengan kamera.
Dia langsung bertanya mengenai apa yang terjadi saat itu. Lantas tim KPK menyampaikan ada operasi tangkap tangan (OTT). "OTT-nya mana, saya bilang gitu," kata Eddy Rumpoko di depan lobi Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Minggu (17/9/2017) sore.
Dia pun mempertanyakan alasan dirinya di-OTT. Eddy Rumpoko mengaku tidak menerima uang.
"Bagaimana OTT itu saya enggak tahu duitnya ada atau enggak. Siapa yang memberikan saya juga enggak tahu. Saya tidak pernah ngomong dijebak, cuma saya hanya ingin mempertanyakan apa yang namanya duitnya itu di mana. Gitu lho. Saya belum terima sama sekali, enggak tahu. Duitnya dari mana, saya enggak terima, " katanya.
Dia juga membantah ada uang Rp300 juta yang disebutkan KPK sebagai pembayaran cicilan mobil Alphard miliknya yang diduga diberikan tersangka pemberi suap Direktur PT Dailbana Prima sekaligus pemilik Amarta Hills Hotel Filipus Djap sebelumnya.
Menurut Eddy, pembayaran mobil Alphard itu sebenarnya sudah lunas. "Alphard-nya sudah lunas. Itu punya perusahaan DPUL, gitu lho. Saya enggak tahu. Duitnya dari mana enggak tahu," ucapnya.
Dia menguraikan, dalam pemeriksaannya hingga Minggu ini penyidik tidak mengonfirmasi tentang uang. Penyidik hanya bertanya apakah dirinya kenal atau tidak dengan Filipus Djap dan bagaimana posisi proyek meubelair.
Eddy mengakui mengenal Filipus dan keluarga besar Filipus sebagai pengusaha hotel. Bahkan, Eddy yang menyarankan agar Filipus dan keluarga besarnya membangun hotel.
Namun, Eddy mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Filipus Djap terkait kesepakatan transaksi suap dan pengurusan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair.
Terkait proyek meubelair, Eddy menyampaikan ke penyidik tidak mengetahui apakah proyek sudah dijalankan atau tidak. Bahkan, dia mengklaim tidak mengetahui proses tendernya.
Sepengetahuan dia, terkait proyek tersebut berjalan baik dan tidak ada masalah. Yang pasti, menurut dia, yang paling mengetahui adalah Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkot Batu Edi Setyawan. Tapi, Eddy tidak mengetahui bagaimana Edi Setyawan sampai menerima Rp100 juta dari Filipus.
"Saya enggak tahu. Karena dia memang petugasnya ULP. Kalau sekarang saya dituduhkan bahwa saya mengintervensi, lah gimana semua terbuka lelang itu. Saya enggak tahu persis satu persatu," ungkapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan intensif, penyidik melakukan penahanan terhadap Eddy Rumpoko, Edi Setyawan, dan Filipus Djap di tiga rutan berbeda.
Eddy Rumpoko dimasukkan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Edi Setyawan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan Filipus di Polres Metro Jakarta Pusat.
"Penahanan ERP, EDS, dan FHL terhitung sejak hari ini untuk 20 hari ke depan," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (17/9/2017).
(dam)