Pesan Ombudsman untuk Rekrutmen CPNS Tahap Kedua
A
A
A
JAKARTA - Anggota Ombudsman Ninik Rahayu meminta BKN menjadikan proses rekrutmen CPNS di Kementerian Hukum dan HAM serta MA sebagai bahan evaluasi untuk proses seleksi rekrutmen CPNS tahap kedua yang akan digelar pada Senin (12/9). Terlebih, proses seleksi nanti akan lebih melibatkan banyak instansi dan lembaga kementerian dengan jumlah pelamar yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
“Apalagi ini akan jauh lebih besar, lebih banyak. Bisa dibayangkan apakah penyelenggaraan mampu secara serentak memudahkan masyarakat mengakses kalau satu-satunya sistem online yang digunakan,” ucap Ninik saat dihubungi Sabtu (9/9/2017) malam.
Juga yang perlu untuk diperhatikan menurut Ninik adalah kegagalan proses rekrutmen sebelumnya yang pemisahan pendaftaran untuk lulusan SLTA dilakukan di daerah masing-masing, dan S1 dilakukan di Jakarta. Cara ini justru yang ternyata menyulitkan pada proses penerapannya.
“Mudah-mudahan untuk pendaftaran CPNS di Kementerian lain tidak melakukan hal itu karena ternyata pembatalan itu prosesnya tidak mudah, banyak daerah yang harus mempersiapkan juga kelabakan,” tutur dia.
Ninik juga menekankan pada penggunaan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang dinilai masih menyulitkan peserta terutama pada saat pengambilan formulir, pengisian formulir, hingga mengunggah dokumen yang semuanya hanya dilakukan dengan cara online.
Dia menyarankan agar ada pilihan lain bagi peserta untuk bisa memastikan dokumen yang dikirimkannya sampai dan memenuhi persyaratan seperti melalui cara manual. ”Meski kita tahu latar belakang sistem online ini supaya tidak ada kontak langsung antara pendaftar dengan pelaksana, Tapi kita harus paham, terkadang ada sejumlah hambatan saat kita mengikuti prosesnya,” kata Ninik.
Oleh sebab itu, Ninik pun meminta BKN membuka unit pengaduan di internal kementerian lembaga yang melakukan proses rekrutmen. Dan memberi respon serta jawaban yang dapat menenangkan peserta tes. “Karena terus terang yang dilaporkan ke Ombudsman saja dijawab sebagian, lainnya tidak menjawab,” kata Ninik.
Hal lain yang perlu diperhatikan menurut Ninik adalah pada proses rekrutmen tahap pertama (Kemenkumham) itu masih bersifat diskriminatif terutama disabel. Apalagi sudah terlihat pada proses rekrutmen di Kejaksaan di mana ada pengumuman bahwa yang dapat mendaftar harus punya kemampuan yang diukur berdasarkan fisiknya. “Ini mengabaikan kondisi disabilitas, padahal kelompok ini tidak boleh mengalami diskriminasi ketika dia sebetulnya memiliki kemampuan itu,” pungkasya.
“Apalagi ini akan jauh lebih besar, lebih banyak. Bisa dibayangkan apakah penyelenggaraan mampu secara serentak memudahkan masyarakat mengakses kalau satu-satunya sistem online yang digunakan,” ucap Ninik saat dihubungi Sabtu (9/9/2017) malam.
Juga yang perlu untuk diperhatikan menurut Ninik adalah kegagalan proses rekrutmen sebelumnya yang pemisahan pendaftaran untuk lulusan SLTA dilakukan di daerah masing-masing, dan S1 dilakukan di Jakarta. Cara ini justru yang ternyata menyulitkan pada proses penerapannya.
“Mudah-mudahan untuk pendaftaran CPNS di Kementerian lain tidak melakukan hal itu karena ternyata pembatalan itu prosesnya tidak mudah, banyak daerah yang harus mempersiapkan juga kelabakan,” tutur dia.
Ninik juga menekankan pada penggunaan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang dinilai masih menyulitkan peserta terutama pada saat pengambilan formulir, pengisian formulir, hingga mengunggah dokumen yang semuanya hanya dilakukan dengan cara online.
Dia menyarankan agar ada pilihan lain bagi peserta untuk bisa memastikan dokumen yang dikirimkannya sampai dan memenuhi persyaratan seperti melalui cara manual. ”Meski kita tahu latar belakang sistem online ini supaya tidak ada kontak langsung antara pendaftar dengan pelaksana, Tapi kita harus paham, terkadang ada sejumlah hambatan saat kita mengikuti prosesnya,” kata Ninik.
Oleh sebab itu, Ninik pun meminta BKN membuka unit pengaduan di internal kementerian lembaga yang melakukan proses rekrutmen. Dan memberi respon serta jawaban yang dapat menenangkan peserta tes. “Karena terus terang yang dilaporkan ke Ombudsman saja dijawab sebagian, lainnya tidak menjawab,” kata Ninik.
Hal lain yang perlu diperhatikan menurut Ninik adalah pada proses rekrutmen tahap pertama (Kemenkumham) itu masih bersifat diskriminatif terutama disabel. Apalagi sudah terlihat pada proses rekrutmen di Kejaksaan di mana ada pengumuman bahwa yang dapat mendaftar harus punya kemampuan yang diukur berdasarkan fisiknya. “Ini mengabaikan kondisi disabilitas, padahal kelompok ini tidak boleh mengalami diskriminasi ketika dia sebetulnya memiliki kemampuan itu,” pungkasya.
(pur)